"Terimakasih, Bu. Rejeki pagi-pagi," ujar satpam budi kegirangan. "Mau di kubur di mana, Bu?""Terserah, Pak. Asal jangan di sini.""Oh baik, Bu."Setelah Tante Dewi mengunci semua pintu rumah. Satpam Budi yang masih berada di rumah itu sedang mencari sebuah kantong keresek. Dimasukkan bangkai itu ke dalam kantong. Ketika akan keluar dari rumah, Budi kembali menoleh ke belakang. "Lagi ada saudaranya ya,Bu di rumah?" tanya tiba-tiba satpam Budi. "Hah? Enggak ada saudara, Pak," jawab Tante Dewi sambil menoleh ke belakang. Tak hanya Tante Dewi. Nayla dan Rahma pun juga ikut menoleh melihat ke arah yang di lihat satpam tersebut. "Itu ada perempuan, Bu sedang melihat ke sini.""Haaah?" Tante Dewi, Rahma dan Nayla hanya bisa mengangnga kaget. Kecuali Rasti. Gadis itu seperti melihat seseorang di dalam rumah. Menyadari matahari yang semakin tinggi, Tante Dewi menyuruh anak dan keponakannya itu untuk segera berangkat agar tidak terlambat. Begitu juga si satpam yang sudah berhasil mend
Waktu sudah menunjukkan pukul delapan kurang lima belas menit. Setelah membayar taxi online, Nayla dan Rasti langsung berlari masuk ke dalam gedung yang cukup mewah di mana mereka mengikuti training. Sepatu pantofel hitam dengan heels 3 cm yang mereka pakai sangat tak nyaman digunakan berlari. Tapi karna takut terlambat, mau tak mau Nayla dan Rasti berlari walau harus pandai-pandai menjaga keseimbangan badannya. "Nay, benerin dulu rambut kamu. Berantakan tuh!""Oh ya!" Nayla langsung membenarkan helai rambut yang keluar dan menggulung rambutnya dengan rapi. Tak lupa mereka berdua saling mengingatkan dan mengamati penampilan satu sama lain. Sampai di depan resepsionis. Nayla dan Angel menunjukkan kartu anggota training. Setelah mendapatkan jadwal dan di mana ruangan mereka hari itu, dengan berjalan cepat keduanya segera menuju ruangan yang berada di lantai 5.Lift pagi itu terlihat tak terlalu banyak orang. Tanpa berpikir macam-macam keduanya langsung masuk. Apalagi saat Nayla mel
Hari ini aku berhasil mendapatkan panggilan kerja di Gedung Tower Excellent di bilangan kota Malang yang sejuk dan asri. Setelah sekian lama aku mencari pekerjaan, akhirnya aku mendapatkan panggilan kerja di sebuah bank ternama. Namun, semuanya menjadi aneh ketika aku menemukan sebuah tusuk konde dengan motif berayun rumbai.Tusuk konde itu berukuran sekitar lima inchi, terbuat dari bahan tembaga murni yang sangat indah dan berkilauan.Di atasnya terdapat batu alam gesper berwarna hijau dengan tambahan bunga di tengahnya. Sangat indah. Tapi tusuk konde itu penuh misteri dan bertuah. Inilah ceritaku dan keganjilan yang aku alami.****Nayla Puspaningrum, seorang gadis berparas cantik, berkulit sawo matang dan bermata sipit. Tapi tidak keturunan China. Melainkan asli Jawa. Memiliki tinggi dan bentuk badan yang sangat ideal untuk menarik perhatian kaum adam.Hari Senin pagi, Nayla terlihat terburu-buru berjalan di sebuah lobby yang mewah.
