Richard membawa Sheryl ke tempat jajanan festival di pinggir kota. Suasana ramai dengan pengunjung yang berlalu lalang dan beberapa stand jajanan tertata di bagian-bagiannya masing-masing.
Richard membuka jas dan menggulung lengan kemejanya serta mengganti sepatu pantofelnya menjadi sepatu sneakers.
"Ayo... aku sudah lapar," ajak Richard.
"Kenapa kau mengajakku ke sini?" tanya Sheryl, enggan keluar dari mobil.
"Kau memakai pakaian santai seperti ini, aku harus mengajakmu kemana? Hutan?!" Richard bertanya balik.
"Aku tak meminta untuk diajak makan. Aku hanya ingin pistolku kembali! Jadi jangan membuatku membuang waktu untuk makan denganmu!" tukas Sheryl.
"Hah... perutku semakin lapar setiap kali kau mengoceh!" runtuk Richard.
Dia keluar dari mobil meninggalkan Sheryl yang masih enggan untuk keluar.
Richard memutari mobilnya, dan mengetuk kaca jendela di samping Sheryl.
"Kau yakin tak ingin keluar?" tanya Richard.
"Sebelum kau mengembalikan pistolku, aku tak akan keluar!" ancam Sheryl.
"Baiklah... semoga kau bisa bernapas di dalam mobil," ujar Richard.
Baru saja Richard berbalik, tabrakan tubuh dan pukulan ringan di kepala dari belakang membuatnya hampir terjatuh.
Sheryl keluar dan lari melewati Richard sambil menoyor kepala Richard karena terlalu kesal dengan tingkah pria itu.
"Hei! Dasar wanita jadi-jadian!" bentak Richard.
Dia mengejar Sheryl berjalan santai tanpa dosa telah menoyor kepala Richard.
Richard menoel pundak kiri Sheryl. Membuat wanita itu menoleh ke kiri. Namun Richard memunculkan kepalanya tepat di kanan Sheryl. Begitu dekat hingga saat wanita itu menoleh, tanpa sengaja bibir Sheryl menabrak pipi Richard.
Pria itu melarikan diri, melangkah lebih cepat dari Sheryl, sebelum mendapat balasan lain.
"Hei!" teriak Sheryl hendak protes.
"Satu sama!" seru Richard sempat berbalik dan mengedipkan sebelah matanya.
Sheryl memutar bola matanya jengah, hah... kenapa ada pria seperti dia?! Siapa yang mengutukku untuk bertemu dengan pria cerewet dan konyol seperti dia?! Sheryl menggerutu.
Menatap punggung tegap Richard yang berjalan gagah di depannya, dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya.
Sebenarnya dia tampan, dan memiliki tubuh yang bagus. Hanya saja tingkahnya membuat semuanya menjadi minus, batin Sheryl.
"Cih! Apa yang kupikirkan?! Jika dia tahu aku sempat memujinya, aku yakin dengan sombongnya dia akan meninggikan dirinya sendiri," gumam Sheryl kembali menggerutu.
Richard terlihat berhenti di depan truk kontainer penjual makanan, dia sedang memilih menu yang hendak dia pesan. Sheryl tiba di samping pria itu, mendengarkan celotehan Richard yang memesan makanannya.
"Jangan pakai bawang bombai dan cabai," ujar Richard kepada penjual kebab.
"Kau harus ingat, aku tak suka bawang bombai dan cabai," tutur Richard, Sheryl hanya berdecak malas.
"Kau ingin makan apa?" tanya Richard.
"Hah! Sudah kubilang aku tak ingin makan-"
"Tolong buatkan dua porsi," potong Richard. Dia sendiri gerah mendengar penolakkan dari gadis tangguh itu.
Richard memilih tempat duduk menghadap ke lautan. Terdapat banyak lampu kecil yang saling terkait dengan tiang lampu penerangan di sana.
Sheryl kembali mengikutinya dan masih berkeras untuk meminta pistolnya kembali.
"Tolong... berikan saja pistolku! Aku sudah cukup lelah hari ini. Bahkan aku belum sempat tidur setelah turun dari pesawat!" gerutu Sheryl.
Richard menepuk-nepuk bahunya sambil tersenyum menggoda. Sheryl mengerutkan keningnya seolah bertanya, 'apa yang pria ini lakukan?!'. Namun tak sempat terucap, Richard sudah kembali berujar.
"Aku memiliki bahu yang cukup lebar. Jika kau ingin tidur, aku siap meminjamkannya," tawar Richard menaik turunkan alisnya dengan senyum menyeringai.
