Berlin, German.
Pada akhirnya seorang Sheryl Calla Wilfred, menyerah karena sifat keras kepala yang dimiliki pria asal London, Inggris. Bernama Richard Dowson.
Pria licik yang sialnya begitu tampan dengan tubuh atletis dan terawat, mengikutinya secara diam-diam. Lalu muncul di apartemennya lebih dulu dan seolah dia adalah penghuni tempat itu.
"Hei... Kau sudah sampai?" tanya Richard dengan santainya.
Membuat si pemilik apartemen terkejut mendengar suara berat milik Richard. Awalnya wanita berambut panjang dengan tubuh langsing itu sempat curiga dengan keadaan yang aneh di apartemen mewah yang memiliki nuansa hitam dan putih. Interior yang digunakan pun rata-rata antara perpaduan dua warna yang membuat kesal minimalis terlihat memanjakan mata.
Namun hawa seorang manusia yang seharusnya tak ada, dirasakan Sheryl begitu memasuki apartemennya itu.
Sheryl bahkan sudah mengeluarkan pistol kecil untuk berjaga-jaga jika memang seorang penyusup hendak mencelakainya.
Namun ternyata... Penyusup itu adalah Richard yang entah bagaimana bisa masuk dan secara tak sopan berbaring di ranjangnya sambil membaca sebuah buku.
"Bagaimana bisa kau masuk?!" tanya Sheryl ketus. Sambil menyelipkan kembali pistolnya di dalam sepatu boot yang dikenakannya.
Lalu dia mengikat rambutnya menjadi satu. Memperlihatkan leher jenjangnya yang putih.
Richard tak berniat menjawab... Dia hanya mengedikkan bahu lalu membuka kacamata tanpa lensa dan menutup buku ditangannya. Kedua benda tersebut hanya digunakan untuk bergaya, seolah dirinya menyukai kegiatan membosankan itu.
"Bangun dari ranjangku! Kau sungguh tak sopan! Memasuki tempat orang tanpa permisi!" tukas Sheryl.
Namun Richard kembali mengabaikannya. Dia malah berbaring dengan santai sambil merentangkan tangannya seakan sedang merilekskan dirinya.
"Hah.... Aku yakin ranjang ini akan menjadi panas saat kau ikut berbaring di sini. Kemari dan berbaringlah...," tawar Richard, seolah dia pemilik ranjang itu.
Sheryl membulatkan mulutnya tak percaya. Dia berdecak kesal dan menghampiri Richard. Bukan untuk menuruti perkataan Richard. Namun untuk menyeret keluar pria tak tahu malu itu dari kamarnya.
"Kau sungguh tak bisa diusir secara halus," kata Sheryl. Dia mengarahkan pistol kecilnya yang sempat diselipkan ke dalam boot-nya barusan.
Sheryl menempelkan ujung pistol ke dada Richard. Tepat di bagian jantung.
Sheryl menyeringai dengan tatapan yang begitu tajam menatap pria konyol yang masih santai berbaring di ranjangnya.
"Enyah dari sini, atau jangan salahkan aku jika peluruku mengenai alat pompa darahmu!" ancam Sheryl.
Richard membuka matanya dan melirik pistol Sheryl. Lalu tersenyum begitu keren.
"Smith & Wesson 686. Aku akan mengingatnya. Hah... Tapi, bisakah kau menembak hatiku saja. Jangan jantungku, karena dia selalu berdebar kencang saat kau memperlakukanku seperti ini," tutur Richard. Mengarahkan senjata Sheryl ke arah hatinya.
Sheryl menjauhkan pistolnya dari hati Richard, lalu mengarahkannya ke kepala Richard.
"Haruskah aku menembak kepalamu saja? Karena menurutku, ada atau tak ada otakmu di dalam... Tak mempengaruhi kosongnya pikiranmu!" sarkas Sheryl.