"Aaarrgghh!!" teriak Nayla kencang dengan menutup wajahnya karena ketakutan."Nay!" panggil Angel saat melihat Nayla yang sangat ketakutan sambil berjongkok. Kedua tangan menutupi seluruh kepalanya."Aaaaarrgghhh!""Hey hey ... kamu kenapa sih kok teriak-teriak?"Nayla melihat ke kaca. Sosok perempuan berkebaya merah itu sudah tidak ada. Ia mengedarkan pandangan matanya ke setiap ruangan di dalam kamar mandi.Nayla berdiri dan berjalan ke setiap ruang di kamar mandi. Nayla mengecek satu per satu ruangan tersebut. Namun tidak ada siapa pun selain dirinya dan Angel."Kenapa sih, Nay?""Mau onok wong wedok ndek kene, awakmu enggak ndelok?" tunjuk Nayla tepat di tempat Angel berdiri."Ngomongnya bahasa Indonesia dong aku enggak ngerti.""Oh ya, tadi ada perempuan di sini. Kamu lihat enggak?"Angel menggelengkan kepalanya dan melihat ke Nayla dengan tatapan mata heran."Kamu cium bau wangi melati ini enggak, Ng
"Mbak, seng tenan? Enggak ngapusi 'kan, Mbak? (Mbak, yang bener? Enggak bohong 'kan, Mbak?)" tanya Rahma sangat penasaran."Iyo tenan, Ma. Iki aku entuk jadwal gae medical check-up. (Iya beneran, Ma. Ini aku dapat jadwal untuk medical check-up)" Nayla menunjukkannya pada Rahma."Wah ... iki idek kampusku, Mbak. Kapan medical check-up'e? (Wah ... ini dekat kampusku, Mbak. Kapan medical check-upnya?)""Hmmm, besok biar cepat." Nayla menarik kursi kecil dan duduk. Rahma mengikutinya dan duduk berhadapan."Okey. Besok bareng berangkat sama aku, Mbak. Naik motor!"Nayla hanya membulatkan jarinya menandakan ia setuju. Sekali lagi, Rahma memeluk Nayla mengucapkan selamat karena Nayla berhasil mendapatkan pekerjaan dengan posisi yang sangat ia inginkan."Makasih ya, Ma. Aku mau ke kamar, telepon Wisnu dulu." Bergegas Nayla meninggalkan Rahma dan masuk ke dalam kamarnya.Setelah melepaskan semua pakaian dan menggantinya, ia segera menelepon kedua ora
"Masa tusuk konde ini berhantu sih? Aku enggak percaya. Tapi kenapa sinden merah itu mengikuti aku sampai menampakan dirinya pada Tante Dewi?" batin Nayla penuh tanya dengan memperhatikan tusuk konde yang digenggam.Nayla mengambil gelas dan menekan tombol di dispenser. Tiba-tiba ia merasa bulu kuduknya merinding. Hidungnya mengendus-endus sesuatu yang berbau begitu wangi.Wangi bunga melati seperti parfum. Nayla tak begitu menyukai aroma wangi melati yang menurutnya seram. Pandangan matanya melihat-lihat ke setiap sudut dapur. Namun nihil, tak ada apapun."Merinding aku ... onok opo seh jane iki? (Ada apa sih sebenarnya ini?)"Nayla berbalik dan terkejut saat Rahma dan Dewi sudah berada di belakangnya. Ia hampir saja melompat karena kaget. Gelas berisi air minum untuk Dewi pun sedikit tumpah."Kok disini, Tan. Mau kubawakan ke depan, Tan?""Enggak usah, Nay. Tante sekalian mau mandi dan sholat," jawab Dewi.Dewi mengambil handuk yang
Mereka bertiga pergi menggunakan mobil Honda Jazz Tante Dewi yang berwarna merah. Rahma duduk di depan samping Dewi.Sementara Nayla masih membuka pagar untuk mobil itu keluar. Saat Nayla akan menutup pagar, sinden merah berdiri tepat di depan pintu rumah. Tatapan tajam mengarah padanya. Tapi Nayla merasa ada sesuatu yang berbeda dari sinden itu."Dia lagi? Tapi, sepertinya agak berbeda? Apa cuma perasaan aku yang merasa dia ada perbedaan?" batin Nayla. Sesekali ia melirik ke arah sinden itu dengan rasa takut."Nay, ayo naik!" panggil Tante Dewi dari dalam mobil."Iya, Tan. Maaf." Berlari kecil Nayla membuka pintu tengah mobil lalu masuk.Karena jarak yang tidak terlalu jauh, mobil merah Tante Dewi sudah sampai di sebuah rumah makan soto Lamongan Cak Kholid yang sangat ramai pembeli. Setelah mendapatkan tempat parkir, mereka bertiga turun dan berjalan masuk ke dalam restoran."Ma, aku sama Mbak Nayla cari tempat duduk ya!" seru Rahma.
Mereka berdua kembali duduk di kursi masing-masing. Tante Dewi langsung bertanya pada Nayla kenapa ia lama di toilet. Dengan alasan tiba-tiba kebelet, Tante Dewi pun percaya. Tanpa sepengetahuan Tante Dewi, Rahma dan Nayla saling berpandangan.Sekitar hampir setengah jam mereka menyelesaikan makan dan saling mengobrol tentang tes Nayla hari ini."Tante senang, akhirnya kamu berhasil meraih cita-cita kamu," ujar Tante Dewi."Terimakasih, Tante. Nayla juga sangat bersyukur. Enggak menyangka bisa keterima di bank ternama."Setelah membayar, Dewi, Rahma, dan Nayla berjalan ke parkiran menuju mobil. Tante Dewi memberikan uang pada bapak tukang parkir yang sudah tua.Namun, saat Nayla berjalan melewati bapak tua, tiba-tiba lengannya ditarik oleh bapak itu. Membuat Nayla langsung menoleh ke arah yang menariknya."Ada apa, Pak?" tanya Nayla."Hati-hati. Kamu selalu diikuti oleh dia!"Pandangan mata bapak tukang parkir mengarah pada sesua