Sheryl melongo tak percaya sambil mengalihkan tatapannya ke sembarang arah seraya berdecak.
"Hah... ya ampun! Apa kau terlalu banyak menonton film drama?! Sungguh menggelikan! Kuberitahu padamu... jangan bertingkah seolah aku ingin melakukan kegiatan manis menggelikan seperti itu!" tukas Sheryl.
Richard tak dapat menahan tawanya lagi. Sheryl sungguh tipe wanita yang dia inginkan. Tak menyukai hal-hal yang berbau romantis dan manis.
"Apa ada yang lucu dari ucapanku?!"
"Tak ada... justru perkataanmu tadi membuatku semakin yakin untuk mendapatkanmu," ujar Richard.
Dia meletakkan kedua sikunya ke atas meja, untuk mendekatkan wajahnya ke wajah Sheryl lalu berbisik, "kau sungguh membuatku semakin tertarik denganmu." Sebuah senyum menyeringai tercetak di ujung bibir Richard.
"Oh ya?! Sayangnya aku tak akan tertarik dengan pria konyol sepertimu! Cepat selesaikan makan malammu agar aku bisa mendapatkan pistolku kembali!" tukas Sheryl menjauhkan diri dari Richard.
"Well... kita lihat saja, siapa yang akan tergila-gila nantinya," ujar Richard dengan yakin.
"Heh! Jangan bermimpi!" tukas Sheryl.
"By the way... aku tak membawa pistolmu, jadi mung—" Ucapan Richard terhenti saat wanita di sampingnya itu berdiri dengan kasar dan menatapnya kesal.
"Hei kau mau kemana?!"
"Pulang! Kau sungguh membuang waktumu! Mengikutimu namun ternyata kau tak membawanya," bentak Sheryl kesal.
Dirinya sungguh seperti orang bodoh yang mengikuti Richard tanpa mendapatkan kembali pistolnya.
Richard menyusul setelah mendapatkan dua kebabnya, dia meraih tangan Sheryl dari belakang dan memaksa Sheryl untuk menerima kebab yang dibelinya.
"Makan dan kuantar kau pulang!" titah Richard tak ingin dibantah.
Sheryl berhenti sejenak menatap tajam Richard.
"Dasar tukang memerintah!" rutuk Sherly, "hah... ya ampun! Kenapa dia begitu menyebalkan!" Sheryl menggerutu, sambil menghentak-hentakkan kakinya lalu menggigit kebab itu dengan kasar seolah Richard adalah sebuah kebab.
***
Pagi harinya....
Sheryl bangun lebih pagi dan segera mandi untuk pergi ke markas tempatnya bekerja sebagai agent rahasia. Dia dan kakaknya -Shello- menjalani hidup dengan keras semenjak kematian kedua orang tuanya.
Dia memilih berendam sejenak sambil mendengarkan musik dan membaca majalah berita. Hingga dirinya terlalu asik menikmati waktunya, tak menyadari suara pintu yang terbuka dan dimasuki oleh seorang pria.
Pria itu membawa sebuah bola karet yang ditemukan di koridor apartemen Sheryl. Dan membawanya ke tempat Sheryl karena tak melihat orang lain yang berada di koridor tersebut.
Dia mulai berbaring di atas ranjang, sambil melemparkan bola karet tersebut ke tembok. Lalu menangkapnya. Dilakukannya berkali-kali untuk membangunkan pemilik tempat yang mungkin tertidur di dalam bathup.
-
Sheryl yang akhirnya mulai merasa dingin, hendak menyudahi kegiatan malasnya itu. Dia beranjak dari bathup dan mematikan musik di earphone, lalu meletakkannya di dekat wastafel. Namun... suara pantulan sebuah benda terdengar. Dia mengerutkan keningnya curiga.
Siapa yang memasuki kamarku? batinnya bertanya.
Lantas dia memakai handuk untuk menutupi tubuhnya dan keluar dari kamar mandi. Dia mengambil pistol ditempat tersembunyi untuk berjaga-jaga.
Sheryl keluar dari kamar mandi dan melihat apa yang terjadi di luar kamar mandinya. Dia hendak menembakkan senjatanya kepada seorang penyusup. Namun dihentikan niatnya karena melihat penyusup tersebut adalah orang yang sama. Yang kemarin mengganggu waktunya.
"Hei... kau sudah selesai berendam?" tanya pria itu yang tak lain adalah Richard. Pria itu masih asik melemparkan bola karet tersebut ke dinding.
"Kau sungguh seperti penyusup! Aku akan mengganti pin pintuku nanti!" ketus Sheryl.
