Share

Bab 4. Sepuluh Tahun di Perantauan

Angin saat itu bertiup kencang di kota Palopo, di sanalah Selvi mengadu nasib bersama Valencia putrinya. Selama sepuluh tahun sudah, dia berada di pulau Sulawesi tepatnya bagian selatan.

Dia bisa merantau sampai ke sana karena,  ikut program pemerintah untuk mengelola lahan perkebunan. Bermodal lahan dari pemerintah yang dia kelola selama sepuluh tahun, saat ini sudah menghasilkan rumah dan membuka lapangan pekerjaan.

 

Hari-hari dia lalui bersama Valencia, walaupun sesekali gadis kecilnya sering merengek menanyakan sosok Ayahnya. Berbagai cara Selvi lakukan, untuk menutupi semua itu. Bahkan dia mengatakan, bahwa Permana hilang tersapu badai. 

“Bunda ... Bunda di mana,” suara sayu-sayu terdengar dari dalam rumah.

Selvi sedang sibuk di pekarangan belakang rumah, memberi makan ikan Lele peliharaannya. Berkat ketekunannya sejak merantau Selvi benar-benar merasa bahagia bersama putri semata wayangnya.

“Bunda di belakang sayang, di kolam lele!” teriaknya.

Valencia berlari kecil menghampiri, dengan sepucuk surat di tangannya. “Nih, ada surat dari Om Jarwi,” ucapnya manja, sambil menyerahkan kertas terbungkus amplop berwarna putih.

Senyum kasih sayang merekah di wajah Selvi, lalu di bukanya surat itu. Sebelum Selvi membaca, Valencia menyelanya .

 

“Kapan Kakek kesini, Bunda? Dia datang bersama Om Jarwi dan tante Dokter, benarkan Bunda?” tanyanya polos.

Semenjak kejadian bunuh diri, yang Selvi lakukan.  Pak Kades yang bernama Sukandar sudah menganggap Selvi sebagai anaknya sendiri, Jarwi juga menganggap Selvi seperti Adik kandungnya begitu pula dengan Dokter Arini.

Setiap bulan selama di perantauan Selvi sering mengirim sedikit rezekinya untuk Jarwi bagikan kepada Pak Kades serta orang tua angkat yang membesarkannya.

Jarwi paham tentang hal itu, setiap dia akan mengantarkan titipan itu.  Sengaja Jarwi selalu muncul tiba-tiba di rumah Darno. Hanya Darno yang mengetahui siapa Jarwi, bahkan lelaki itu menutupi semuanya. Bahkan Winarsih, tidak tahu siapa sebenarnya Jarwi.

Kedua orang tua kandung Selvi  berkebangsaan Belanda dan Indonesia, Ibunya seorang wanita berasal dari Belanda dan Ayahnya  pribumi biasa. Sebab itu Selvi dan Anaknya memiliki perawakan, yang sangat cantik bermata bulat serta lensa mata biru.

***

 'Kembali ke pertanyaan Valencia'

Valencia masih menunggu dengan sabar, jawaban dari Bundanya. Selvi menghela napas sebelum menjawab pertanyaan Valencia.

“Kalau kakek cuti, pasti akan kemari bersama Om Jarwi,” jawabnya sambil mengelus lembut rambut Valencia.

“Bacakan suratnya Bunda,” pinta Valencia. Setelah membuka surat itu, Selvi malah menguji Valencia.

“Sepertinya Bunda ingin Valen, yang baca suratnya,” goda Selvi yang membuat, gadis kecilnya mencibir dan melipat kedua tangannya di depan dada. 

“Valencia lagi lelah, jadi  saat ini hanya ingin mendengarkan suara Bunda yang merdu,” jawabnya sedikit memicingkan  wajahnya. 

Melihat kelakuan putrinya, Selvi semakin gemas. Dengan lembut dia mengendong dan mencium sayang di pipi Putrinya.

 

Terbesit di benaknya perlakuan Permana, sehingga ada rasa jijik terhadap lelaki itu. 

“Baiklah, Bunda akan membacakan untukmu. Jika sudah,  Bunda minta di ambilkan segelas minuman segar bagaimana? Setuju atau tidak,” tanya Selvi, yang di balas anggukan oleh Anak semata Wayangnya itu.

