Kim mengemudikan mobilnya dengan cepat, karena jalanan yang terlihat lengang tak banyak pengendara yang bepergian hari ini. Maka dari itu Kim dapat menggunakan jalanan seperti miliknya sendiri. Ketika Kim fokus dengan kemudinya karena hari ini ia tidak berangkat bersama Win, sekretaris pribadinya.
Sesekali wajah pria berusia 28 tahun itu menyiratkan senyuman, jika mengingat kejadian semalam. Awal pertemuan antara dirinya dengan Sasi, perempuan yang telah membuat jantungnya berdetak tidak normal. Sasi adalah perempuan kedua yang benar-benar membuatnya jatuh cinta selama hidupnya setelah Estelle.
Tak lama ponselnya berdering membuat konsentrasi Kim sedikit membuncah. Dirogohnya ponsel yang berada di dalam saku jasnya. Tanpa melihat si penelepon, Kim langsung memasukkan airpods ke telinganya dan segera menjawab panggilannya.
“Halo,” ucapnya terlebih dahulu.Kim mendengar dengan seksama ketika salah satu HRD yang menelponnya dan mengingatkan dengan jadwal interviu yang akan dipimpin langsung oleh Kim. Hardy mengingatkannya kembali karena atasannya ini memang selalu terlupa dengan hal-hal yang begitu penting.
“Ah iya, iya. Saya ingat kok dengan jadwal hari ini, saya sudah berada di jalan,” jawab Kim yang kembali fokus mengemudi.
“Kamu sudah memberitahukan kepada calon karyawan itu, jika terlambat saya nggak akan menoleransinya. Saya akan langsung pecat tanpa dia bekerja terlebih dahulu,” ancam Kim yang memang terdengar menakutkan.
“Baiklah.” Kim memutus sambungan teleponnya dengan Hardy, pria yang telah memberikan kabar baik untuk Sasi.
Setelah menggeletakkan ponselnya secara asal. Tiba-tiba saja sudut bibir pria itu melengkung kembali menyiratkan sebuah senyuman indah. Tanpa ada alasan bagi Kim tersenyum secara tiba-tiba begini, karena ia sedang mengingat kembali pertemuan dengan perempuan yang telah memporakrandakkan hatinya, bahkan wajah dan sikap Sasi yang sangat sulit dilupakan oleh Kim. Karena ia memang merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama pada perempuan itu.
***
Setelah taksi mengantarnya sampai ke Perusahaan TBC (The Bharaswara Corporation), Sasi segera berjalan cepat menuju perusahaan. Sesekali gadis dengan mengikat rambutnya secara sederhana itu melirikkan matanya ke arah jam tangan yang melingkar di tangannya. Sasi takut terlambat walaupun hanya sedetik pun. Namun masih tersisa waktu 30 menit, sangat cukup baginya bertanya-tanya kepada salah satu karyawan di mana letak ruangan atasannya. Karena sesaat di dalam taksi, Pak Hardy mengirimkan pesan jika dirinya akan bertemu dengan atasan sekaligus pemilik perusahaan ini di ruangan pribadinya.
Ketika langkah kakinya yang hampir sampai di dalam perusahaan yang begitu luas dan megah, ia menghentikan sebentar untuk mengeluarkan napasnya secara pelan. Sasi pun merogoh ponsel di dalam tasnya. Tiba-tiba saja Sasi teringat dengan sosok Linggar, ia ingin sekali menghubungi laki-laki itu dan memberitahukan jika dirinya telah diterima di perusahaan elite ini, mungkin Linggar akan bangga padanya berkat kerja kerasnya.
Tanpa berpikir panjang, Sasi segera menghubungi Linggar dengan perasaan bahagia karena laki-laki itu dapat memberikan energi positif padanya. Hampir dua menit lamanya panggilan Sasi tidak mendapat jawaban dari Linggar, hanya terdengar suara dari operator yang mengatakan jika nomor yang anda tuju sedang tidak aktif. Sudah tiga kali Sasi menghubungi Linggar, namun hasilnya masih tetap sama jika nomornya benar-benar tidak aktif.