Richard terkekeh... Lalu dengan gerakan tak terbaca oleh Sheryl, dia merebut pistol dari tangan wanita di atasnya. Dan membalik posisi dengan mengarahkan pistol ke dada Sheryl yang sudah terbaring di ranjang. Dan Richard menahan tubuhnya di atas Sheryl dengan sebelah tangan.
"Caramu memperlakukanku sungguh tak terduga. Begitu menantang dan berbeda dari wanita lain. Tapi, justru itu yang membuatmu begitu menarik!" puji Richard mendesis lalu menyeringai.
"Kau—" Ucapan Sheryl tertelan kembali.
Richard menciumnya... Lagi! Walau hanya sepersekian detik. Pria itu lalu beranjak. Membawa pistol Sheryl, berniat menjadikan itu benda kesayangannya.
"Hei! Kembalikan pistolku!" pinta Sheryl.
Richard menoleh dan mengarahkan senjatanya ke atap langit-langit kamar. Terlihat beberapa balon yang mengambang di udara.
Sheryl bahkan tak menyadari adanya balon-balon berwarna biru tua berada di sana.
Richard menembakkan beberapa balon dengan pistol milik Sheryl, membuat isinya keluar. Berupa kelopak bunga berwarna merah turun menghujani Sheryl. Lalu selembar kertas turun tepat ke hadapan wanita yang terpukau dengan kejutan yang dibuat Richard.
"Datanglah ke tempat yang dituliskan dikertas itu... Gunakan gaun baru yang ada dilemarimu. Kutunggu kau jam delapan malam ini," perintah Richard.
Sheryl membuang kertas tersebut tanpa mau membacanya. "Untuk apa aku datang! Maaf sekali... Aku tak ingin menerima ajakkan kencanmu!" tolak Sheryl.
Richard terkekeh, "heh... Siapa yang mengajakmu kencan!" ejek Richard.
"Lalu harus kusebut apa?!" tukas Sheryl.
"Bukankah kau meminta pistolmu kembali?" tanya Richard mendapat tatapan tajam dari Sheryl. "So... Berusahalah untuk mendapatkannya nona Wilfred!" timpal Richard.
Dia beranjak setelah menembakkan satu balon lagi. Hingga menjatuhkan sebuah kalung tepat melintas di depan wajah Sheryl dan turun ke telapak tangan wanita itu.
"Pakai itu juga!" pinta Richard untuk terakhir kalinya.
Lalu dia benar-benar menghilang dari balik pintu. Membiarkan Sheryl mengerutkan keningnya sambil berdecak kesal tanpa tahu... Sebuah kamera sedang memantaunya.
Dan Richard... Memerhatikannya dari layar ponsel sambil berjalan menuju lobby untuk mempersiapkan diri kembali ke tempat penginapannya.
-
Sheryl menatap kalung berbentuk swan yang terjatuh dari pecahan balon terakhir.
Dia terkekeh menatap kalung indah itu. Lalu ia mencari kertas yang sempat dibuang olehnya barusan.
Mulai saat ini... Kau adalah seekor angsa hitam. Layaknya seekor angsa... Kau begitu cantik dan elegan. Namun kenapa berwarna hitam? Karena kau juga pandai menipuku dengan merubah dirimu menjadi laki-laki.
Temui aku di restaurant favoritemu jam delapan malam.
See you, Black Swan.
-Dowson-
Sheryl berdecak dan menggelengkan kepalanya. "Hah! Dasar sinting! Dia pikir aku akan tersentuh dengan benda murahan seperti ini? Ditambah dengan kata-kata manis yang membuatku muak membacanya!" rutuk Sheryl.
Dia beranjak dari duduknya menuju lemari pakaiannya. Membuka pintu lemarinya, dan memperlihatkan sebuah gaun indah berwarna hitam yang berkilau.
Sheryl membulatkan mulutnya. Sebelah tangannya memijit pelipisnya karena semakin pusing dengan gaun yang diberikan Richard.
