Share

BAYANGAN HITAM DI BELAKANG NAYLA

Nayla berjalan meninggalkan Tante Dewi dan Rahma yang masih duduk di ruang TV. Saat ia akan membuka pintu kamar. Nayla sejenak menoleh ke ruang dapur dan ruang makan. Nayla masih terbayang sosok sinden dan Wisnu yang sangat menyeramkan bagi Nayla.

Tanpa sepengetahuan Nayla, Rahma tak sengaja melihat Nayla yang berdiri terdiam di depan pintu kamar. Kedua matanya menatap ke arah dapur. Tak lama, Nayla pun masuk ke dalam kamar dan menutup pintu.

"Pasti Mbak Nayla tadi berbohong soal kangen dengan Mas Wisnu. Ini pasti ada hubungannya dengan sosok sinden dan tusuk konde yang dimiliki Mbak Nay." kata Rahma dalam benaknya.

***

Malam mulai semakin merangkak naik. Suasana rumah itu sudah sangat sepi dan hening. Nampaknya semua penghuni rumah sudah terlelap dalam tidur masing-masing. Tapi tidak demikian dengan Nayla yang sepertinya tidak bisa tidur.

Tampak gadis itu membolak-balikan tubuhnya. Ia berusaha untuk memejamkan kedua matanya. Tapi bayangan mengerikan tentang pujaan hatinya masih terbayang jelas dan memenuhi pikiran Nayla.

Beberapa menit kemudian, Nayla bisa memejamkan matanya. Terlihat wajah Nayla yang berkeringat, seperti sedang mimpi buruk. Tak lama, kedua matanya terbuka lebar. Deru napasnya terdengar memburu. Wajah dan rambut Nayla terlihat basah oleh keringat.

"Aaaarrgghh...."

Nayla langsung terbangun dan duduk di atas kasur. Gadis itu mencoba mengingat tentang mimpi buruk yang dialaminya. Tapi ingatan Nayla tentang mimpinya sangat samar. Bahkan dirinya tidak bisa mengingat kejadian di mimpinya itu.

Hanya beberapa saja yang diingat oleh dirinya. Jika Wisnu akan pergi meninggalkan dirinya untuk selamanya. Tak terasa air mata Nayla mulai menetes, membasahi wajah Nayla yang cantik. Berulang kali Nayla menggelengkan kepala.

"Enggak mungkin Mas Wisnu akan pergi, enggak mungkin Mas Wisnu mati. Itu hanya mimpi!" ucapnya yang berusaha meyakinkan hati dan pikirannya.

Dengan cepat disambarnya hp Nayla yang berada di atas meja kecil samping tempat tidur. Ia segera menuliskan pesan untuk lelaki pujaan hatinya.

Walaupun sudah menunjukan pukul tiga dini hari. Cukup lama Nayla menunggu balasan pesan dari Wisnu. Karena tak sabar menunggu, Nayla menelepon Wisnu.

Terdengar nada sambung telepon Wisnu, namun tak diangkat olehnya. Nayla mencoba sampai tiga kali menelepon. Tetap telepon Nayla tak diangkat oleh Wisnu.

Nayla kembali merebahkan tubuhnya di kasur. Hpnya masih ia genggam. Perasaan Nayla menjadi tidak enak dan terus memikirkan Wisnu. Ia mencoba membaca pesan terakhir Wisnu untuknya.

"Mas Wisnu masuk kerja sore. Berarti sekarang dia sedang berada di jalan pulang. Aku tunggu aja deh, mungkin sebentar lagi sampai."

***

Lamat-lamat terdengar suara adzan subuh mulai berkumandang. Nayla yang terlelap, terbangun tiba-tiba. Ia memeriksa Hp yang masih ia letakkan di atas dadanya. Raut wajahnya berubah masam dan sedih seketika.

"Kok Mas Wisnu masih enggak ngabarin sih?" tanyanya pada diri sendiri.

Jari tangan Nayla segera menelepon Wisnu. Nada sambung terdengar walau tidak diangkat. Nayla melirik ke jam dinding yang menunjukkan pukul setengah lima. Bergegas ia bangkit dari kasur dan mengecas hpnya di atas meja kecil.

Nayla langsung mandi dan sholat. Ia juga sudah berpakaian rapi. Karena hari ini, Nayla akan mengikuti tes medical check-up. Tepat pukul enam pagi Nayla keluar dari kamar.

Tampak Tante Dewi sedang menyiapkan sarapan untuk anak dan keponakannya. Wangi masakan Dewi begitu wangi sehingga membuat perut Nayla langsung keroncongan.

"Wangi banget masaknya, Tante. Nayla langsung laper," ujarnya sambil mencium pipi Dewi.

