Rommy mengetuk kamar Zahra beberapa kali untuk membangunkan putrinya itu, tapi belum juga ada jawaban. Ia mulai khawatir terjadi sesuatu dengan putri tirinya itu mengingat apa yang sering terjadi sebelumnya. Ia pun mencoba membuka pintu kamar Zahra yang ternyata dikunci dari dalam.
Rommy heran karena tidak biasanya Zahra tidur dengan pintu kamar terkunci. Untungnya, dirinya selalu antisipasi dengan menyediakan kunci cadangan. Tanpa pikir panjang, Rommy mengambil kunci cadangan yang ia simpan di lemari penyimpanan khusus dakam kamarnya.
Perasaannya sudah tak karuan saat kembali melangkah cepat ke kamar Zahra dan membuka pintunya. Kamar Zahra gelap karena semua korden masih tertutup rapat hingga Rommy pun menyalakan lampu terlebih dahulu sebelum melangkah ke jendela dan membuka semua kordennya. Setelahnya, ia membalikkan badan dengan maksud membangunkan Zahra, tapi pemandangan di tempat tidur yang ia lihat sungguh membuatnya terkejut.
Rommy tak perlu bert
Tangan mereka saling bertautan saat berjalan beriringan untuk menyapa kerabat dan Sabahat yang datang di acara resepsi pernikahan sederhana mereka ini. Resepsi yang diadakan secara dadakan oleh ayah mereka, Rommy dan Aidan. Bertempat di sebuah resort di pinggiran kota Batam yang berhadapan langsung dengan negara Singapura.Siang ini, rombongan sahabat dan keluarga mendarat di bandara Hang Nadim dan langsung menuju ke resort yang sudah dibooking seluruhnya. Kamar-kamar pun sudah dibagi dan sore ini, perayaan mereka digelar outdoor di dermaga resort. Suara debur ombak, suasana senja dan kelap kelip lampu dari Singapura yang terlihat jelas menjadi latar yang sangat untuk acara ini.Aaro membimbing Zahra untuk mengucapkan terima kasih atas kehadiran dan doa yang diberikan oleh keluarga dan sahabat-sahabat keluarga mereka. Sungguh membahagiakan mereka semua bisa hadir meski undangan yang dikirim ayahnya begitu mendadak. Bukan undangan, teta
"Jadi, kau memutuskan untuk menerima pinangan Dana?!" Aaro meledak marah karena saat dirinya pulang dari futsal, di rumahnya sudah ramai tamu. Mereka adalah rombongan keluarga Dana yang ternyata sedang melamar adik bungsunya, Alea.Alea menundukkan kepala tak berani menatap sang kakak. Ia tahu dirinya telah mengingkari janji sehidup semati mereka, tapi dirinya mempunyai alasan kuat untuk itu dan tak bisa menjelaskannya kepada Aaro ataupun keluarganya yang lain."Ada apa?! KENAPA TIBA-TIBA MEMUTUSKAN UNTUK MENIKAH TANPA PERSETUJUAN DARIKU, LEE?!""Ma-maaf, Kak." Hanya itu yang mampu Alea ucapkan. Ia tahu Aaro pasti kecewa dan terpukul dengan keputusannya ini, tapi ia yakin ini adalah yang terbaik untuk semua.Aaro berjalan mondar-mandir di kamar Alea seraya mengacak-acak rambutnya frustrasi. Ia memeras otak mencari cara untuk melarikan Alea. Pernikahan ini tidak boleh terjadi. Bagaimanapun caranya, dirinya akan berusaha untuk membatalkan pertunangan
Kemeriahan pesta pernikahan Alea Blackstone dan Dana Ryan Nugraha semakin membuat hati Aaro sakit. Mungkin, dirinya adalah satu-satunya orang yang tidak merestui pernikahan kedua mempelai. Sampai kapan pun, Aaro akan mengingat rasa sakit ini. Sakit karena dikhianati. Alea, gadis yang ia cintai sejak lama yang juga merupakan adik kandungnya telah memilih untuk menikah dengan pria lain.Aaro duduk menjauh dari keluarganya di sudut ruangan yang tersembunyi seraya menatap geram ke arah pelaminan. Kedua tangannya mengepal erat untuk menahan diri agar tidak mengacaukan acara pesta. Namun, jika saja diizinkan, dengan senang hati dirinya akan berlari ke arah pelaminan dan membawa kabur Alea, seperti kakak keduanya yang membawa kabur pengantin wanita orang lain.Aaro mendengus keras membayangkan kemungkinan dirinya menghambur ke arah pelaminan dan membunuh suami Alea, tapi itu tidak akan mungkin terjadi karena Aidan Blackstone—ayahnya—beserta keempat