Sasi terlihat frustasi. “Sebegitu sibuknya kamu, Linggar. Sampai beberapa panggilan dari aku pun nggak kamu jawab, sebenarnya kamu itu ke mana sih,” lirihnya yang terlihat kesal dan kecewa.
Sasi segera melanjutkan kembali langkah kakinya. Padahal niatnya menghubungi Linggar hanya untuk memberitahunya agar Linggar dapat memberikan semangat kepadanya. Namun keinginannya itu hanya tinggal keinginan karena Linggar benar-benar tak menjawab panggilannya.
Sesampainya di dalam perusahaan yang begitu luas membuat Sasi kebingungan sendiri, bahkan untuk bertanya kepada para karyawan yang sedang melintas, namun terlihat tergesa-gesa maupun yang sedang mengobrol. Sasi mendengar dengan jelas kedua karyawan yang sedang mengobrol bebas, entah apa yang sedang mereka obrolkan. Namun, Sasi hanya menangkap kata Presdir dan Vampir. Apa hubungannya? Dan obrolan dari kedua karyawan itu membuat Sasi penasaran sehingga secara perlahan Sasi mencoba mendekatkan jaraknya dengan kedua karyawan itu.
“Kayanya nggak mungkin banget deh, kalau Pak Anders ngelirik kita, karena seumur gue kerja di sini, Pak Anders nggak pernah ngelirik gue, apalagi suka ke gue. Mustahil banget rasanya,” ucap seorang karyawan perempuan dengan gaya centilnya.
“Iya lo bener, Sell. Dan dengan rumor yang beredar, kalau Pak Vampire itu ....” Temannya berbisik di dekat telinga salah satu temannya yang bernama Sella. “Kalau Pak Anders itu nggak normal, maksudnya nggak suka cewek, penyuka sesama jenis gitu.”
Sella terkejut mengeluarkan nada suara yang sedikit kencang karena tak percaya. Dengan cepat mulutnya langsung ditutup oleh temannya yang bernama Ghea. “Jangan teriak! Gimana kalau kedengeran sama karyawan lain.”
“Hehe maaf deh, soalnya gue baru tahu dengan rumor itu. Tapi apa bener? Kenapa gue kurang percaya sih. Mas ganteng gue kek begitu.”
“Gue juga nggak tahu pasti, tapi rumor itu yang lagi viral sekarang.”
“Permisi,” ucap Sasi yang memberanikan diri menyapa kedua perempuan yang sedang membicarakan atasannya itu. Kedua perempuan itu lekat memperhatikan wajah dan penampilan Sasi. Bahkan Ghea membuka kaca mata besarnya untuk melihat dengan jelas.
“Iya, apa ada yang bisa kami bantu,” jawab Ghea dengan tersenyum ramah membuat Sasi merasa lega sekarang. Karena Sasi pikir jika kedua karyawan perempuan ini tidak suka kepadanya dengan menatapnya aneh.“Ehm, saya ingin menanyakan ruangan pribadi Presdir perusahaan ini, kira-kira di sebelah mana yah?” tanya Sasi begitu sopan.
Kedua karyawan itu terperangah dengan pertanyaan Sasi dan saling pandang satu sama lain.
“Ah ... Pak Vampir ganteng maksudnya?” Ghea balik bertanya membuat Sasi kebingungan dengan maksud Vampir ganteng. Melihat Sasi yang mengerutkan dahinya, dengan cepat Sella menjawab pertanyaannya.
“Maksud teman saya ini adalah Pak Anders, soalnya beliau sudah terkenal diseantero Perusahaan dengan sebutan Pak Vampir yang ganteng, haha,” sahut Sella yang meluruskan ucapan dari Ghea.
Sasi benar-benar tidak mengerti dengan sikap kedua karyawan perempuan ini yang dirasanya begitu aneh, bahkan terlintas sebentar di dalam pikiran Sasi, mengapa kedua orang perempuan ini dapat bekerja di perusahaan elite TBC, dengan sikapnya saja begitu aneh.