 

***

 

Kepada yang tersayang 

Ponakan Om, Valencia Novrianto Permana

 

Hai cantik, Saat ini pasti Valencia sedang mendengarkan isi surat ini? Gadis kecil Om surat kali ini tidak terlalu panjang kemungkinan Om dan Kakek Sukandar akan ke sana bulan depan. Om harap Valencia sudah selesai ulangan di sekolah. 

Jadi anak yang pintar, tetap menjaga sopan santun dan sayangi Bunda, jika Valencia tetap berbuat baik Om Jarwi akan membawakan boneka beruang sebagai buah tangan untuk Valencia. 

Sepertinya itu saja yang Om sampaikan Valencia harus berjanji, tidak boleh berbohong saat Om tiba di sana.

Salam sayang dari 

Om Jarwi dan Kakek Sukandar.

 

***

 

“Hore! akhirnya Om dan Kakek akan berkunjung kemari,” teriak Valencia, melompat-lompat bahagia.

Suatu berita yang sangat dia nantikan, akhirnya terkabulkan. Di benak gadis kecil itu merekalah, satu-satunya keluarga yang selalu di nantinya. 

Selama ini kawan-kawannya sering bertanya, di mana Kakeknya berada serta yang paling menyedihkan Ayahnya berada. Setiap ditanya tentang hal itu, gadis kecil dengan rambut lurus sedikit berwarna coklat keemasan  itu, selalu mengalihkan ke cerita lain. 

Seusai kawannya pergi, baru dia akan menangis. Itulah yang ingin ditanyakan, kepada Jarwi atau Sukandar saat mengunjunginya. “Tak sabar menanti kedatangan mereka,” ucapnya lagi, memeluk dan mencium kedua pipi Selvi. 

“Bunda siang nanti, Zuwariah dan  Jodi akan bermain ke rumah. Boleh atau tidak?” tanyanya sedikit merayu.

Selvi paham apa maksud kata boleh atau tidak sebenarnya, dia tahu bahwa kapan saja kawannya akan datang tidak pernah dilarang. Tetapi gadis itu maksudnya, agar Selvi menyiapkan makanan dan minuman untuk menemani mereka saat sedang bermain bersama.

Senyum Selvi hanya merekah di wajahnya dan sedikit mengangguk tanda setuju, tanpa di beri aba-aba lagi gadis itu berlari meninggalkan Selvi sendirian, berteman dengan kesibukannya memelihara ikan-ikan. 

 

***

 

Suara kumandang Adzan salat Ashar mulai terdengar, baru saja Selvi selesai menyiapkan permintaan putri semata wayangnya itu, tiba-tiba saja  ada sesuatu yang membuat fokus penglihatannya berubah. Dia melihat pada sebuah benda, di dekat kamar Valencia. 

Wanita yang saat ini sudah berusia sekitar tiga puluh lima tahun itu, menghampiri benda  yang mengganggunya, betapa terkejutnya dia saat menemukan benda itu.

 

“Siapa yang meletakkan ini disini,” gerutunya, sambil melihat lembaran demi lembaran di dalamnya. 

Bahkan yang tidak habis pikir olehnya, ada sebuah benda seperti potongan anak ayam,  yang di makan belatung di dalamnya. Semua benda itu dia bawa menjauh dari rumahnya, Selvi membakar benda itu dengan di bacakan ayat kursi. 

“Bismillah semoga orang yang berniat jahat tidak akan pernah sampai kesini, Semoga Jarwi cepat datang. Aku yakin wanita dalam mimpiku masih berusaha mencari keberadaan kami saat ini. Namun dia baru bisa menembusnya,” ucap Selvi lirih. 

Di dalam benaknya saat ini hanya keselamatan Valencia, itu juga menjadi teka-teki buat dia apa yang akan terjadi nantinya. Kenapa serangan-serangan itu tidak berhenti, batinnya.

“Nyonya, maaf tadi di kebun coklat ada sedikit masalah,” lapor salah satu Karyawan yang menghampiri Selvi. 

