Share

Memikirkannya

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, lampu kamar yang berada di lantai dua sebuah kamar terlihat masih menyala. Menandakan pemiliknya masih terjaga. Violet dengan piyama putih tengah bersandar di kepala kasur sambil membaca novel horror yang baru di belinya beberapa hari lalu. 

Tapi anehnya, kali ini Violet tak bisa fokus dengan bacaannya. Beberapa kali ia bangun untuk mengisi air putih, tetap saja ia tak bisa fokus. Apa yang sebenarnya di pikirkan oleh otaknya? Suara ketukan pintu terdengar, membuat Violet terpaksa menutup novelnya untuk kesekian kalinya. Ia pun beranjak dari kasur dan membukakan pintu. 

"Gimana sama teman abang tadi?" Tanya Galang. Tanpa izin ia masuk dan duduk di kursi belajar Violet. 

"Teman abang yang mana? Raja? Atau Fajar?" Tanya Violet. 

"Bukan." Jawab Galang cepat. 

Violet semakin bingung dibuat abangnya, teman yang mana coba? Violet hanya tahu teman-teman Galang yang memang membantu usahanya. Violet menepuk-nepuk dahinya, mencari jawaban dari pertanyaan Galang. Galang menatap tak tega melihat adiknya yang kesulitan dalam mengingat. Galang tersenyum maklum. Ia mengelus pelan kepala Violet. 

"Jadi kamu belum bisa mengingatnya ya. Ya sudah, tak usah di paksa. Besok dia pasti mengunjungimu lagi. Tidurlah, ini udah malam." Ucap Galang. Ia mengecup puncak kepala Violet kemudian pergi keluar dari kamar adiknya itu. 

Violet menuruti perkataan Galang. Ia segera baring dan menarik selimut, tak lupa ia mematikan lampu kamarnya. Tapi tetap saja ia tak bisa tidur, ia masih memikirkan siapa orang yang dimaksud Galang. Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam. 

"Astaga! Gue ngantuk, otak tolong biarkan gue tidur ya. Besok gue ada pengambilan nilai." Mohon Violet ke otaknya. Walau tak akan di respon. 

Ia pun memaksa matanya untuk terpejam dan mulai menghitung kutu. Pada akhirnya ia pun tertidur. 

Jika Violet telah tertidur, maka berbanding terbalik dengan seorang pria di kamarnya. Jordan masih termenung menatap keluar jendela. Pikirannya hanya tertuju pada Violet. 

"Bagaimana aku bisa membuatmu mengingat ku?" Ucap Jordan sambil menatap langit malam yang dihiasi bintang yang bertebaran. 

Jordan kembali melihat meja kerjanya yang menampilkan laptop yang masih menyala dan banyak kertas penting disana. Jordan menghembuskan napasnya dan berjalan menuju meja kerja. Membereskan kertas yang sedikit berantakan, mematikan laptopnya, kemudian menuju kasur dan mematikan lampu kamarnya. 

"Mimpi indah, Violet." 

***

Pagi ini Violet sudah siap untuk berangkat kuliah, tapi entah kenapa ia seperti tengah menunggu seseorang untuk menjemputnya. Violet terus melihat keluar jendela rumahnya, menatap jalanan komplek yang begitu lengang. 

"Dari semalam siapa sih yang gue pikirkan? Dan siapa pula yang gue tunggu?" Mendengar celotehan Violet, Galang pun menghampirinya. 

"Mau berangkat bareng? Mumpung abang bisa antar jemput." Ajak Galang. Tentu saja Violet menerima dengan senang hati. 

Walau terkadang abangnya ini iseng, tapi Galang ini memiliki sisi yang protektif ke Violet. Tak ada yang boleh mendekati adiknya kalau tidak langsung menemuinya untuk meminta izin. Padahal orang tua mereka tidak sampai segitunya. Lagian Violet tau mana yang baik dan mana yang nggak. 

Bahkan untuk teman-teman Galang yang ingin mendekati adiknya tidak di perbolehkan Galang, hanya beberapa yang di percaya oleh Galang. Termasuk Jordan. Galang tak ingin kelemahan adiknya malah dijadikan kesempatan untuk berbuat jahat yang malah membuat Violet sakit. Galang tak akan membiarkan hal itu terjadi. 

Setelah sampai di kampus, Violet turun begitu pula dengan Galang. Violet yang melihat Galang mengikutinya mengernyit bingung. 

"Kok ikut turun?" Tanya Violet. 

"Kenapa? Pengen cari jodoh, katanya disini banyak cewek-cewek cantik." Mata Galang sudah menyapu kesana kemari mencari alamat sang jodoh. 

"Inget yang di London sana, bang." Ucap Violet. Ia pun menggeleng dan berjalan meninggalkan Galang. 