“Iya, apa boleh saya tahu di mana ruangan Pak Anders?” tanya Sasi yang ingin segera menyudahi obrolannya dengan kedua perempuan ini.
“Tunggu dulu, sebelum kami berdua menjawab pertanyaanmu, sebenarnya kamu siapa? Dan untuk apa kamu mencari ruangan pribadi Pak Anders?” tanya Sella dengan wajah yang sedikit meragukan Sasi.
“Benar sekali dengan yang dikatakan teman saya ini, soalnya nggak sembarang orang bisa ketemu sama Pak Gantengku. Saya saja yang sudah bekerja lama, hanya dapat melihat sesekali.”
“Saya ingin bertemu dengan Pak Anders karena pagi tadi saya dihubungi oleh salah satu HRD, yang memberitahukan jika saya diterima di perusahaan ini. Maka dari itu saya mencari ruangan pribadi presdir untuk melaksanakan interviu,” jawab Sasi panjang lebar. Sesekali Sasi menengok kembali ke arah jam tangannya. Dirinya benar-benar dipersulit oleh kedua karyawan perempuan yang aneh menurutnya. Sasi sedikit merasa menyesal karena bertanya kepada kedua orang ini yang sama sekali tidak membantu.
“Bisa kalian beritahukan kepada saya, di mana ruangan pribadi Pak Anders?” tanya Sasi sekali lagi dengan raut wajah yang sudah mulai frustrasi.
To be continued...
“Nggak!” jawab Sasi singkat. “Mantan kekasih?” tanya Kim kembali yang begitu penasaran dengan kehidupan Sasi sebelum ia bertemu dengannya, tidak mungkin juga bagi perempuan itu tidak pernah berpacaran selama hidup, karena Sasi memiliki wajah yang cantik namun terasa sedikit pendiam dan mungkin kejadian di masa lalu yang tidak diketahui oleh Kim, membuat perubahan di sikap perempuan itu. Sasi begitu malas untuk membicarakan mengenai mantan kekasih, baginya setelah dikhianati oleh cinta pertamanya yang bernama Dave, ia sudah benar-benar mengubur ingatan dan kenangannya dengan Dave. Bahkan sekarang karena perasaannya yang masih digantung oleh Linggar tanpa ada kepastian, membuat Sasi pun sudah tidak memperdulikan lagi akan perasaan Linggar kepadanya, walaupun di dalam hatinya masih ada sosok pria itu. Sasi sudah benar-benar membuang kenangan dan menganggap keduanya sudah mati bak ditelan bumi, dan tidak penting harus dibicarakan kepada orang lain.
Sasi sedang berdiri menunggu taksi online yang sudah dipesannya tadi sesaat dirinya bergegas untuk segera pulang, karena melihat awan yang sudah mulai mendung membuat Sasi memilih untuk menumpangi taksi saja kali ini, daripada ia kehujanan karena harus menempuh perjalanan lagi menuju halte untuk menunggu bus. Karena jarak perusahaan dengan halte bus tidak terlalu dekat dan membutuhkan sedikit waktu.Sesekali Sasi mengarahkan matanya ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, perempuan itu terlihat was-was ketika taksi online yang sudah dipesannya tak kunjung datang. Dirinya harus segera pulang untuk menyiapkan makan untuk sang ayah, karena ia tidak bisa mengharapkan banyak kepada ibu tirinya itu. Setelah menyiapkan makan untuk ayahnya, Sasi akan kembali bekerja di restoran sampai malam. Bukankah, hal itu begitu melelahkan fisiknya. Namun, tak ada yang dapat dilakukannya lagi selain bekerja untuk kesembuhan ayah tercintanya. Diberikan kesempatan untuk bekerja d
