Share

Unexpected

Oh tolong dilewatkan yah, sepertinya ada sedikit icip-icip di part ini. Mohon bantuannya untuk tidak membully. WKKWKKWKKWKWKKW

happy reading

Kesya memekik kaget di luar pintu saat mendapati Sean berada di dalam ruangan VIP, sungguh kehadiran yang tak pernah dibayangkan olehnya. Matanya bergerak liar menjelajahi seluruh isi ruangan, tak ada seorang pun disana, tak ada boss yang mencarinya, hanya ada sosok pria tampan disana duduk seorang diri.

Begitu Kesya melangkah kedalam, wajah Sean langsung mendongak mengukir senyum bahagia.

Dengan tenang, Sean mengulurkan tangannya memberi isyarat pada Kesya untuk mendekat padanya.

"Kemarilah, Baron tidak disini jika dia yang kau cari." ujar Sean bernada memerintah dan menjawab kebingungan di wajah Kesya.

"Apa yang kau lakukan disini?" Kesya langsung memburu Sean dengan pertanyaan mengabaikan perintahnya.

"Apa lagi kalau bukan menjemput kekasihku" Sean menanggapi pertanyaan Kesya dengan santai.

"Tapi aku masih bekerja Sean." Kesya membalas ucapan Sean dengan jengkel, meskipun begitu dia tetap menyambut uluran tangannya.

"Tidak lagi." Sean menjawab dengan singkat, tanpa menunggu lama lagi Sean langsung menarik lengan Kesya hingga jatuh kepangkuannya, melingkarkan tangannya di pinggang Kesya dan mendekap erat tubuhnya ke dalam pelukannya.

"Apa maksudmu!" Kesya memekik keras membuat telinga Sean berdengung.

"Jangan teriak, gendang telingaku hampir pecah." Sean berujar kesal memberi peringatan pada Kesya.

"Katakan padaku apa maksud perkataan mu." Kesya berujar lagi menuntut jawaban dari Sean, kali ini dengan nada lembut.

"Kau bukan penari striptis lagi." Sean berujar ringan.

"Tapi bagaimana mungkin Baron membebaskan ku begitu saja." Kesya berujar mengutarakan kebingungannya.

"Aku akan melalukan apa saja untuk membebaskan mu dari sini." Sean manambahkan sambil menjajakkan bibirnya menelusuri seluruh permukaan bahu polos Kesya.

"Jangan menciumi ku." Kesya menggerakkan bahunya menghindari sentuhan bibir Sean.

"Wangi mu sangat menenangkan." Sean berujar berbisik mendaratkan kembali bibirnya sebagai kecupan terakhir.

"Jelaskan dulu apa maksudmu." Kesya mengulang pertanyaannya semakin mendesak jawaban dari Sean.

"Akan aku jelaskan tapi tidak disini." Sean berujar menggantung jawaban dari pertanyaan Kesya.

Sean menurunkan Kesya dari pangkuannya dengan hati-hati, dia tampak berdiri dari duduknya lalu menarik pergelangan tangan Kesya pelan.

"Tunggu sebentar." perintah Sean sesaat sebelum mereka berdua sampai di bibir pintu. Dia melepas jasnya lalu memakaikan pada Kesya untuk melindungi punggung mulusnya yang terekspos bebas.

"Hanya aku yang boleh melihat mu seperti ini." Sean melanjutkan perkataannya menunjukkan sikap posesif yang membuat senyum malu terbit di wajah Kesya.

Kesya merasakan hawa panas di area wajahnya setelah mendengar perkataan manis Sean, dirinya tidak pernah di perlakukan hormat seperti ini, rasanya benar-benar bahagia.

Sean merangkul bahu Kesya memasuki lift khusus tamu VIP, dia tidak ingin merepotkan diri melewati kerumunan manusia yang sudah mabuk kenikmatan dunia. Terlebih lagi Kesya teramat berharga baginya, tidak boleh ada yang menyentuh bahkan mendekatinya, tidak selama dirinya masih bernafas.

"Sean kita mau kemana?" tanya Kesya setelah mereka berada di dalam mobil.

"Meresmikan kencan kita, hari ini kencan pertama kita." Sean memasang senyum bahagia sembari melekatkan sabuk pengaman Kesya.

"Cih, seperti remaja saja." Kesya mendengus pelan, menyandarkan punggungnya di kepala kursi.

"Cerewet." Sean membalas dengan singkat tak ingin memperpanjang perdebatan mereka.

45 menit kemudian mobil mewah berwarna silver memasuki area parkir sebuah restoran mewah yang letaknya menghadap ke arah pantai. Kesya terkesima, bukan karena restoran mewah yang menjulang tinggi melainkan pemandangan di hadapannya. Penglihatannya begitu dimanja oleh pesona pantai yang di hiasi cahaya remang-remang di sekitarnya. Tanpa sadar kakinya melangkah, berdiri di pinggiran pantai, membiarkan angin malam menerbangkan gaun hitam panjangnya asal.