"Shit!" Aaro mengumpat pelan.Saat ini, Aaro sedang berada di dalam sel tahanan sementara di kantor polisi. Ia menarik napas panjang kemudian mengembuskannya dengan keras ketika melihat seorang petugas polisi menunjuk ke arah selnya. Bukan polisi itu yang membuatnya kesal, tapi rombongan keluarganya yang membuat dirinya seperti mendapat mimpi buruk.Seketika Aaro berdiri dari duduknya dan melangkah ke pagar jeruji untuk menyambut kedatangan keluarganya. Firasatnya mengatakan jika akan ada kejadian buruk yang menimpa dirinya. Apalagi ketika melihat ekspresi datar dan dingin ayahnya yang saat ini berjalan mendahului anggota keluarga yang lain menghampiri sel tahanannya."Ayah, Aaro bersumpah tidak melakukan apapun! Ini salah paham!" Aaro berusaha menjelaskan begitu sang Ayah sudah berdiri di depan sel tahanannya."Namamu Zahra?" Bukannya menjawab sang putra, Aidan Blackstone—ayah Aaro—justru mengarahkan
Zahra memandang berkeliling kamar perawatan ibunya di rumah sakit. Bukan hanya bisa dibilang bagus, tapi sangat mewah. Di sudut ruangan terdapat sebuah kitchen set dengan desain elegan dilengkapi lemari pendingin dua pintu berukuran besar. Tak hanya itu, di sana juga terdapat satu set meja makan berbentuk persegi dengan sebuah kursi bersandaran tinggi di setiap sisinya.Di sudut lain ruangan, Zahra melihat sebuah ruangan lain dengan pintu geser yang sedang terbuka. Dari tempatnya duduk saat ini, ia bisa melihat di dalam ruangan itu terdapat sebuah tempat tidur berukuran single untuk penunggu pasien. Sementara di depan pintu geser itu pun disediakan satu set sofa berwarna khaki dengan meja oval di tengahnya untuk menerima tamu yang datang menjenguk.Zahra mengembuskan napas panjang melihat semua kemewahan ini. Ia tak bisa membayangkan berapa tarif di dalam kamar ini per harinya. Bahkan mungkin gajinya sebagai pelayan di kela
Setelah menghentikan mobilnya di bawah sebuah pohon rindang depan gedung perkuliahan Zahra, Aaro mengirim pesan kepada istrinya itu untuk memberitahu bahwa dirinya sudah sampai di depan dan meminta gadis itu supaya bergegas.Sebetulnya Aaro enggan sekali dengan urusan jemput menjemput ini. Namun apa daya, jika sudah kepala suku yang memberi titah, maka itulah yang harus dilaksanakan. Di sinilah ia sekarang, menjemput Zahra kemudian mengantar gadis itu ke kelab untuk mengemasi barang-barangnya karena mulai sekarang dia akan tinggal di kediaman Blackstone.Aaro menarik napas panjang seraya memejamkan mata. Sampai detik ini, dirinya masih menyesali pernikahan Alea, tapi anehnya beberapa hari belakangan ini semenjak dirinya disibukkan dengan urusan Zahra dan ibunya yang berada di rumah sakit, dirinya hampir tak memiliki waktu untuk memikirkan Alea. Bahkan rasa sakit karena ditinggal menikah oleh Alea pun sudah tak sesakit sebelumnya. Semua i
Zahra mendesah dengan bahu terkulai. Hari ini adalah hari bersejarah yang tidak akan pernah ia lupakan seumur hidupnya. Akhirnya, ia dan ibunya bisa meninggalkan kelab yang merupakan impian dan cita-cita mereka sejak lama. Meski tidak tinggal bersama, tapi Zahra tetap merasa bersyukur karena setelah ini, ibunya tak perlu lagi menderita dan mendapat perlakuan buruk dari orang-orang di kelab.Awalnya, Zahra merasa berat untuk berpisah dengan ibunya. Ia menangis dan memaksa untuk ikut tinggal bersama dengan ibunya, tapi ibunya menolak dengan alasan Zahra sudah memilik suami dan wajib mengikuti suaminya. Selain itu, ruko yang disediakan oleh keluarga Blackstone untuk ditempati ibunya juga jaraknya terlalu jauh dengan kampus Zahra.Zahra mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kamar. Saat ini, ia sudah berada di kamar Aaro atau bisa dibilang sekarang ini juga kamarnya. Sesaat tadi dirinya sempat mengira bahwa Aaro menunjukkan ruangan yang sa
Zahra meratakan bedak bayi ke seluruh wajah dan memoleskan sedikit lipgloss warna untuk membuat wajahnya yang pucat agar terlihat lebih segar. Ia menatap bayangan wajahnya sendiri dalam cermin yang balas menatapnya dengan ekspresi murung. Hatinya masih sakit dengan tuduhan yang diarahkan Aaro padanya semalam. Besar kepala, sok ikut campur dan berusaha menggantikan posisi Alea di hatinya?Andai Aaro tahu bahwa dirinya juga tidak menyukai pernikahan ini.Memang awalnya Zahra menerima pernikahan ini dengan penuh rasa syukur karena selain bisa terbebas dari kehidupan di kelab, ayah mertuanya juga mengatakan akan mengambil alih segala bentuk tanggung jawab atas dirinya dari ibunya. Tentu saja Zahra merasa senang karena itu berarti dirinya tak perlu membebani ibunya lebih lama lagi. Ia ingin ibunya bisa merasakan kebebasan untuk bahagia. Namun, ucapan Aaro semalam membuat Zahra sadar bahwa tidak seharusnya dirinya memanfaatkan pernikahan ini.