"Oh ya ampun... Aku bisa ditertawakan. Saat orang yang mengenalku, melihatku mengenakan gaun ini!" keluh Sheryl.
Dia kembali menutup pintu lemarinya, lalu berniat mandi.
Namun niatnya terhenti saat dia melirik koper dan beberapa barang bawaannya saat dia baru tiba di apartemennya.
Sheryl menghela napasnya kasar, melihat jam di pergelangan tangan kirinya.
"Hah... Masih sempat untuk membereskan pakaian," kata Sheryl.
Dia mengambil koper dan mulai membereskan barang-barang bawaannya.
Meletakkan beberapa bingkai foto yang dia bawa kemanapun dia berpindah tempat.
Satu foto berisi dirinya dan kakaknya -Shellomytha Celine Wilfred- yang ahli dalam meretas segala sesuatu. Dan memiliki keahlian menggunakan sebuah pedang samurai.
Satu foto lagi terdapat foto kedua orang tuanya bersama seorang sahabat sekaligus panutannya selama ini hingga membuatnya menjadi seorang sniper seperti sekarang.
Namun sayang... Ketiga orang yang berada di dalam foto tersebut telah tiada. Itu sebabnya... Sheryl terus menyamar dan menyusup ke tempat-tempat para mafia berkumpul, dengan menjadi pengawal pribadi orang hebat di dalam bisnis gelap.
"Hah... Maafkan aku, Dad... Mom, sampai saat ini aku belum bisa menemukan siapa dalang dibalik kejadian itu. Namun aku dan Shello berjanji akan menemukannya," sesal Sheryl.
Dia mengusap foto tersebut dan terus menatap sampai setetes airmata terjatuh di atas bingkai tersebut. Sheryl mengusapnya dan meletakkan bingkai tersebut di sebelah bingkai dirinya dan kakaknya.
Lalu dia kembali menatap pria paruh baya yang berada di tengah antara ayah dan ibunya. Pistol yang dibawa Richard adalah pemberian dari pria itu. Sebagai hadiah untuknya karena berhasil menyelesaikan tantangan yang dibuat untuknya dan Shello.
Sheryl kembali mengingat Richard yang begitu menyebalkan. Sudah berapa hari ini dia mengganggu harinya semenjak tahu dirinya seorang wanita.
"Hah! Dasar pria sialan! Menyusahkan saja!" geramnya kesal lalu menghentakkan kakinya menuju ranjang sambil menggerutu, "hah... Harusnya aku bisa bersantai sekarang!" rengek Sheryl melemparkan tubuhnya ke atas ranjang.
Sedetik kemudian dia bangun lagi. Mengambil mini dress berwarna hitam di dalam lemari, dan memasukannya ke dalam paper bag bersama dengan kalungnya.
Sheryl beranjak mandi setelah membereskan pakaiannya yang lain. Lalu dia bergegas menuju restaurant favorite yang dikatakan Richard.
Sheryl tak perlu bertanya lagi bagaimana Richard bisa tahu semua itu. Dia yakin pria sinting itu sudah mencari tahu semua data lamanya melalui nama aslinya.
Dan sekarang... Sheryl siap berangkat tanpa menggunakan dress dan kalung yang diberikan Richard.
"Hah... Dia pikir aku akan luluh dengan dress manis itu?!" Sheryl memutar bola matanya malas, saat mengingat mini dress hitam dilemarinya. "Hiih... Sungguh menggelikan!" Sheryl merutuk. Sambil menggelengkan kepala.
Lalu dia beranjak dari apartemen dengan paper bag berisi gaun dan kalung. Berniat mengembalikan barang tersebut kepada pemberinya.
***
Richard memperhatikan jam di pergelangan tangannya. Rasanya baru menunggu lima menit saja seperti sudah menunggu selama lima jam.
