Suara denting sendok yang beradu mengiringi suasana di meja makan, terlihat sekelompok orang berbeda usia sedang menikmati makan malam. Pada akhirnya Sean dan Kesya memutuskan untuk menikmati makan malam di mansion utama Kingston. Walau Kesya harus mengeluarkan jurus ampuh dengan memasang wajah memelas, setidaknya usahanya membuahkan hasil, Sean akhirnya menuruti keinginan Kesya.
"Kesya?" panggil Charles mengusir kebisuan diantara mereka."Yah ayah mertua." jawab Kesya ramah sambil mendongak ke arah Charles.Charles tersenyum kecil mendengar panggilan Kesya, keberanian gadis sombong di hadapannya patut diacungi jempol. Jika orang lain di posisi Kesya, mungkin sudah lari ketakutan tanpa menoleh sedikit pun padanya. Tapi Kesya berbeda, keangkuhan membuat dirinya semakin menarik. Wanita itu bukan sembarang wanita."Kenapa kau memanggilku ayah mertua." pandangan mereka bertemu, Kesya tersenyum santai, dirinya sama sekali tidak gentar akan soroHai.. Hai...We are coming...Upss... warning ada adegan +++++Happy reading guys 😘Kesya mengerjapkan kelopak matanya berulang kali, mencoba untuk menyesuaikan dengan intensitas cahaya yang sudah menelisik menerangi kamar itu.Perlahan dia menjauhkan diri dari dekapan laki-laki yang kini memeluknya namun, tubuhnya sama sekali tidak bergerak. Kesya menyadari bahwa ada tangan besar yang menahan tubuhnya. Dia menghela nafas pasrah, lilitan di tubuhnya sangatlah kuat, sangat sulit untuk melepaskan diri dari dekapan itu. Kesya tertegun ketika melihat pahatan sempurna di hadapannya, tanpa sadar kedua sudut bibirnya terangkat. Tangannya bergerak, membiarkan jari telunjuknya menelusuri seluruh wajah pria itu mulai dari mata, hidung, pipi, hingga berakhir di bibir. Kesya mengelus lembut bibir seksi yang baru dicicipinya tadi malam."Pantas saja banyak wanita yang rela melemparkan diri begitu saja padamu, kau memang pencium h
Happy readingBRAKK!!!!!!Sheila menutup pintu kamarnya kencang, pertikaian antara dirinya dengan Kesya benar-benar mengusik jiwanya. Kehadiran Kesya sungguh ancaman besar untuknya, dia tidak rela Sean jatuh ke pelukan wanita itu. Membayangkan saja darahnya sudah mendidih, Kesya memang bukan wanita sembarangan, dia jauh lebih licin dari ular. Wanita itu punya lidah lembut sekaligus tajam, setiap perkataan yang keluar dari mulut Keysa berhasil membungkamnya."Argghhhhh....brengsek! Wanita jalang sialan!" teriak Sheila seraya menyugar rambutnya dengan kasar kebelakang. Tiba-tiba dia tersentak akan sesuatu hal, sedetik kemudian Sheila menatap pantulan dirinya di cermin rias yang ada di kamarnya.Kedua mata Sheila kompak membola, tangannya bergetar hebat saat mendapati luka di sudut bibirnya."Ti-tidak, a-aku tidak boleh terluka. Se-sean menyukai wanita cantik, aku wanita cantik, a-aku tidak boleh terluka. Tidak boleh... tidak
We're coming...Happy reading guys 😘Kesya menatap marah pria yang tengah duduk sembari bersedekap santai di atas kursi kayu, dadanya kembang kempis karena amarah yang juga belum surut.Sudah satu jam mereka terlibat pertikaian tapi masih juga belum bertemu dengan titik terang."Sean, aku tidak mau pindah dari sini." tukas Kesya mempertahankan pendapatnya."Aku tidak meminta izin mu, ini perintah!" seru Sean memberi ultimatum."Pokoknya aku tidak mau!" seru Kesya nyaring, menghentakkan ujung heelsnya di lantai."Begitu rupanya? Baiklah, jika kau tidak pindah ke apartemen bersama ku, maka aku yang akan pindah kesini. Kita lihat, bagaimana kau menghadapi gunjingan para tetangga nanti." ujar Sean dengan santai, diujung kalimatnya terselip ancaman."Dasar brengsek! Kau selalu saja memanfaatkan keadaan." teriak Kesya frustasi.Sean mengangkat sebelah sudut bibirnya."Jangan mema
Hai....hai...Ada sedikit kesalahan say, bukan di pentahouse yah tapi di apartemen..Maaf readers, aku keingat novel yang satu lagi🙏Kesya memandangi seisi apartemen mewah Sean seorang diri, pria itu sudah pergi ke kantor sesaat setelah mengantar dirinya.Kesya seperti orang linglung ketika memasuki apartemen itu. Wajar saja, pertama kali dirinya menginjakkan kaki di tempat semewah ini. Dia melangkah cepat mendudukkan tubuh lelahnya di sofa yang terletak di ruang tamu. Tiba-tiba suara ramah wanita membuatnya terkesiap."Nona Kesya?" panggil seorang wanita berpakaian pelayan."I-iya?" Kesya tak bisanya menyembunyikan rasa gugup, refleks dia langsung berdiri dari sofa. Rasa canggung terlihat jelas di wajahnya."Tidak perlu sungkan nona, anda adalah majikan saya. Tuan Sean sudah memberitahu kedatangan nona Kesya terlebih dulu." jawab pelayan itu ramah membuat lipatan kecil di kening mulus Kesya."Huh? Aku tida