Richard hanya terkekeh... karena berapa kali Sheryl menggantinya, Richard akan tetap tahu berapa pin pintu apartemennya. Dia memiliki caranya sendiri.
"Untuk apa kau ke sini?! Dan apa yang kau lakukan?!" tanya Sheryl.
Dia sendiri masih enggan beranjak untuk mendekat. Mengingat keadaannya yang hanya melilitkan handuk untuk menutupi tubuh polosnya.
"Aku merindukanmu, jadi aku ke sini. Dan... Apa kau tak lihat? Aku sedang melempar bola ke dinding?" tanya Richard.
Dia menoleh menghentikan kegiatan melempar bola ke dinding. Lalu dia tersenyum seakan memiliki ide gila untuk mendapatkan sesuatu yang menguntungkannya.
"Ya aku tahu! Tapi jangan dilempar ke dinding, kau bisa mengotori dinding kamarku! Lagipula darimana kau mendapatkan bola itu?!" sergah Sheryl mulai kesal.
Karena Richard kembali melempari bola ke dinding.
"Kalau begitu tangkap ini!" seru Richard secara mendadak.
Sontak membuat Sheryl mengangkat tangannya untuk menangkap bola tersebut dan handuk yang melilit di tubuh Sheryl terlepas dan .... Yah! Richard mendapatkan apa yang dia mau.
"Wow...!" seru Richard menatap tubuh Sheryl tanpa kedip.
Sheryl yang tersadar langsung melemparkan kembali bola karet itu ke arah Richard. Lalu memakai handuknya kembali.
Namun Richard dengan sengaja menghindari lemparan bola dari Sheryl dan....
Suara prang! begitu gaduh memenuhi ruang kamar itu.
Sebuah bingkai foto terjatuh dari nakas akibat bola tersebut.
Richard dan Sheryl menoleh ke arah yang sama. Lalu keduanya sama-sama mendekat untuk melihat bingkai yang pecah berserakan di lantai.
Richard mengerutkan keningnya saat melihat sebuah foto yang menampakkan wajah ayahnya bersama dua orang yang tak dikenalnya sama sekali.
Sheryl merebutnya dengan kasar.
"Pergi! Sebelum aku sungguh marah padamu!" hardik Sheryl.
Dia berusaha menahan suaranya yang terdengar marah. Sheryl melangkah menuju kamar mandi dan menutup rapat pintu tersebut.
Richard mendekati kamar mandi karena rasa penasarannya terhadap foto tersebut.
Kenapa Sheryl mempunyai foto ayahnya?
"Sheryl... siapa orang yang ada di foto itu?! Apa kau mengenal ayahku?!" tanya Richard dari balik pintu kamar mandi.
Sheryl ikut terkejut dengan ungkapan Richard. Lantas dia bergegas memakai bathrobe dan keluar dari kamar mandi.
"Dia ayahmu?" tanya Sheryl menunjuk pria yang berdiri di tengah antara ibu dan ayahnya.
"Ya... apa kau mengenalnya?" tanya Richard.
"Dia sahabat ayah dan ibuku," jawab Sheryl.
"Mereka saling mengenal?" tanya Richard.
"Mereka bahkan sudah seperti saudara," jawab Sheryl.
Dia lalu menyingkirkan tubuh Richard dan menuju ke arah lemari pakaiannya. Mengambil baju santainya untuk dikenakan di tubuhnya.
"Keluarlah dulu dari sini, aku akan ceritakan setelah memakai baju," pinta Sheryl.
"Aku sudah melihat semuanya barusan. Jadi...." Ucapan Richard terhenti karena sebuah tatapan tajam menyenter ke arahnya.
"Okay... matamu sungguh tajam. Dan aku menyukainya," ujar Richard.
Berjalan melewati Sheryl, menatap manik mata biru itu. Namun tangannya yang jahil, sempat menarik tali bathrobe yang dikenakan Sheryl.
Hingga terbuka dan Richard kembali menggunakan kesempatan itu untuk mengintip dada bulat milik Sheryl yang putih dan mulus.
Jika saja Sheryl bukan wanita tangguh. Richard akan berani menyentuhnya dengan sengaja. Namun... Richard malah lari setelah melakukan kegilaannya itu.
"Yes!! Jackpot!" seru Richard sambil berlari keluar kamar.
"Dasar berengsek!" tukas Sheryl kesal.
"Hah! Ya ampun... aku akan membalasnya nanti! Sialan... Dia sudah menang banyak! Dasar licik!" keluh Sheryl merutuki Richard.
Richard terkekeh mendengar keluhan Sheryl yang terdengar dari balik pintu kamar.