"Dia pasti sengaja ingin membuatku menunggu! Dasar wanita jadi-jadian!" rutuk Richard.
Terlihat dari dinding kaca, Sheryl tiba dengan motor Harley Davidson kesayangannya.
Seketika Richard memiliki ide untuk membuat wanita itu pulang bersamanya nanti.
Lantas dia memanggil pelayan dan meminta manager restaurant untuk memanggil penarik derek. Agar motor Sheryl diangkut setelah wanita itu memasuki restaurant.
Tak berapa lama Sheryl masuk ke dalam restaurant. Richard berdecak melihat penampilan wanita itu.
"Ck! Sudah kuduga dia tak akan memakainya. Ya... Itu artinya, aku memiliki alasan untuk tak mengembalikan pistolnya. Dengan begitu... Aku bisa mengganggunya terus," gumam Richard.
Matanya tak lepas menatap Sheryl yang berjalan angkuh ke arahnya. Begitu juga Sheryl yang menatap nyalang dirinya. Seakan kesal harinya diganggu.
Walau memang begitu kenyataannya.
Hingga wanita itu tiba di hadapannya, meletakkan sebuah paper bag ke atas meja.
"Ambil kembali gaun dan kalung bodohmu itu! Jadi... Kembalikan barang milikku! Anggap saja kita barter," usul Sheryl.
"Aku tak merasa memiliki barang yang kutitipkan padamu, aku membelinya memang untukmu. Jadi... Apa yang kau sebut barter itu, tak adil. Lagipula...." Richard sengaja menggantung kalimatnya.
Dia meneliti penampilan Sheryl dari atas hingga ke bawah.
"Apa kau tak salah memakai pakaian seperti itu ke dalam restaurant ini?" ejek Richard.
Sheryl melihat dirinya sendiri. Merasa tak ada yang salah dari pakaiannya. Karena Sheryl memang sengaja mengenakan pakaian serba hitam dengan celana pendek dan lagging, serta sweater hitam yang membuatnya lebih percaya diri.
"Well... Menurutku tak ada yang salah, selama aku masih memakai pakaian lengkap," jawab Sheryl, "cepat kembalikan saja pistolku!" desis Sheryl dengan suara tertahan.
Richard terkekeh mendengarnya. Dia mengangkat tangan memanggil pelayan untuk mendatanginya.
"Yes, Sir. Apa makanannya ingin di keluarkan sekarang?" tanya pelayan yang menghampiri dengan segera.
"Ya... Untuk berikan ke meja di ujung sana. Kau lihat... Sepasang kakek dan nenek yang hendak memesan makanan?" tunjuk Richard pada orang yang dimaksud.
"Ya, Sir. Anda ingin semua pesanan anda diberikan kepada pasangan itu?"
"Ya... Berikan saja yang sudah kupesan kepada mereka. Aku akan tetap membayar tagihannya," pinta Richard.
Lalu dia berdiri dan menarik Sheryl bersama paper bag-nya untuk keluar dari restaurant tersebut.
"Baiklah, Sir. Terima kasih atas kunjungan anda," ucap pelayan tersebut memberi jalan kepada Richard dan Sheryl.
-
Richard menarik Sheryl menuju mobil sport-nya yang berwarna hitam yang diparkirkan di depan restaurant tersebut. Namun baru sampai di samping mobil, wanita itu menghempaskan genggaman tangan Richard.
"Katakan saja kau ingin membawaku kemana?! Aku membawa motor....ku—" Ucapan Sheryl terhenti saat sebuah truk pengangkut melintas di depannya dengan membawa serta motornya.
"Hei... Kenapa motorku diangkut?! Hei truk bodoh! Berhenti!" teriak Sheryl hendak mengejar truk pengangkut tersebut.
Namun Richard menahan Sheryl dengan mobilnya yang berhenti di hadapan wanita itu.
"Butuh tumpangan Miss.Wilfred?" tanya Richard.
