Share

MEMORY
MEMORY
Penulis: Shesil KN

Universitas MTG

Universitas MTG atau Maju Tak Gentar adalah universitas ternama dan terelit di kota ini. Universitas bernuansa putih biru ini memberikan nuansa sederhana namun elegan secara bersamaan. Banyak orang berlomba-lomba ingin masuk ke universitas ini, karena masa depan kalian akan benar-benar terjamin. Tentu saja ada jalur beasiswa disini. Tapi kebanyakan anak yang mendapatkan beasiswa lebih memilih kuliah di jam malam, alasannya ya minder ngeliat anak-anak kaya yang sedang kuliah disini. 

Berbagai mobil bermerk, motor sport,  sepeda bermerk terpakir rapi di parkiran dan menyisakan satu tempat khusus untuk skuter listrik milik Violet. Violet yang baru saja sampai, langsung merapikan kunciran rambutnya dan menggigit sandwich yang baru saja di belinya tadi. Setelahnya ia berjalan menaiki beberapa anak tangga. 

"Violet!" 

Mendengar namanya di panggil, Violet pun berbalik sambil menunjukkan senyuman khasnya. Mendapati sahabatnya, Raisa. 

"Hai, Sa. Tumben lo awal." Ucap Violet dengan alis yang di angkat satu. Dan tanpa berdosanya Raisa langsung menggeplak Violet. 

"Awal palamu peyang?! Jelas-jelas ini mau jam sembilan!" Violet yang mendengarnya hanya terkekeh sambil menggaruk belakang lehernya. 

"Katanya lo mau ambil kelas malam, kok masih aja masuk pagi?" Violet melepas rangkulan tangan Raisa di bahunya. Menatapnya malas.

"Kayak nggak tau papah aja lo." Violet memasukkan gigitan terakhir sandwichnya dengan ganas. Membuat Raisa bergidik, sudah berapa lama temannya ini tidak makan?

Di persimpangan jalan, Violet dan Raisa berpisah. Gedung anak floristry dan bisnis memanglah berbeda, Violet melangkah masuk ke kelasnya. Jangan kira Violet duduk di bangku depan, ia lebih memilih duduk di pojok. Alasannya simpel, jika merasa lelah ia bisa bersandar ke dinding. 

Selesai dengan bunga-bunganya, Violet segera menyusul teman-temannya yang sudah menunggu daritadi. 

"Lama banget lo kayak siput! Nggak liat apa itu si merak sampai bertelur!" Suara Danis langsung menyambut Violet tepat disaat ia muncul di depan pintu kelas. 

"Enak aja lo kalo ngomong!" Si merak bersuara a.k.a Fahri berkacak pinggang di sebelah kekasihnya. 

"Oh lo ngerasa? Padahal gue bilang merak bukan FAHRI." 

"Ck! Udahlah, gue laper nih. Buru!" Si tsundere a.k.a Gilang pun bersuara untuk menengahi kucing dan tikus. 

Sepanjang perjalanan mereka menuju kantin dipenuhi oleh suara Fahri  dan Danis, sedangkan yang lainnya hanya diam menganggap itu adalah musik yang wajib mereka dengar tiap harinya. 

Area kantin cukup luas, maksudnya benar-benar luas. Kantin pun ada VIP nya loh, mantap kan kampusnya Violet ini. Gilang mencatat pesanan teman-temannya dan pergi untuk memesan   

"Eh... Guys... Kalian...haahh....tau nggak kalau----" 

"Nanti dulu gosipnya, gue mau mesan makanan dulu nih!" Okta pun berhenti berbicara dan menghirup oksigen banyak-banyak. 

"Dah buruan ada gosip apaan?" Gilang mengambil tempat duduknya dan menaruh pesanan teman-temannya dengan hati yang tidak ikhlas. 

"Kalian." Okta menggerakkan tangannya, menyuruh temannya pada mendekat. 

"Kalian tau, kalau keponakan dari pak Ferdi kuliah disini?" Sontak ketujuh temannya mundur dan memutar bola matanya malas, lebih memilih melihat hidangan di depan mereka. 

"Ih kalian tuh nggak tau aja keponakannya itu pemilik perusahaan Samudera. Di tambah dia tampan dan murah senyum, tidak seperti sepupunya yang dingin ngalahin kutub es. Mungkin kalau dia jalan-jalan ke sana, kutub esnya yang insecure ke dia. Ngerasa jadi es kok nggak ada harga dirinya." Okta menatap teman-temannya yang tak peduli dan sibuk dengan makanannya masing-masing. 

"Kalian kenapa diem sih? Gue lagi ngomong loh." 

"Ekhem! Boleh kami duduk disini?" Mendadak Okta terdiam dan memutar badannya ke belakang. 

"Eh Jordan, silahkan duduk hehe." Okta berpindah duduk di sebelah Danis. 

"Kok lo nggak bilang sih kalo ada dia?" Okta berbisik ke Danis. 

"Sengaja." 

Ngebunuh teman yang nggak berakhlak dosa nggak sih? 

"Dan, lo sepupuan ya sama Laskar?" Tanya Okta basa basi. Jordan tersenyum ramah menanggapi pertanyaan Okta yang jelas-jelas sudah di ketahui olehnya. 

"Iya." Suaranya lembut gaes, selembut sutra. 

"Ganteng ya." Celetuk Danis. 

"Terima kasih atas pujiannya." Balas Jordan masih dengan senyuman hangat di wajahnya. Membuat banyak anak perawan yang mimisan, kesurupan mendadak, pingsan, bahkan sampai serangan jantung mendadak. Lebay emang.