Melihat Violet yang sudah jauh dari pandangannya, Galang pun segera mengejarnya. Banyak mahasiswa keheranan melihat Galang, mereka semua menerka-nerka siapakah sosok lelaki yang mengekori Violet. 

"Jangan-jangan dia sasaeng?!" 

"Astaga kalau begitu Violetku dalam bahaya!" 

"Tapi dilihat dari pakaiannya dia orang baik dan kaya."

"Tunggu! Aku seperti mengenalnya, tapi siapa?" 

Kira-kira begitulah suara bisik-bisik tetangga. Violet berhenti dan melihat ke belakang. 

"Ngapain ngikutin adek sih, bang?!" Tanya Violet. 

"Nggak papa, sekalian pengen liat-liat kampus. Ke kantin yuk." Ajak Galang.

Astaga ada apa dengan Galang hari ini? Apa kepalanya ada terbentur sesuatu tadi?

"Bang, aku harus nyiapin berbagai bunga untuk pengambilan nilai pagi ini bang. Bukannya abang ada rapat jam sebelas siang?" Usir Violet. Sepertinya ia salah karena telah menerima tawaran abangnya pagi ini.

"Ah itu bisa di atur," Galang mengibaskan tangannya ke belakang. Matanya menyipit, melihat tiga sosok yang tak asing di penglihatannya.

"WOI TIGA BABI!" Teriak Galang yang langsung menjadi pusat perhatian. Dia diam saja sudah menjadi pusat perhatian apalagi kalau teriak seperti tarzan.

"Kita bukan babi, bang." Ucap Gilang dengan tangan di lipat di depan dada.

Iya tiga babi yang dimaksud Galang adalah Gilang, Danis, dan Okta. Panggilan itu tentu di buat oleh Galang, lihatlah mereka selalu bertiga dan seperti tiga babi di buku dongeng yang pernah Galang baca. Dan Galang disini sebagai serigalanya.

"Kalau bukan babi, kenapa kalian mau-maunya datang ke hadapanku? Bukankah itu membuktikan bahwa kalian memang para babi itu." Jelas Galang.

Jika saja Galang bukan abang dari Violet dan tentunya lebih tua dari mereka bertiga, Galang sudah pasti di cincang oleh ketiga orang yang Galang sebut babi.

"Udah buruan kenapa lo manggil kita?" Tanya Danis.

"Nggak papa, manggil doang."

Danis, Gilang, dan Okta mengepalkan tangan karena geram.

"Sabarkanlah diri ini, Tuhan." Ucap mereka bertiga di dalam hati.

Akhirnya Violet berhasil mengusir abangnya dan menyelesaikan tugasnya. Ia pun berjalan menuju kantin dimana teman-temannya tengah makan siang. Tapi aneh, sepanjang jalan Violet selalu menoleh kiri, kanan, depan, dan belakang seakan mencari seseorang.

"Siapa sih yang gue cari dari semalam?"

Bahkan ketika makan bersama teman-temannya dia banyak melamun, memikirkan orang yang sama sekali tak diketahui olehnya. Candaan teman-temannya pun tak di hiraukannya, begitu pula dengan gosip yang biasanya Violet akan semangat mendengarnya.

"Aelah Vi, baru juga sehari nggak ngeliat Jordan dah galau aja lo." Ucap Fahri.

Violet mengernyitkan dahinya, siapa orang yang dimaksud Fahri. Apa iya orang itu yang dipikrkan Violet? Lagian ia tak mengenalnya.

"Jangan bilang lo juga belum bisa mengingatnya." Ucap Raisa.

Violet semakin bingung, ia tahu ia memiliki masalah dalam mengingat. Tapi tak pernah memikirkan sampai segininya, biasanya ia akan acuh dan tak akan memikirkannya. Jika lupa, ya sudah orang itu pun tak penting untuknya. Tapi orang yang teman-temannya sebut, apakah penting baginya? Jika orang penting bagi Violet, ia tak akan mudah melupakannya.

"Laskar, lo punya foto Jordan kan? Tunjukkan ke Violet gih." Perintah Danis. Laskar hanya mengangguk dan memperlihatkan foto Jordan yang ada di hp nya.

Terlihat pria dengan kaos biru, bercelana putih dan memakai sandal jepit hitam tengah tersenyum lebar di kursi taman. Apa benar pria ini yang di pikirkan olehnya? Tapi kalau boleh jujur dia sangat tampan, aelah sempet-sempetnya pikiran Violet memujinya. 

"Kemana dia, Las? Kok nggak ada?" Tanya Okta sambil mencocol kentang gorengnya ke sambal indofood. Di endorse nih sama indofood hahaha.