"Ini pasti ulahmu kan?" tanya Sheryl kesal.
"Kalau iya... Memang kenapa?" tanya Richard terdengar seperti menantang.
Sheryl memejamkan matanya sejenak. "Dasar otak udang! Bagaimana aku pulang jika kau mengangkut motorku?!" hardik Sheryl kesal.
"Hei... Bukan aku yang mengangkut... Tapi truk itu. Aku justru menawarkanmu tumpangan!" balas Richard semakin membuat Sheryl kesal. Karena pria itu memutar-mutar ucapannya.
Dengan terpaksa Sheryl masuk ke dalam mobil sambil merutuk, "dasar licik! Lihat saja... Aku akan membalasmu!" ancam Sheryl menatap tajam.
Richard terkekeh mendengar ancaman Sheryl. "Aku menunggu pembalasanmu..., Black Swan!" ejej Richard dan mulai menjalankan mobilnya membela jalanan.
Sheryl menoleh dan menatap tajam Richard yang memanggilnya seperti itu.
**
_EPILOG_Richardberdiam menatap pergerakan Sheryl yang sedang sibuk ke sana ke sini. Mencari-cari gaun yang cocok untuk dikenakan wanita itu.Ini adalah salah satu cara Richard untuk tetap bisa berada dekat dengan Sheryl, walau tetap hanya dalam jarak yang tak kurang dari satu meter. Setidaknya, ia masih bisa melihat wanita itu.Di sebuah butik terlaris di kota London tepatnya di kawasan Knightsbridge. Sebuah kawasan pemukiman elit dan retail eksklusif di London barat. Tempat ini disebut sebagai rumah bagi toko-toko mahal dari fashion inggris dan international. Termasuk department store terbesar di inggrisharrodsdan departmentharvey nichols.Bisa dikatakan semua itu sangat berlebihan bagi Sheryl. Namun baik Ibu dan Anak itu tak memikirkan masalah biaya. Apalagi semua ini demi pernikahan mereka… Richard hanya ingin memberikan yang terbaik bagi wanitanya saat ini.Dan
_THE END_ Tiga hari kemudian... Setelah para wanita beraksi meyakinkan Sheryl... Dan mereka mendapatkan kegagalan yang sama. Sheryl sama keras kepalanya dengan Richard. Hingga Kingswell harus kembali turun tangan demi memaksa Sheryl untuk menemui Richard. Sheryl yang merasa berhutang budi kepada Kingswell, terpaksa menuruti perintah Kingswell untuk menemui Richard. Maka dari itu… disinilah Sheryl. Berdiri di hadapan pria yang memunggunginya menatap jendela kaca yang terbuka, membiarkan udara masuk ke dalam kamarnya. Menghembuskan angin ke kulit tubuh liatnya yang tak mengenakan apapun. Begitu juga dengan Sheryl yang melipat kedua tangan di depan dadanya. Merasakan hembusan angin yang bertiup menerpa kulit wajah dan menerbangkan rambut yang digerai ke belakang bahunya. "Richard… aku hanya akan menjelaskannya sekali, kau harus mengerti keadaanku…. Aku-" "Aku mengerti, Sheryl…." Richard memotong ucapan Sheryl. Dia berbalik dan menatap dingin wanita itu. Bagaimana ia tak mara
—44— Sheryl melongo tak percaya melihat Richard yang bertingkah menyebalkan seolah tak terjadi apapun. Ditambah dengan ucapannya yang mampu membuatnya menyesal telah menangisi pria itu beberapa malam terakhir. Sheryl mengedipkan matanya berkali-kali saat Richard menyuruhnya istirahat. "What the he—" "Hei… ini tempatku… kenapa kau bertingkah seolah aku yang menumpang disini?!" tukas Sheryl. Melangkah dengan tergesa mengejar Richard sebelum pria itu menutup pintu kamarnya. Rasanya ia sangat ingin