Share

Pernikahan Dadakan

"Shit!" Aaro mengumpat pelan.

Saat ini, Aaro sedang berada di dalam sel tahanan sementara di kantor polisi. Ia menarik napas panjang kemudian mengembuskannya dengan keras ketika melihat seorang petugas polisi menunjuk ke arah selnya. Bukan polisi itu yang membuatnya kesal, tapi rombongan keluarganya yang membuat dirinya seperti mendapat mimpi buruk.

Seketika Aaro berdiri dari duduknya dan melangkah ke pagar jeruji untuk menyambut kedatangan keluarganya. Firasatnya mengatakan jika akan ada kejadian buruk yang menimpa dirinya. Apalagi ketika melihat ekspresi datar dan dingin ayahnya yang saat ini berjalan mendahului anggota keluarga yang lain menghampiri sel tahanannya.

"Ayah, Aaro bersumpah tidak melakukan apapun! Ini salah paham!" Aaro berusaha menjelaskan begitu sang Ayah sudah berdiri di depan sel tahanannya.

"Namamu Zahra?" Bukannya menjawab sang putra, Aidan Blackstone—ayah Aaro—justru mengarahkan pandangannya ke sudut belakang sel tahanan di mana seorang gadis tengah duduk meringkuk sambil memeluk lututnya. 

Zahra yang sedang merebahkan kepala di atas lututnya yang ditekuk pun mendongak ketika mendengar namanya disebut. Matanya membuka lebar saat melihat seseorang pria berbadan tegap dengan wajah dipenuhi bekas luka sedang menatap tajam dirinya. Dahinya mengerut untuk mengingat siapa pria itu, karena dirinya merasa tidak mengenal pria itu, tapi mungkin saja dia adalah salah satu pelanggan di kelab. Di samping pria itu, berdiri seorang wanita muda yang terlihat kalem dan baik hati sedang tersenyum lembut ke arahnya. Meski tersenyum, Zahra masih bisa melihat sisa-sia air mata di wajah wanita itu.

"Aku Aidan Blackstone dan ini istriku Carmila." Aidan tersenyum tipis seraya memperkenalkan diri. "Saat ini ibumu sedang berada di rumah sakit," ia menambahkan.

"Ibu?!" Zahra terkejut dan seketika berdiri menghampiri Aidan. "Apa yang terjadi? Ada apa dengan ibu saya?"

"Tidak ada yang serius. Ibumu hanya pingsan, tapi kami sudah membawanya ke rumah sakit dan untuk sementara ini, ibumu memerlukan banyak istirahat." Carmila menjelaskan sambil mengulurkan tangannya masuk ke dalam sel untuk mengusap lembut lengan Zahra. Ia mendesah pelan ketika mengingat kembali ucapan dokter mengenai kondisi ibu Zahra. Memang tidak ada yang serius, tapi dokter menemukan beberapa kejanggalan saat melakukan pemeriksaan dan menyimpulkan bahwa ibu Zahra pernah atau bahkan sering mengalami penyiksaan secara fisik. Namun, Carmila tak sampai hati untuk mengatakan hal itu pada Zahra. 

"Dia hanya kelelahan dan terlalu terkejut ketika mengetahui putrinya dibawa ke kantor polisi. Jangan terlalu khawatir."

Zahra mengembuskan napas lega. "Syukurlah. Ehh ... te-terima kasih banyak. Maaf, kalau boleh tau, Anda berdua siapa? Teman ibu atau pelanggan di kelab?"

"Kami orang tua Aaro." Aidan memiringkan kepalanya sedikit ke arah sang putra.

"Aaro?" Kepala Zahra menoleh ke samping, ke arah pemuda yang tadi sudah menolongnya di kelab, tapi justru mengalami nasib sial karenanya. Seringai sinis pemuda itu menjelaskan bahwa dialah yang bernama Aaro. Ia pun buru-buru mengalihkan pandangannya dan kembali menghadap orang tua Aaro. "Ehm, sekali lagi terima kasih banyak sudah menolong ibu saya."

Carmila mengangguk sambil tersenyum menenangkan. "Sama sekali bukan masalah. Kami senang bisa membantu." Matanya menatap iba gadis di hadapannya itu. Saat di rumah sakit tadi, dirinya ikut mendengarkan laporan Damian—orang kepercayaan keluarga Blackstone—mengenai latar belakang Zahra dan ibunya. Sungguh, dirinya tak sampai hati membayangkan kehidupan yang harus dialami oleh Fatma—ibu Zahra.

Fatma berasal dari desa yang jauh dan terpencil. Saat usianya baru 16 tahun, ia datang ke kota untuk mengadu nasib atas ajakan salah seorang kerabatnya yang telah sukses di kota. Awalnya, kerabat Fatma mengatakan bahwa majikannya sedang membutuhkan tambahan pekerja di rumahnya. Dia juga berkata bahwa gaji yang akan diterima Fatma cukup besar, sangat cukup untuk menyokong kehidupan keluarganya di kampung bahkan berlebih.