"Kerja, kendala." Jawab Laskar. Singkat, padat, dan nggak jelas.

"Ooh gitu, semoga cepat selesai deh masalahnya." Ucap Tina. Semua temannya menatap heran ke arahnya. Bagaimana bisa dia mengerti? Mereka saja hanya tahu dari kata kerja nya doang.

Violet tak mempedulikan teman-temannya, ia masih fokus menatap foto seseorang di hp Laskar.

"Dia Jordan? Kenapa aku memikirkannya? Apa dia orang penting? Apa aku pernah bertemu dengannya?"

Kepala Violet semakin pusing karenanya. Inilah akibatnya jika ia berusaha mengingat hal yang telah terlupakan olehnya, kotak memorinya menolak untuk mengingat orang ini. Sejenak Violet memegang kepalanya yang sakit, hal itu tak luput dari penglihatan teman-temannya.

"Tak usah terlalu di pikirkan, Vio. Lama-lama juga lo bakal ingat kayak lo ngenal Raisa, Fahri, Tina dan yang lainnya." Ucap Gilang sambil tersenyum. Violet hanya mengangguk, semoga ia bisa segera mengingatnya. Entah kenapa hatinya sakit ketika tahu bahwa ia melupakannya.

Violet tak bodoh soal perasaan, ia tahu bahwa ia telah jatuh cinta pada pria yang tak di ingatnya ini. Jika Violet mudah melupakannya, itu berarti mereka belum kenal lama dan tak ada hal spesial yang dilalui mereka. Lalu kenapa hatinya bisa jatuh begitu saja?

Di lain tempat, ketika urusannya selesai. Jordan membawa mobilnya menyusuri jalan raya menuju sebuah perusahaan yang sama besar dengan miliknya. Jordan melangkahkan kakinya, ketika ia masuk ke dalam perusahaan senyuman terukir di wajah ramahnya. Ia menaiki lift menuju lantai tiga. Jordan sampai di depan ruangan sang pemilik, tanpa permisi Jordan langsung membuka pintu begitu saja. Sedangkan sang pemilik yang sudah mengetahui siapa pelaku dari kelakuan tidak sopan di perusahaannya ini hanya diam dan menatap laptopnya.

"Lo bisa jemput dia." Ucap Galang. Ia tahu maksud kedatangan temannya yang sedang mendekati adiknya.

"Hehehe tau aja lo." Jordan hanya terkekeh dan langsung duduk di sofa tentunya tanpa izin pula.

"Gue mau minta nomor adek lo." Ucap Jordan, Galang megernyit heran.

"Minta aja sama orangnya, kenapa ke gue?"

"Gue cuman ngasih tau, nanti gue minta sendiri ke Violet kok." Jordan menyandarkan tubuhnya, membuang rasa penatnya sesaat.

"Sebentar lagi dia pulang, jemput gih." Usir Galang. Jordan yang memiliki tingkat kepekaan di atas rata-rata pun mengerti bahwa ia sudah menganggu Galang. Ia pun pergi meninggalkan Galang tanpa pamit. Seperti jelangkung saja dia, datang tak di undang pergi tak di antar. Kok tubuh Galang mendadak merinding disko?

"Mungkin karena aura bucin yang menguar dari Jordan tadi."

Jordan sudah berada di parkiran kampusnya, menunggu Violet keluar dari kelasnya. Lima menit kemudian Violet pun keluar dan pastinya melewati parkiran begitu saja. Jordan yang tahu kalau Violet tak mengingatnya pun memanggilnya, awalnya Violet hanya menatapnya dengan heran. Tapi tak lama kemudian ia melangkah mendekati Jordan.

"Siapa ya?" Tanya Violet.

"Ini aku Jordan. Aku di suruh Galang buat menjemput kamu." Jawab Jordan.

Awalnya Violet ragu, siapa Jordan ini? Kok bisa mengenal abangnya? Apa dia asisten baru abangnya? Kalau begitu bagaimana dengan nasib Raja? Apa dia jadi pengangguran atau dia malah turun tahta? Hei buanglah pikiran absurdmu, Violet.

"Karena kamu tampan dan kelihatan anak baik-baik, maka aku akan pulang bersamamu." Ucap Violet dengan tersenyum. Sedangkan Jordan tersenyum seperti biasa, namun dengan detak jantung yang tak karuan.

"Bu! Anakmu di bilang tampan sama calon istri nih! Astaga jantung jangan berdetak tak karuan dong! Entar kalau lo mendadak berhenti dan gue jadi mati, jadinya kan gue nggak bisa bersama Violet dong ah!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
ci panda
wkwkwk spertinya harus siap2 nabung buat beli koin soalnya ceritanya bagus bangeeet! eh kak author ada sosmed engga? aku pingin follow kakak~
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status