Taman itu sangat ramai, meskipun tak lagi berteman sang Surya. Banyak keluarga yang sedang bercanda tawa melepas penat, ada yang berjalan beriringan, bahkan tak terkecuali pasangan-pasangan yang bergandeng tangan, saling memeluk, memadu kasih tanpa rasa malu sedikit pun.Sean menggenggam tangan Kesya begitu erat, keraguan tiba-tiba melanda benaknya tak kala melihat keramaian. Ketidaknyamanan begitu jelas di wajahnya. Kesya yang berdiri di samping Sean dapat menyadari bahwa pria itu benar-benar tidak nyaman."Jika kau tidak nyaman, lebih baik kita pulang." Kesya berujar lembut menatap khawatir wajah Sean yang sudah memucat. Kesya sangat paham bagaimana kehidupan Kingston yang harus terperangkap di dalam istana bersama pengawal dan pelayan. Wajar saja Sean terlihat gelisah.Sean tersenyum tipis mengusir kekhawatiran di wajah Kesya."Tidak apa-apa, aku baik-baik saja, ayo kita masuk." Sean menarik tangan Kesya memasuki gerbang."Kau tida
Please Don't Go!Happy reading 😘Malam menyingsing berganti dengan sang Surya, bersinar terang membawa harap. Mengintip di balik celah kecil, menerpa sang putri yang tertidur lelap. Seakan tak puas dengan menggoda, sang Surya mulai merangkak naik, menggelitik kenyamanan.Kesya membuka kelopak mata perlahan, menyesuaikan diri dengan cahaya yang memasuki ruangan.Detik itu juga Kesya menyadari keberadaannya tak lagi di taman melainkan dikamar yang baru sehari ditempati. Mata Kesya menyipit mendapati sepucuk surat di samping nakas. Rasa penasaran membuatnya segera menyibakkan selimut yang sedari tadi membungkus tubuh lalu mengambil surat itu."Surat siapa ini?" Kesya membolak-balik sebelum kemudian membaca isinya.Dear My Kesya, My Future Wife...Selamat pagi Tuan Putri...Cerita semalam sudah berakhir, jangan biarkan kesedihan mu kemarin merenggut kebahagiaan mu hari ini.Aku tahu ini k
Don't Leave Me Alone"Kesya, kau mendengar ku? Jangan tutup matamu, pegang erat tanganku. Kau tidak boleh meninggalkan ku, sama sekali tidak boleh." Sean memberikan rentetan kalimat lirih, berusaha menjaga Kesya agar tetap sadar. Menggenggam kuat tangan pucat dan lemah Kesya, dengan berurai air mata Sean merapalkan doa penuh harap pada Sang Pemilik Hidup."Sean, rasanya sakit sekali." Kesya berucap dengan nada sangat pelan, darah yang tak hentinya mengucur deras membuat tubuhnya melemah. Samar-samar Kesya melihat Sean menangis terisak-isak."Aku mengerti sayang. Tetaplah bertahan, aku sangat membutuhkan mu." lanjut Sean menanamkan kecupan bertubi-tubi di punggung tangan Kesya. Walau bajunya sudah berlumur darah, Sean sama sekali tidak menghiraukan semua itu. Keselamatan Kesya yang terutama baginya."Kau... menangis?" Kesya sekuat tenaga mengukir senyum lembut di tengah rasa sakitnya, lalu perlahan melepaskan tangannya untuk mengusap lembut
Keheningan membentang seisi ruangan itu. Sean mendudukkan diri di sebuah kursi yang berada tepat di samping kepala ranjang Kesya. Lagi, sungai kecil hangat membasahi kedua pipinya. Sambil terisak, Sean membawa matanya menelusuri seluruh tubuh Kesya, tangannya terulur mengusap lembut bekas luka di wajah Kesya."Apa disana begitu menyenangkan? Kenapa kau masih saja menutup matamu? Apa kau tidak merindukanku Kesya? sedangkan aku, tidak sedetik pun aku melewatkan waktu tanpa merindukanmu. Lihatlah, aku sedang menangis, dan aku membutuhkan bahu mu untuk bersandar, aku juga tidak punya tisu untuk mengusap air mataku Kesya. Aku sangat merindukanmu, rasanya satu detik terasa berat tanpa senyum mu. Seperti inikah caramu menghukum ku? sakit sekali, benar-benar sakit. Aku tidak tahu harus berbuat apa, impian yang sudah aku bangun hancur dalam sekejap. Teganya kau membiarkan ku berjuang melawan sepi seorang diri. Kembalilah, aku tidak sekuat itu untuk menahan sakit