"Kau suka?" Sean membisik disisi wajah Kesya sambil melingkarkan kedua lengannya di pinggangnya.

"Aku tidak punya alasan untuk mengatakan tidak." Kesya sudah terbiasa dengan sentuhan Sean, tanpa menoleh sekalipun dia sudah tahu bahwa Sean lah yang kini memeluknya.

"Lebih menempel lagi padaku, aku tidak ingin kau kedinginan." perintah Sean yang langsung dilaksanakan oleh Kesya.

Mereka terdiam membisu menikmati keheningan yang membawa ketenangan, membiarkan angin menyapu permukaan kulit mereka, menerbangkan surai hitam panjang ke segala arah. Dingin malam tak lagi bertahta mengusik sepasang insan yang tengah berbagi kehangatan.

"Kau tahu, sampai detik ini aku tidak bisa menemukan jawaban dari pertanyaan ku sendiri." Kesya bersuara memecah keheningan diantara mereka.

"Pertanyaan apa?" Sean semakin mengeratkan pelukannya, menumpukan dagunya di puncak kepala Kesya.

"Apakah seseorang seperti ku pantas bersanding dengan dirimu?" Kesya berujar lirih menatap hamparan laut yang terdiam sunyi.

"Kau lebih dari pantas, bagiku kau wanita terhebat yang pernah ku temui yang mampu membuat ku menjadi manusia lebih baik, dan aku tidak ingin wanita lain selain dirimu." Sean membalas penuh keyakinan mematahkan keraguan dalam diri Kesya.

"Kau memang perayu ulung Kingston." Kesya berucap tenang bermakna sindiran.

"Perayu bangsat yang beruntung mendapatkan mu." Sean memaki dirinya sendiri yang membuat tawa nyaring terdengar dari Kesya.

"Dan aku tidak menyukai sikap rendah dirimu ini sama sekali, aku jauh lebih suka melihat kau mengangkat dagu penuh kesombongan, itu lebih cocok untukmu." lanjut Sean berucap dengan nada tidak suka.

"Dasar pria aneh." Kesya mendengus kecil menyadari tingkah konyol Sean.

"Yes I am." balas Sean dengan cepat.

"Lalu bagaimana cara mu mengeluarkan ku dari tempat terkutuk itu." Kesya kembali menyerang Sean dengan pertanyaan yang sama.

"Jangan tanyakan sesuatu yang tidak masuk akal." Sean membalas dengan angkuh menunjukkan kekuasaannya.

Seakan mengerti, Kesya tak lagi mengungkit topik bodoh itu, dirinya sudah tahu bahwa dunia pun tunduk akan Kingston apalagi seorang Baron, tidak perlu berpikir dua kali dia akan langsung menyelamatkan diri dari kekuasaan Kingston.

"Terimakasih karena sudah melepaskan tali di leher ku." Kesya berujar lembut, menepuk pelan kedua tangan yang melingkar di perutnya.

"Apa pun untuk mu." Sean langsung mengecup lama pelipis Kesya.

"Aku baru tahu ternyata kau bisa juga romantis begini." Kesya mencerca Sean dengan kalimat meledek.

"Semua karena mu dan untuk mu." Sean berujar bangga, dirinya bahkan terkejut dengan perubahan yang terjadi padanya seperti membalikkan telapak tangan, begitu cepat bahkan sangat cepat.

"Cih, kata-katamu bahkan lebih manis dari madu." jawab Kesya tersenyum kecil yang hanya dibalas kecupan lembut di puncak kepalanya, Kesya semakin menyandarkan kepalanya di dada bidang Sean.

Angin malam berhembus lembut menyibakkan helaian rambut pelan, seakan turut bahagia melihat Adam dan Hawa tengah dimabuk cinta, keduanya menutup mata menikmati sapuan lembut yang membawa kedamaian hati.

"Sean, sejak kecil aku terjebak oleh pahitnya kehidupan. Ibu ku berjuang seorang diri membesarkan ku, dia bahkan rela mengorbankan dirinya untuk ku. Aku tidak punya impian lain selain membahagiakan ibuku, tapi semua terlambat, dia pergi sebelum aku sempat mengucapkan terimakasih padanya. Kepergiannya adalah hal yang paling menyakitkan bagiku, aku bahkan mengutuk Tuhan yang dengan tega mengambil satu-satunya harapan ku. Sejak saat itu hidup ku berubah seratus delapan puluh derajat, aku mengangkat dagu pada setiap orang yang merendahkan ku, tak peduli meskipun aku wanita miskin yang tidak punya apa-apa dan hanya seorang penari telanjang, aku tidak membiarkan mereka menginjak-injak harga diri ku. Aku lahir dari rahim wanita terhormat, tidak ada alasan bagiku untuk merendahkan diri dihadapan semua orang yang menghina ku, meskipun pekerjaan ku kotor tapi aku tidak kotor. Aku tidak terbiasa melempar pisang saat orang lain melempar batu padaku." Kesya berujar tiba-tiba dengan pelan dan lambat tetapi di ujung kalimatnya terbesit nada geraman yang mengisyaratkan sebuah kebencian.