Setelah sampai di kota, ternyata yang terjadi jauh sekali dari bayangan Fatma. Kerabat yang berjanji untuk mencarikan pekerjaan justru menjual Fatma kepada salah seorang mucikari di tempat pelacuran yang cukup elit di kota.

Awalnya, Fatma masih berusaha kabur, tapi akhirnya tertangkap dan langsung dijual kepada seorang pengusaha asal Pakistan untuk dijadikan simpanan selama pengusaha itu berada di negara ini. Karena tidak memiliki pengalaman dan pengetahuan yang cukup tentang hubungan biologis dan dampaknya, akhirnya Fatma pun hamil Zahra. Namun, saat dirinya mengetahui tentang kehamilannya, pria itu sudah kembali ke negaranya dan tak pernah kembali lagi sampai saat ini.

Di tengah kebingungannya karena hamil tanpa memiliki suami sah, seorang Mama dari sebuah rumah pelacuran menawarkan bantuan kepada ibu Zahra. Melihat kecantikan Fatma yang pastinya merupakan aset berharga untuk bisnisnya, dia bersedia menampung dan membiayai semua kebutuhan Fatma selama hamil, asalkan setelah anaknya lahir, Fatma bersedia menjadi salah satu pekerja seks di tempatnya dan perjanjian itu harus tertulis di atas materai agar Fatma tidak bisa ingkar.

Fatma tak memiliki pilihan, selain tidak memegang uang sama sekali dan tidak memiliki tempat tinggal, ia berpikir jika pulang ke kampung pun justru akan menimbulkan aib bagi keluarganya. Akhirnya, ia menyutujui penawaran Mama itu dengan syarat, dirinya tetap diizinkan untuk merawat Zahra bersamanya.

Sekuat tenaga, Fatma selalu mengusahakan yang terbaik untuk Zahra. Fatma tidak ingin hidup sang putri berakhir seperti dirinya. Oleh karena itu, ia pun terus mendorong sang putri agar bisa menyelesaikan pendidikannya sampai jenjang kuliah. Tak jarang, dirinya rela melayani dua atau tiga pria sekaligus dalam semalam untuk mendapatkan penghasilan lebih agar bisa membayar biaya sekolah sang putri.

Tak hanya itu, Fatma juga rutin melakukan perawatan terhadap tubuhnya agar tetap menarik dan laku untuk dijual sampai saat nanti sang putri berhasil lulus kuliah dan mendapat pekerjaan yang layak. Namun, ketika mengetahui sang putri yang ia harapkan kesuksesannya justru terjaring razia dan dibawa ke kantor polisi karena berbuat mesum bersama seorang pemuda di kelab, Fatma seperti kehilangan pegangan hidup. Tujuan utama hidupnya selama ini telah pupus dan dirinya sudah tak sanggup lagi untuk terus menjalani pekerjaan kotornya di kelab. Hal inilah yang membuatnya begitu terpukul hingga tak sadarkan diri dan dilarikan ke rumah sakit.

Carmila mengusap setitik air mata di sudut matanya kemudian kembali tersenyum pada Zahra. "Setelah ini, semua akan baik-baik saja. Percayalah padaku dan suamiku." Ia menoleh ke arah sang suami sambil mengangguk samar.

"Kalian tahu bahwa penggerebekan di kelab tadi diliput oleh media?" Aidan bertanya sambil menatap bergantian Aaro dan Zahra.

"Ayah, ini semua salah paham!" Aaro berkata frustrasi, berharap sang ayah bisa memercayai dirinya.

"Ayah ingin sekali percaya padamu Aa, tapi bagaimana jika gambar yang tersebar di media seperti ini?" Aidan menyerahkan selembar foto kepada Aaro.

"Ini tidak mungkin!" Aaro syok melihat gambar yang ditunjukkan sang ayah padanya. Foto itu menampilkan gambar dirinya yang sedang berbaring di atas tempat tidur, sementara Zahra berada di atas tubuhnya. Memang sekilas terlihat intim, tapi kejadiannya sama sekali tidak seperti yang dituduhkan!

"Benar atau tidaknya kalian berbuat mesum, masyarakat tidak akan mau tau atau mencari kebenaran yang sesungguhnya. Mereka melihat bukti Aa," Aidan menatap tajam sang putra, "pikirkan dampaknya jika kabar ini semakin meluas."

Aaro mematung di tempatnya. Pikirannya buntu. Ia tidak bisa memperkirakan apa yang akan terjadi jika kabar dan gambar itu tersebar luas di masyarakat. Seandainya memang hal itu akan menimbulkan skandal, lalu kenapa? Toh, selama ini dirinya tak pernah bergaul dengan masyarakat luas.

"Kau dan dia," Aidan mengedik ke arah Zahra, "bisa dikucilkan dari masyarakat. Kalian di-bully bahkan mungkin diusir dari kota ini. Bagimu tidak akan terlalu berdampak Aa, Ayah bisa saja mengirim kamu ke tempat yang jauh dan kembali setelah rumor itu dilupakan, tapi bagaimana dengan gadis itu dan ibunya?"