“Baiklah, sebentar lagi saya akan menuju ke sana . Kamu tolong hubungi Pak Haji Sabarudin ya, saya takut jika harus saya sendirian yang ke sana,” jawab Selvi yang curiga, kejadian itu sama dengan yang dia temukan di rumah.

Benar tebakannya, ternyata apa yang dia pikirkan sama. Salah satu karyawannya tiba-tiba saja mengalami gangguan jin, dia saat ini kesurupan. Untung saja ada Pak haji, saat itu yang sudah dia panggil, untuk bersama ke perkebunan coklat miliknya.

Karyawan itu awalnya sedang memanen buah coklat, entah dari mana asal api itu. Tiba-tiba pohon coklat yang akan di panennya terbakar, dan dia terjatuh lalu kejang-kejang berteriak panas.

“Saya hanya utusan tolong jangan bakar saya, mungkin saya salah sasaran,” jelas Jin yang merasuki. Dengan bantuan Pak haji Sabarudin, jin itu keluar dari tubuh karyawan di perkebunan coklat. 

“Bagaimana kondisimu, Ahmad?” tanya Selvi.

“Sedikit sakit semua badan saya Bu, sebenarnya apa yang terjadi? Terakhir saya ingat pohon itu terbakar, lalu selebihnya saya tidak ingat,” jelasnya. 

“Alhamdulillah, yang penting saat ini kamu baik-baik saja Ahmad. Lain kali sebelum bekerja, selalu awali langkahmu dengan Bismillah,” pesan Pak haji Sabarudin. 

“Baik Pak Haji,” jawab Ahmad yang di bantu berdiri. Kemudian karyawan yang lain mengantarnya pulang. “Bu Selvi sepertinya ada yang ingin berbuat jahat dengan Ibu. Kira-kira ada yang pernah Ibu curigai,” tanya  Bahar. 

Selvi tersenyum, berusaha menutupi masa lalunya saat ini. “Saya juga bingung, mungkin memang seseorang sedang mencoba sesuatu tapi salah orang. Lebih baik kita berhati-hati dan tetap lebih kuatkan iman selalu berdoa,” ucap Selvi, yang melanjutkan langkahnya mengantar Pak Haji Baharudin.

Sepanjang jalan, Selvi menceritakan kejadian yang dia alami sebelumnya kepada Pak Haji Baharudin. Beliau menyarankan Selvi, agar Jarwi segera datang untuk membantunya menangkal dari sini. Selvi bergegas menghubungi, Dokter Arini. 

“Assalamuallaikum,” jawab Arini, dari sambungan telepon itu. 

“Waallaikumsalam, apa kabar Bu Dokter?” tanya Selvi  membalas dalam sambungan telepon.

“Selvi, baru saja saya akan menghubungimu. Jarwi tadi tergesa-gesa menemuiku, dia menyampaikan, sementara waktu kamu dan Valencia keluar kota terlebih dahulu. Karena, saat ini pagar yang di tutupkan terbuka entah ulah siapa, tetapi  nanti saat Jarwi sampai disana barulah dia akan memperbaiki semuanya,” jelas Arini.

“Sebab itu saya menghubungi Dokter, apakah mas Jarwi ada pesan lain?” tanya Selvi memastikan, sebelum memutus sambungan telepon itu.

“Pesan Jarwi, sementara lebih banyak, putar murotal surah Al- Baqaroh. Bisa juga kamu yang membacanya sendiri, adikku,” balas Arini.

“Terimakasih mbak  Arini, entah banyak sekali saya berhutang budi dengan kalian. Tanpa kalian mungkin saya dan Valencia sudah tidak ada saat ini,” ucap Selvi . Lalu mereka mengakhiri panggilan itu.

Dalam diam Selvi berpikir kencang sebenarnya siapa orang yang tega berbuat itu, tidak terbesit sedikit saja  mencurigai mas Permana. Tetapi tidak menutup kemungkinan dia, namun dalam bayangan yang melakukan seorang wanita siapa dia kira-kira, batin Selvi tidak karuan cemas.


Bersambung ...

Jangan lupa follow Instagram @Indraqilsyamil 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status