**
-03-Richard membuat dirinya seolah pemilik apartemen Sheryl. Dia dengan santainya memakai dapur mininalis dengan nuansa hitam yang mendominasi dapur tersebut, terdapat minibaruntuk sekedar membuat minuman.Seperti yang sedang dilakukan Richard saat ini. Dia sedang membuat dua gelas kopi dan roti panggang selagi menunggu Sheryl memakai pakaiannya."Yah... dia tetaplah seorang wanita, selalu lama saat merapikan diri," gumam Richard.Hingga beberapa saat kemudian suara dari pintu kamar Sheryl terbuka, Richard menoleh dan mengangkat nampan berisi kopi dan roti, memindahkannya ke atas meja makan bundar dan memiliki empat kursi yang mengelilingi meja itu."Siapa yang mengijinkanmu memakai dapurku?!" tukas Sheryl.Richard mengedikkan bahunya. "Well... Nantinya aku akan menjadi penghuni tempat ini juga. Jadi aku mencoba membiasakan diri," jawab Richard."Siapa yang ingin menjual tempat ini padamu?!" ketus Sheryl.Richard mendekatk
04—Siang yang terik membangunkan Richard dari lelapnya. Setelah mendapat kenikmatan yang indah dari percintaannya dengan Sheryl. Keduanya sempat terlelap karena lelah.Namun Richard tak menyadari bahwa Sheryl telah beranjak dari pelukannya dan pergi dari apartemen dengan sebuah pesan ditinggalkan di nakas.Hei Bastard…! kau sudah bangun?Aku pergi sebentar untuk menemui Shello.Di meja makan sudah kusiapkan makanan untukmu, panaskan dan makanlah.-Black swan-Richard terkekeh membaca pesan singkat dari Sheryl. Merasa lucu dengan wanita yang kemarin menolak panggilan darinya.Dan sekarang… wanita itu yang menamai dirinya seperti itu.“Dasar wanita… tak suka tapi menggunakan panggilan itu juga,” gumam Richard terkekeh.Dia turun dari ranjang menuju ke kamar mandi. Berniat menyegarkan tubuh dari lelahnya kegiatan tadi pagi.Setelah terlihat lebih segar. Dia keluar dari kamar dan berniat memanaskan makanan yang Sheryl ma
—05—Sheryl menggelengkan kepalanya sambil menekan pelipisnya yang terasa pusing. Memiliki kakak yang sedemikian unik dengan keahliannya yang gila. Lalu dia harus mencoba mengenalkannya kepada Richard yang konyol dan menyebalkan.Bagaimana bisa menyatukan dua kepala yang bertolak belakang?Sementara Sheryl sendiri merasa gerah dengan tingkah Richard yang menyebalkan."Untuk apa kau mondar mandir di sana? Lebih baik kau keluar dan tunggu dia di depan. Berpura-puralah bahwa kau juga belum menemuiku. Dan meminta bantuannya untuk melewati rintangan ini!" perintah Shello semakin membuat Sheryl geram.Walau dia tetap menurutinya dengan tetap keluar dari ruang bawah tanah dan naik ke lantai atas untuk menyambut kedatangan Richard."Hah… ya ampun. Aku ini adik atau bawahannya? Bagaimana bisa dia menjadi semenyebalkan ini jika menyangkut dengan pria!" Sheryl meruntuk di sepanjang perjalanannya menuju ruangan yang tadi sempat menjadi pertarungan sengit anta
Richard dan Marco mulai melangkahkan kakinya menginjak bagian lorong jebakan tersebut. Keduanya berusaha untuk tiba lebih dulu agar memenangkan tantangan dari Shello.Pertarungan tak dapat terhindari. Keduanya berusaha menahan lawannya agar tidak tiba lebih dulu.Mereka saling mengadu keahlian memukul dan meninju wajah dan bagian tubuh lainnya. Saat keduanya mencapai titik tengah dengan aman. Tanpa menjatuhkan sebuah benda yang akan mengaktifkan tanda bahaya dan mengeluarkan laser mematikan.Hingga Marco yang sangat ingin menang, mengeluarkan sebuah belati dari balik jaketnya. Dia menodongkannya kepada Richard.Richard menepisnya hingga belati tersebut terlepas dari tangan Marco. Beruntung Richard begitu cepat menangkap belati tersebut. Dan membuat pria asal London itu menyeringai.Richard mulai menyerang menggunakan belati Marco hingga sebuah goresan tersampir di lengan Marco."Rasakan itu bodoh!" cerca Richard."Dasar bajingan tengik!" bal