"Hehehe nggak usah canggung gitu kali ah." Danis mengggaruk belakang lehernya, padahal dia berbicara pelan tadi. Siapa sangka telinga Jordan benar-benar setajam silet.

"Maaf, sepertinya saya keseringan ngumpul bersama banyak kolega besar."

"Sombhong amat!" Isi hati teman Violet berteriak, kecuali Fahri dan Violet. Justru kesombongan Jordan tidak separah Fahri si merak alias raja sombong. Sedangkan Violet, ia terlihat tidak peduli sama sekali. Dia lebih mementingkan cacing-cacing di perut curi semua nutrisi.

Mereka pun menghabiskan makanan dengan khusyuk, Fahri dan Raisa selesai duluan. Sedangkan Jordan dan Laskar meminum tehnya dengan sangat anggun. Seperti sorang bangsawan saja.

"Sayang, besok kita makan di kantin VIP aja ya. Disini banyak yang ngeganggu." Fahri memegang tangan Raisa. Raisa pun hanya tersenyum dan mengangguk saja, toh yang membayar makananya nanti Fahri.

"Aelah enakan makan disini kali, lagian rasa makanan disini sama di kantin VIP sama aja kok. Malah lebih banyak porsi disini, disana hanya bagus di platting doang ah!" Akhirnya setelah daritadi tak bersuara, Tina pun mengeluarkan suara cetar membahananya.

"Sirik aja lo!" Fahri membawa Raisa pergi darisana.

Tak berselang lama, mendadak ada seorang pria dengan bunga pot di tangannya dan menghampiri meja Violet and the gank. Pria muda dengan senyuman manis dan baju kemeja kotak berwarna kuning keorenan mengulurkan pot bunga ke hadapan Violet sambil berucap kata keramatnya.

"Violet terimalah cintaku yang suci ini, lebih suci dari sungai Gangga."

"Mau berapa kali sih lo ngasih bunga ke Vio? Dikira Vio tempat keramat untuk minta togel apa?" Danis berkata dengan mata yang malas melihat ke arah Langit.

"Karena itu aku tak berhenti menyatakannya ke Violet, seperti yang kau katakan dia itu seperti tempat keramat. Dimana sekali kau coba mengunjunginya, maka kau akan lupa bagaimana caranya untuk berhenti berkunjung."

Aciaaa bisa ae kaleng konguan isi rempeyek.

Teman-teman Violet sudah ingin tertawa, sampai.

"Lo tuh nggak tau apa pantat Violet itu korengan." Kata Danis dengan santainya. Tak melihat gadis di seberangnya sudah siap menghadiahinya sebuah pukulan kasih sayang.

"Mau kakinya berbulu lebat dan keriting kek, suka makan upil kek, atau korengan di pantat gue nggak peduli! Pokoknya gue tetap cinta ke Violet!" Ucap Langit dengan lantang. Suara bisik-bisik di kantin pun terdengar. Membuat wajah Violet semakin menggelap.

"Maaf, Lang. Gue nggak suka sama lo." Violet menolak dengan senyum yang dipaksakan. Bukannya patah hati dan menyerah, Langit malah tersenyum bahagia seperti menang lotre.

"Oke, nggak papa. Tunggu pernyataan cinta gue selanjutnya, Vivi." Langit mengedipkan sebelah matanya dan pergi menuju ruang rektornya.

Ya, memang banyak mahasiswa yang memberinya bunga untuk dijadikan hiasan kampus, memang mahasiswanya dapat di banggakan. Mereka sangat mencintai alam. Setidaknya begitulah yang ada di pikiran pak Ferdi selaku rektor mereka. Setelah kepergian Langit, Violet mencondongkan tubuhnya dan menjitak Danis.

"Akh! Gue salah apa, Vi?" Danis langsung memegang keningnya yang memerah akibat ulah Violet.

"Lo masih nanya letak kesalahan lo dimana?!" Violet langsung berdiri dan meninggalkan kawanannya.

"Bang, minum." Laskar sedikit menyikut sepupunya yang malah termenung melihat drama picisan di depannya.

"Mampus lo Nis, bakal babak belur dah." Gilang tertawa di dalam hatinya.

"Udah di tolong bukannya bilang makasih, malah dijitak." Keluh Danis.

Wujud Violet terlihat lagi dan menghampiri meja teman-temannya. Tentu saja masih dengan wajah yang menggelap.

"Kok balik? Oh Mau minta maaf ya? Tenang, udah gue maafin kok."

Violet mengabaikan Danis dan mengambil botol minumnya yang tertinggal, ketika ingin pergi tak lupa ia memukul kepala Danis menggunakan botolnya. Semua orang di kantin bergidik ngeri, ngilu, pusing, dan sakit hanya dengan melihat kepala Danis yang menjadi korban kekejaman botol minum Violet. Sedangkan teman-temannya tertawa puas, tidak termasuk Jordan dan Laskar.

"Hm Lang, kok banyak bintang ya di siang ini?" Danis memegang kepalanya yang terasa berputar saat ini.

"Efek lo ngelem." Jawab Gilang sekenanya, kenapa ia bisa memiliki teman sekaligus sepupu seperti Danis? Kayak nggak ada manusia yang lebih berguna aja selain dia.

"Lagian lo ngapain sih bilang hal yang aneh kayak gitu tentang Violet?" Tanya Okta dengan tangan yang sibuk memegang lelehan es di gelas es jeruk yang dibelinya tadi.

"Dia minta tolong gue biar cowok-cowok berhenti nyatakan cinta ke dia. Itu salah satu cara gue nolongin dia." Jelas Danis.

Semua temannya diam dan mengumpat dalam hati untuk seorang Danis yang pintarnya di atas rata-rata.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status