memberikan satu tamparan lagi untuk menyadarkan pria tersebut. “Kau! Sungguh tak tahu malu! Bisa-bisa nya kau bertingkah seolah tak ada yang terjadi, bahkan beberapa menit sebelumnya. Kau datang dan mengungkapkan penyesalanmu. Aku tak percaya jika seperti ini tingkahmu!” Sheryl menukas bertubi-tubi. Hingga tanpa sadar dirinya telah masuk ke dalam kamar dan pintunya sudah ditutup rapat saat Richard memutari dirinya ketika Sheryl menunjuk Richard menggunakan telunjuknya. Lalu pria menyebal
—43—Richard bergegas setelah limosin Jjonathan keluar dari gerbang rumahnya beberapa menit setelahnya.Dia memakai mantel nya dan beranjak keluar menggunakan helikopternya. Membelah langit yang cukup mendung namun tak menyurutkan semangatnya untuk mencari wanitanya.Sialan kau Nathan! Ucapanmu seperti mantra di kepalaku, berputar terus berulang-ulang. membuat telingaku berdengung!batin Richard.Ia mulai mengudara menggunakan helikopter. Dia berniat mencari Sheryl ke Rusia. Tempatnya dulu bermalam saat misi bersama dengan Sheryl untuk pertama kalinya.Richard teringat, setelah kedatangan Jonathan ke rumah. Mengingat pertemuannya dengan Sheryl ketika mereka membantu Jonathan menyerang kakeknya sendiri.Selama beberapa hari ini… bukan Richard tak mencari keberadaan Sheryl… Dia mencarinya, beberapa hari setelah kepergian ayah dan ibunya. Namun Sheryl telah pergi dari kediaman Wilfred di
—Special Part—_From Extra Part 2__Dari novel My Dangerous Secret_Sebuah jasa seorang sahabat, tak akan pernah bisa dibayar dengan uang atau apapun yang berharga di dunia ini. Setiap pengorbanan harus dibayar dengan pengorbanan juga.Sahabat yang tak meminta balas budi. Namun sahabat lainnya ingin membalas budi. Begitu-lah prinsip hidup seorang Jonathan Walz.Dia berhutang banyak kepada Richard. Sahabat konyolnya yang saat ini sedang butuh pertolongannya. Seorang playboy dari London, mulai tersesat oleh perasaan cinta.Membutakan mata dan hatinya. Membuat seorang Dowson menjadi bodoh.Sheryl Calla Wilfred, wanita yang sempat menyamar sebagai David -pengawal pribadi Kingswell-. Nyatanya mampu membuat Richard bertekuk lutut, hingga sebuah pengkhianatan membuat sahabatnya begitu murka.Dan saat ini... Hanya Jonathan yang dibolehkannya masuk ke dalam kamarnya. Karena menu
—42—Richard menatap punggung Sheryl yang berjalan kembali menghampiri keluarganya. Tatapannya begitu lekat hingga dia tak menyadari kehadiran keponakannya yang begitu pandai membaca situasi. Anna memiringkan kepalanya demi mendapat perhatian Richard agar menoleh ke sampingnya tepat di mana ia berdiri sambil bersedekap dada."Aku sungguh heran dengan masalah orang dewasa, jika memang tak bisa melepaskan orang yang dicintainya. Mengapa harus dipaksakan untuk berpisah?!" sindiran Anna kali ini sukses membuat Richard menoleh.Dengan tatapan sinis Richard memicingkan matanya kepada Anna yang menatap Sheryl."Hei... Anak kecil, tahu apa tentang urusan orang dewasa?!" tukas Richard."Aku tahu. Karena selama ini, daddy Leon dan ibuku... Tak pernah bersikap seperti kedua orang tua temanku yang lain. Mereka hanya saling menjaga untuk membuatku berpikir bahwa mereka adalah orang tuaku.""L