Sheryl menahan pergerakkan Richard yang hendak menanyakan langsung apa yang dikatakan Shello tentang Dowson yang sulit dia temukan.Sheryl menggeleng, "aku akan menanyakannya pada Marco nanti. Percuma jika kau bertanya sekarang kepada Shello… dia tak akan memberitahumu," bisik Sheryl."Kalian sedang apa?!" tanya Shello tiba-tiba muncul di hadapan Richard dan Sheryl. Dia memicingkan matanya menyelidik.Membuat keduanya terkejut dan menjadi salah tingkah."Aku… sedang merayu adikmu!" jawab Richard ringan. Sambil menoel dagu Sheryl dan menyeringai tipis.Shello menatap tajam Richard."Di sini bukan tempat untuk berbuat mesum! Berhenti menggodanya! Dan kau Sheryl…." tatapan Shello beralih kepada Sheryl, "jangan menjadi murah karena dia seorang Dowson. Kau tak tahu apa yang bisa dilakukannya untuk mematahkan hatimu!" tukas Shello dan berlalu meninggalkan tatapan tajam menusuk kepada Richard.Richard menarik lengan Shello, menatapnya dengan selidi
Sheryl memasuki kamarnya dengan perasaan kesal. Bukan hanya sekali Shello tidak melibatkannya dalam misi. Membuat Sheryl merasa bahwa Shello tak memercayainya.Sheryl membanting tubuhnya ke atas ranjang besar di kamarnya. Dia menggunakan lengannya untuk menutup matanya. Dia memikirkan dirinya yang menjadi aneh."Mungkinkah aku hanya kesal karena Shello kembali tak mengajakku dalam misi?" Sheryl menggumam sambil menatap langit-langit kamarnya.Atau aku cemburu karena Shello akan menggunakan Richard sebagai kekasih sandiwaranya untuk membuat Leonard keluar?batinnya bertanya.Namun sedetik kemudian Sheryl menggeleng dan menepuk-menepuk keningnya. Merasa menjadi orang bodoh yang berpikir bahwa dirinya mulai menjadi melankolis karena seorang Richard.Sheryl beranjak dari baringnya hendak menuju kamar mandi. Namun sekilas matanya menangkap bingkai kecil di dekat rak serbaguna.Foto dirinya dengan Marco dan Shello bersama Leonard yang dipaksa
Shello berusaha untuk terlelap setelah melakukan diskusi singkat dengan Richard dan Sheryl. Namun semakin dia memaksakannya, semua itu malah semakin sulit untuk terlelap.Dia gusar dan takut jika rencananya kali ini kembali gagal. Lantas dia terbangun dari baringnya. Sebuah kilat dan angin kencang membuat tirai di pintu balkonnya beterbangan. Sekilas terdapat sebuah siluet tubuh yang sangat dihafalnya."Leon!" desis Shello. Beranjak dari ranjang, berlari menuju balkon kamarnya. Namun bayangan itu seketika hilang.Shello melihat ke bawah dan tak menemukan siapapun yang berlari atau bersembunyi di bawah sana.Shello tersadar akan kebodohannya yang mungkin sedang berhalusinasi akan kehadiran seorang Leonard Dowson.Dia berbalik kembali ke kamarnya dengan lunglai. Sedikit menoleh sebelum dia benar-benar menutup pintunya."Kau sungguh bodoh Shello! Mengharapkan dia kembali!" gumamnya meruntuk.Lalu dia kembali menuju ranjangnya untuk tidur, setel
Richard keluar dari kamar Sheryl dalam keadaan kesal. Hatinya merutuk menyalahkan keanehan dari sikap Sheryl.Richard memilih menceburkan dirinya ke kolam renang yang berada di atap rumah itu. Dia tak peduli jika Shello menganggapnya tamu tak tahu malu dan tak tahu diri karena memakai fasilitas di rumah itu seenaknya.Richard menceburkan dirinya lalu mulai berenang ke ujung dan kembali lagi ke tepi dalam satu tarikan napas. Matanya menatap tajam saat dia melihat Shello memasuki area kolam renang."Kau di sini rupanya?!" Shello menyapa dengan melipat kedua tangan di depan dada.Dengan pakaian serba hitam dan terlihat begitu sempurna melekat di tubuh rampingnya, dengan jaket kulit dan sepatubootseperti milik Sheryl."Aku sedang kesal dengan adikmu. Jadi aku ke sini… Ada apa?" tanya Richard.Dia keluar dari kolam dan mengambil handuk di kursi panjang. Melilitkannya di pinggang, lalu berjalan mendekati Shello.