"Eh ... kamu sudah rapi aja, Nay?"

"Hehehehe ... iya, Tan. Rahma kemana, Tan? Apa belum bangun?"

"Sudah. Mungkin sedang bersiap-siap," jawab Dewi.

Tak lama, suara dari pintu kamar Rahma terbuka. Muncul Rahma yang memakai celana jeans hitam dengan blouse berwarna merah marron. Rambut Rahma sengaja di biarkan tergerai karena masih basah. Kemudian ia berjalan menuju meja makan.

"Pagi, Ma, Mbak!" sapa Rahma, tak lupa sambil mencium pipi Dewi.

"Pagi, Sayang."

"Pagi, Ma. Kamu ke kampus jam berapa?"

"Jam setengah tujuh Rahma jalan, Mbak." 

"Oh, aku bareng ya kalau gitu."

"Okey. Tapi Mbak Nayla yang bonceng ya," ujarnya dengan nada yang manja.

"Iya okey." Nayla menyetujui permintaan Rahma.

Dewi yang sudah selesai masak, menyiapkan di piring untuk sarapan mereka bersama. Dengan sangat telaten wanita penuh rasa keibuan tersebut mengambilkan Rahma dan Nayla makanan.

"Wah, hari ini Mama masak nasi goreng!" seru Rahma.

"Iya. Baunya wangi banget, Tan. Pasti enak!" timpal Nayla.

"Udah-udah mujinya. Sekarang kalian cepat makan. Nanti terlambat."

Mereka begitu menikmati nasi goreng buatan Dewi. Tak satu pun yang tersisa di piring Nayla maupun Rahma. Semuanya habis tanpa sisa.

"Ma, aku sama Mbak Nayla jalan dulu ya."

"Kalian berdua naik motor?"

"Iya, Tan."

"Hati-hati ya, Nay di jalan. Jangan ngebut-ngebut, Nay," pesan Dewi saat Nayla bersalaman dengan Dewi.

"Okey, Tan. Enggak ngebut kok. Tenang aja."

Setelah berpamitan dan bersalaman pada Dewi, Rahma yang di bonceng Nayla melambaikan tangan pada mamanya.

Dewi masih terus menatap kepergian Rahma dan Nayla sampai sudah tak terlihat lagi. Tapi, kedua mata Dewi seketika menyipit saat melihat sesuatu yang aneh di belakang Nayla. Sebuah asap berwarna hitam tipis tepat di belakang Nayla.

"Astaghfirullahaallazim. Asap hitam itu apa?" pekik Dewi sambil menutup mulutnya.

Sepanjang perjalanan, Nayla dan Rahma asyik mengobrol tentang laki-laki incaran Rahma di kampusnya. Tak terasa mereka berdua telah sampai di sebuah rumah sakit.

"Udah sampai, Mbak Nay," ujar Rahma.

"Haaahhh ... yang ini, Ma, rumah sakitnya?"

"Iya, Mbak Nayla. Tuh, Rumah Sakit Medika Malang."

"Oh. Ya sudah, terimakasih ya, Ma." Nayla turun dari motor. Rahma sedikit maju duduknya dan menyetir motor itu sendiri. Kemudian ia berpamitan pada Nayla untuk berangkat ke kampus.

Langkah kaki Nayla memasuki pelataran rumah sakit Medika Malang yang sangat rapi dan bersih. Terdapat sebuah taman dengan air mancur di tengahnya. Tempat duduk dari batu bata tersedia di sekeliling air mancur.

Beberapa pelamar yang kemarin lolos wawancara berada di lobby rumah sakit. Nayla menoleh ke kanan kiri, matanya bergerak seperti mencari seseorang.

"Apa Angel belum sampai, ya?"

Nayla memilih duduk di kursi taman yang berada di bawah sebuah pohon yang rindang. Ia mencoba menghubungi Angel. Namun tidak diangkat olehnya.

Nayla pun membuka aplikasi WA di hpnya. Beberapa WA pada Wisnu masih belum dibaca. Nayla berdecak kesal. Kemudian ia segera menelepon Wisnu. Nada sambung terdengar, dan lagi-lagi teleponnya masih tidak diangkat oleh Wisnu.

"Kemana sih Mas Wisnu. Kenapa enggak kabarin aku dari kemarin?"

Disaat Nayla penasaran dan bertanya-tanya tentang kabar Wisnu, terdengar sebuah suara memanggil namanya. Nayla menoleh ke asal suara. Angel yang turun dari taxi o****e berlari ke arah Nayla.

"Nay!" panggil Angel dengan melambaikan tangan.

Bersambung

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status