Share

Kim Andersean Bharaswara (Presdir TBC)

“Apa kamu Nona Dewi Sasikirana?” sahut seseorang yang berjalan mendekat ke arah Sasi. Seorang laki-laki dengan pakaian formal dan rapi yang tersenyum kepadanya. Terlihat Ghea dan Sella yang menundukkan kepalanya ketika laki-laki itu menghampiri kami.

“Iya, Saya Dewi Sasikirana,” jawab Sasi dengan menyiratkan senyuman tak kalah dengan laki-laki berpakaian formal itu yang tersenyum ramah kepadanya.

“Ternyata kamu di sini, kenalkan saya Hardy. Salah satu HRD di sini dan orang yang telah menelepon Nona Sasi pagi tadi,” ucapnya yang menadahkan tangannya ke arah Sasi mengajaknya untuk bersalaman. Dengan cepat Sasi pun membalas tagutan tangan sang HRD.

“Maafkan saya, Pak. Saya memang mencari-cari ruangan presdir, tapi nggak ketemu.”

“Baiklah  Sasi, saya akan antar kamu ke ruangan Pak Anders karena beliau sedang menunggu kamu,” ucapnya yang segera pergi dari hadapan Sasi dan juga kedua karyawannya itu. Namun, ketika Hardy yang akan melangkah pergi dihentikan sebentar dan menoleh kembali khususnya kepada Ghea dan juga Sella yang masih setia berdiri lekat memperhatikan.

“Dan untuk kalian berdua segera mulai bekerja, jangan bergosip terus, kalian akan langsung dipecat jika Pak Anders tahu dengan apa yang kalian berdua lakukan,” gertak Hardy kepada Ghea dan Sella.

“B-baik Pak Hardy,” jawab Sella dan Ghea secara bersamaan.

Sasi segera mengikuti langkah sang HRD menuju ruangan pribadi atasannya itu, sembari menyiratkan senyuman di wajahnya, terlepas setelah Pak Hardy memarahi kedua karyawannya itu yang menurutnya aneh.

“Lo, ngerasa ada yang ganjal nggak sih, Sell. Perasaan akhir-akhir ini karyawan yang sering diterima sama Pak Anders itu karyawan perempuan,” ucap Ghea yang mengarahkan matanya kepada Sella.

“Iya kenapa emang?” tanya Sella.

“Yah, berarti kalau Pak Anders itu laki-laki normal, nggak penyuka sesama jenis. Berarti isu kalau Pak Anders nggak suka perempuan itu cuma hoaks, dan kita nggak boleh percaya gitu aja.”

“Tapi ... selama gue kerja di sini, gue nggak pernah lihat kalau Pak Anders deket sama perempuan, bahkan jalan atau memiliki hubungan dengan perempuan. Nggak mungkin ‘kan pria sekeren dan setampan Pak Anders nggak punya kekasih, para karyawan perempuan aja pada antre untuk bisa mendapatkan hati Pak Anders haha, tapi semua itu cuma dalam mimpi.”

“Udahlah, gue nggak mau memikirkan tentang itu, yang pasti kalau vampir ganteng gue itu pria normal yang suka perempuan,” sahut Ghea yang segera pergi meningalkan Sella. Tak lama Sella pun mengikuti langkah Ghea yang sudah jalan terlebih dahulu.

Selama di perjalanan menuju ruangan  Presdir, tak henti-hentinya Sasi mengusap-usapkan kedua telapak tangannya yang sudah keluar keringat basah di setiap buku-buku jarinya. Bahkan ia merasakan jika jantungnya benar-benar berdetak begitu kencang, tak seperti biasanya. Tubuhnya terasa bergetar, rasa tidak nyaman mulai melandanya. Walaupun Pak Hardy beberapa kali mengajaknya mengobrol dan tersenyum ramah kepadanya, namun cara seperti itu tidak mampu menghilangkan rasa grogi dan takut Sasi, untuk bertemu dengan Presdir di perusahaan ini.  

Setelah melewati lift menuju ruangan sang presdir, akhirnya Sasi sudah tiba di depan pintu ruangan pria yang akan ditemuinya. Sesekali Sasi mengeluarkan napasnya pelan dan hal itu terdengar jelas oleh Pak Hardy, sampai membuat pria yang sudah tak muda lagi itu atau mungkin seumuran dengan ayahnya tersenyum dengan tingkah Sasi.

“Apa kamu gugup untuk bertemu dengan Pak Anders?” tanya Pak Hardy sembari menyiratkan senyuman.