Aaro menganga mendengar penjelasan sang ayah. "Lalu apa yang harus Aa lakukan? Aa benar-benar tidak melakukan apapun!"

Aidan tersenyum samar. "Ada satu cara untuk membuat rumor itu berhenti dengan sendirinya."

"Apa?"

"Mereka tidak akan mempermasalahkan foto itu jika kalian adalah sepasang suami istri."

"Maksud ayah, kita harus berbohong dengan mengatakan bahwa Zahra adalah istri Aaro?!" Aaro menatap sang Ayah dengan ekspresi tak percaya.

"Tidak. Ayah tak suka berbohong," Aidan tergelak melihat wajah horor sang putra, "tentu saja kau harus menikah dengannya."

"Apa?!"

Baik Aaro maupun Zahra sama-sama terkejut mendengar perkataan Aidan.

"Tapi, Ayah ...."

"Tak ada jalan yang lebih baik dari itu, Aa. Itu solusi paling cemerlang untuk semua."

Aaro mengerang sambil mengusap wajah dengan kedua tangannya. Ohh, memang dirinya sudah banyak mendengar bahwa ayahnya itu sinting, tapi tidak menyangka jika ayahnya bisa sampai meminta dirinya menikah di usia yang masih begini muda.

Menolak? Yang benar saja! Ucapan Aidan sudah seperti titah kerajaan yang wajib dipatuhi oleh semua anggota keluarga dan para pekerjanya. Aaro tak akan pernah memiliki kesempatan untuk mengelak dengan semua kekuasaan yang dimiliki oleh Aidan Blackstone.

"Apa sekarang kau hanya akan mementingkan keselamatan masa depanmu sendiri tanpa peduli pada mereka yang lemah dan tak berdaya?" Aidan mendesak dengan tatapan tajam menusuk. Meski begitu, jika diamati dengan lebih jelas lagi, sudut-sudut mulutnya sedikit bergetar menahan tawa melihat wajah horor dan frustrasi sang putra.

"Tidak adakah cara lain?" Aaro bertanya putus asa. "Ayah bisa melakukan banyak hal. Tidak bisakah Ayah mengirim dia dan ibunya ke tempat baru di mana tak seorang pun akan peduli dengan gosip ini?"

"Kenapa ayah harus melakukan itu? Kau yang berbuat, kau juga yang harus bertanggung jawab!"

Aaro mendesah tak berdaya melihat seringai menjengkelkan ayahnya. Kepalanya bergerak sedikit ke samping untuk melirik gadis yang sudah membuat kehidupannya menjadi rumit. Selama sedetik, dirinya sempat berpikir untuk membiarkan saja gadis itu menanggung sendiri akibat dari kecerobohannya sendiri—yang menyenggol gelas pelanggan di kelap adalah gadis itu sendiri dan yang terjatuh menimpa tubuhnya juga gadis itu sendiri—sebagai pengalaman berharga agar ke depannya dia bisa bersikap lebih hati-hati. Namun, saat matanya menangkap wajah lugu dan sendu Zahra yang seperti bayi, ia pun tak sampai hati untuk membiarkan gadis itu menanggung semua risiko sendirian.

Aaro mengembalikan tatapannya ke wajah sang ayah dan bertanya kapan pernikahan mereka akan dilaksanakan. Ia berharap pernikahan itu tidak digelar secara meriah mengingat dirinya yang masih berstatus pelajar SMA. Apalagi jika hanya dilakukan untuk mencegah skandal yang mungkin saja terjadi, tapi bisa saja tidak terjadi.

Namun, lagi-lagi Aaro dibuat tak berkutik ketika sang ayah berkata bahwa pernikahan mereka akan dilaksanakan saat itu juga karena semua sudah dipersiapkan. Dengan pengaruh besar yang dimiliki oleh keluarga Blackstone, bukan hal mustahil untuk melobi beberapa pihak agar bisa mempersiapkan pernikahan ini dengan kilat.

Beberapa menit kemudian, baik Aaro maupun Zahra benar-benar tak bisa mengelak lagi. Di dalam sel tahanan dan disaksikan oleh beberapa petugas polisi, mereka berdua dinikahkan.

"Sekarang, kalian sudah sah menjadi suami istri," ujar Aidan puas.

Sementara itu, Zahra masih linglung dan belum sepenuhnya menyadari apa yang terjadi. Rasanya, semua tejadi begitu cepat dan tidak disangka-sangka. Sekarang statusnya sudah berubah menjadi istri orang.

Dengan kepala menunduk, Zahra menoleh ke samping untuk melihat dengan lebih teliti sosok pemuda yang baru saja mengikrarkan janji suci pernikahan dengan dirinya. Ia mencelos mendapati pemuda yang bernama Aaro itu terus menatap tajam ke arahnya dengan ekspresi siap membunuh. Dalam hatinya terus berdoa supaya tidak ada gosip yang tersebar luas mengenai razia yang terjadi di kelab malam tadi karena masih banyak mimpi yang harus ia wujudkan. Bukan hanya impiannya sendiri, tapi juga impian ibunya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status