"Dimana ayah mu? Kau hanya menceritakan sepenggal kisah ibumu tapi tidak ayahmu."

ujar Sean mengungkapkan rasa penasaran yang sudah terselubung di hatinya. Dia bukan tidak menyadari bahwa Kesya sangat tidak ingin membahas tentang ayahnya.

Hening.

"Dia.... sudah mati." Kesya mendesis dingin menahan bunyi gemeletuk gigi yang sudah beradu.

"Boleh aku tahu karena apa?" lagi-lagi rasa penasaran membuat Sean melupakan amarah yang mulai terlihat dari diri Kesya.

"Aku kedinginan, ayo pulang." Kesya mengalihkan pembicaraan dengan cepat, topik itu benar-benar paling dibencinya. Tanpa menunggu lama lagi dia melepas kasar dekapan Sean dan segera bergerak dari tempatnya, sebelum sebuah tangan kokoh menarik lengannya kuat membuat dahinya menabrak dada bidang dan keras. Kesya menunduk, langsung membuang pandangannya ke arah pasir.

"Lihat aku." perintah Sean lembut mengetahui bahwa Kesya ingin lari dari topik mereka.

"Ini sudah malam, ayo kita pulang." Kesya akhirnya mendongak, dengan tergagap dia membalas perkataan Sean, jantungnya berdetak menggila entah karena alasan apa.

"Kau ingin kehangatan bukan?" pertanyaan Sean bersifat ambigu yang membuat kening Kesya berkerut.

"Apa maksudmu?"

"Maksud ku adalah seperti ini."

Sedetik kemudian bibir mereka bertemu, Kesya membelalak kaget. Sean semakin menarik tubuh Kesya menempel padanya, dada kenyalnya menempel sempurna dengan dada bidangnya.

Sean menghisap bibir gadis itu tidak sabaran, rasanya tetap sama selalu manis dan manis.

"Sean." Kesya membisik serak dengan nafas tersengal-sengal.

Tanpa memperdulikan protes gadis itu, Sean kembali melancarkan aksinya. Kesya meremas kuat kedua bahu Sean, dia sudah sangat kewalahan mengimbangi ciuman panasnya, lidah mereka saling melilit, saling bertukar Saliva, decak lidah yang beradu semakin membuat mereka mabuk dalam kenikmatan.

Satu desahan lolos di bibir seksi Kesya saat lidah Sean berpindah menjelajahi seisi lehernya, membuat tubuhnya bergetar tak karuan. Kesya tak kuasa menopang tubuhnya yang sudah seperti jeli.

"Kaitkan kakimu di pinggang ku." ujar Sean di sela-sela ciumannya.

Kesya memekik saat Sean mengangkat tubuhnya dari pijakannya, dengan cepat dia mengaitkan kakinya di pinggang Sean.

Mereka kembali berciuman, Sean menggendong tubuh Kesya lalu menidurkannya di atas pasir tanpa melepas ciumannya. Tangannya turun mengusap perut datar di balik gaun hitamnya, dia mengecup seluruh tubuh gadis itu dari balik gaun hitamnya, Kesya mendesis nikmat saat lidah Sean menciumi kaki jenjangnya hingga pangkal paha, tubuhnya bergerak gelisah ketika tangan nakalnya sudah memilin lembut dadanya yang masih terbungkus rapi, Sean kembali membawa wajahnya menatap lekat wajah gelisah gadis itu yang sudah dipenuhi gairah, dia kembali membungkam mulut Kesya dan melumatnya rakus.

"Aku sangat ingin bercinta saat ini juga dengan mu, tapi kau bukanlah pelacur yang bisa ku nikmati kapan saja." ujar Sean lembut setelah berhasil lolos dari gairahnya, memandang dalam wajah merah Kesya yang begitu menggairahkan, jemarinya mengusap pelan peluh yang sudah membanjiri dahinya.

Tubuhnya masih menempel di tubuh Kesya, dengan bertopang sebelah siku untuk menahan bobot tubuhnya agar tidak menimpa Kesya.

Nafas Kesya memburu karena ciuman panas mereka yang masih menyisakan gelegar aneh dalam dirinya, dia hanya membalas perkataan Sean dengan menatap lekat manik birunya, debaran jantungnya semakin kencang tatkala wajah mereka begitu dekat yang hanya dipisah oleh beberapa senti. Nafas hangat Sean menyapu permukaan wajahnya.

Melihat ke bungkaman Kesya yang belum berujung, Sean kembali menambahkan.

"Ayo bersama mengobati luka, mari kita mulai semua dari awal, kita sama-sama belajar untuk saling mencintai."

Hening.

"Kesya... menikahlah dengan ku."  

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status