“Hehehe,” Sasi nyengir kuda memamerkan gigi-giginya yang putih. “S-sedikit Pak, karena ini adalah pertemuan pertama saya dengan beliau, saya takut akan membuat beliau marah,” jawab Sasi apa adanya, berusaha untuk bersikap baik seolah tidak terjadi pergolakan di dalam batinnya untuk bertemu dengan orang nomor satu di perusahaan elite ini.

“Pak Anders bukan tipe orang yang galak kok kepada karyawan yang memang mengikuti aturannya, kecuali jika karyawannya pembangkang, dan suka bergosip seperti kedua karyawan tadi.”

Sasi teringat dengan perkataan dari kedua karyawan perempuan itu. “Tapi Pak, kedua karyawan tadi memanggil Pak Anders dengan sebuat Pak Vampir ganteng, saya nggak paham maksudnya apa?” tanya Sasi.

“Ah ... ucapan dari kedua karyawan tadi nggak usah kamu dengar dan tanggapi. Pak Anders memang memiliki sikap dingin kepada para karyawannya, mungkin dari sikap itulah beberapa karyawan menyebutnya dengan vampir ganteng, tapi sebenarnya Pak Anders adalah orang yang sangat baik ... dengan caranya sendiri.”

Sasi mencerna tiga kalimat terakhir yang dilontarkan oleh Pak Hardy tadi, apa maksudnya orang baik namun dengan caranya sendiri.

Keduanya sudah tiba di depan pintu ruangan Presdir, dengan bertuliskan papan nama Presdir Kim Anders. Sasi benar-benar tak ingat dengan nama itu.

“Tok ... tok ...” Hardy mengetuk pintu ruangannya secara pelan namun begitu nyaring.

“Masuklah.” Terdengar jelas jawaban dari arah dalam pintu.

“Ayo masuk,” ajak Hardy kepada Sasi.

 Sebelum masuk Sasi terlebih dahulu membenarkan penampilannya yang memang sudah rapi, tak lupa dengan rambutnya. Setelah terlihat rapi, Sasi mengembuskan napasnya pelan dan meraba area jantungnya, mencoba menormalkan detak jantungnya yang dirasa tambah berdegup kencang ketika akan memasuki ruangan.

Tak lama perempuan itu segera masuk ke dalam ruangan mengikuti langkah kaki sang HRD. Mata Sasi tak henti-hentinya menatap lekat dan kagum isi ruangan pribadi presdir dari perusahaan ini yang begitu luas dan megah. Bahkan berjejer lemari yang dipenuhi oleh buku. Seorang pria bersetelan jas rapi dengan postur tubuhnya yang begitu menjulang tinggi sedang berdiri membelakanginya, terlihat sedang membaca berkas yang dipegangnya. Penampilanya begitu sempurna, dan mungkin rupa dari pria itu tidak dapat diragukan lagi. Walaupun Sasi belum melihat rupa atasannya itu, namun aura seorang pemimpin yang terkenal dingin sudah terasa olehnya.

Sasi masih terlihat gugup, berdiri di samping tubuh Pak Hardy dengan menundukkan wajahnya.

“Maaf Pak Anders mengganggu waktunya. Salah satu pelamar yang diberikan kesempatan oleh anda untuk menjalani interviu hari ini sudah tiba,” ucap Hardy dengan melirikkan matanya ke arah Sasi yang masih terlihat gugup.

“Hem ... anda nggak mengganggu kok, Pak Hardy. Karena memang saya yang akan memimpin interviu ini. Baguslah dia datang nggak terlambat,” jawab Kim yang membalikkan tubuhnya ke arah Hardy dan juga Sasi yang sedang berdiri sembari menutup berkas yang sedang dibacanya tadi.

Baik kedua bola mata Kim maupun Sasi membulat seketika. Kim yang tidak menyangka jika satu-satunya pelamar yang diterima olehnya adalah Sasi, perempuan yang bekerja di restoran semalam yang mampu membuat detak jantungnya berjalan tidak normal. Sedangkan Sasi pun dibuat terkejut, bahkan kedua matanya sulit untuk dikedipkan ketika melihat pria yang begitu menyebalkan dan sudah melecehkannya secara verbal sedang berdiri di depannya yang hanya terhalang oleh meja atasan. Sasi terus terheran-heran mengapa bisa bertemu lagi dengan pria aneh seperti Kim, bahkan Sasi belum mencerna dengan baik jika Kim adalah Presdir di perusahaan ini.

 To be continued...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status