“Maaf, jika saya mengganggu obrolan Pak Kim dengan Nona Sasi, tapi saya datang ke sini hanya ingin memberikan pesanan dari Pak Kim,” ucap Win yang menghentikan kedua orang yang sedang bertatapan lekat, seperti seorang pasangan kekasih yang sedang dimabuk asmara.Mendengar suara Win, baik Kim mampun Sasi kembali menormalkan keadaannya seperti semula, seolah tidak terjadi apap-apa.Win masuk begitu saja ke dalam ruangan Kim dengan penuh senyuman, sembari menatap ketidakpercayaan ke arah Kim dan juga Sasi. Win merasa heran, karena baru perempuan yang terlihat sederhana inilah yang dapat masuk dan bercengkerama dengan atasannya. Mungkinkah jika perasaan atasannya ini memang benar adanya, dan bukan hanya kepura-puraan semata.Antara Kim dan Sasi tampak serempak menoleh ke arah Win yang sudah berdiri, dengan wajah yang masih menyiratkan senyuman. Sasi yang sebentar menatap Kim dan langsung dibalas tatapannya oleh Kim yang tersenyum aneh. Bahkan, di dalam posisi sepert
Sasi ingin segera keluar dari ruangan atasannya yang memang dirasa tidak waras. Bahkan dengan tatapannya yang semakin menggila, membuat jantung Sasi terus berdegap dengan kencang dan berpikirannya sudah ke mana-mana, karena ucapan dari Kim yang melantur.“Saya permisi, Pak Kim,” pamit Sasi yang akan segera pergi. Namun, langkah kakinya kembali dihentikan ketika Kim mencekal pergelangan tangannya mencegah Sasi untuk pergi.Antara Sasi dengan Kim saling pandang, Sasi yang tanpa sadar terus menatap wajah atasannya dari jarak dekat, membuatnya sedikit terbuat. Tersadar, Sasi pun langsung menurunkan pandangannya. Sudah dua kali bagi pria itu dengan berani menyentuh anggota tubuhnya, walaupun hanya tangannya saja tidak lebih. Namun, hal itu mampu membuat jantungnya terus berdetak tak karuan.“Lepaskan tangan saya, Pakm” pinta Sasi dengan sopan dan mencoba melepaskan diri dari cekalan Kim.Pergelakan Sasi tidak mampu membuat Kim melepaskan tangannya dengan begit
Sasi sudah berada di depan pintu ruangan Kim, ketika salah satu kepala divisi ruangannya memberitahukan kepada Sasi jika sang atasan memanggilnya. Dengan cepat Sasi segera menghentikan pekerjaan untuk menemuinya. Bahkan sekarang terpampang dengan jelas papan nama dari sang presdir yang bertuliskan Kim Andersean Bharaswarra ketika ia masih berdiri di depan pintu ruangannya. Begitu bodohnya bagi Sasi tidak mengenal sosok pria itu, yang Sasi tahu hanyalah nama depannya saja Kim saat di restoran. Namun ternyata nama panjangnya adalah Kim Andersean.Sasi masih berdiri dengan tatapan kedua bola matanya yang tampak lekat menatap papan nama itu. Perasaannya sedikit was-was ketika ia harus berhadapan dengan pria menyebalkan di hari pertamanya bekerja, dan posisinya hanya ada ia dengan Kim.
Hari pertama bagi Sasi untuk memulai pekerjaannya sebagai Graphic Designer di Perusahaan TBC milik Kim Andersean Bharaswarra. Terlihat Sasi yang mengembuskan napasnya secara pelan jika mengingat dirinya akan berhadapan lagi dengan pria menyebalkan seperti Kim. Sasi mencoba menyemangati dirinya untuk bekerja pagi ini, dirinya harus bersikap profesional dalam bekerja tidak boleh memasukkan urusan pribadi ke dalam pekerjaannya, terutama urusan dengan sosok Kim, walaupun ia begitu malas harus bertemu dengan pria aneh yang pertama kali ditemui di muka bumi ini.“Semangat Sasi, gue yakin kalau Pak Kim nggak mungkin berbuat yang macam-macam sama lo, jika dia nggak mau reputasinya hancur di perusahaan karena kelakuannya itu,” lirih Sasi yang kembali menatap penampilannya yang sudah rapi di depan cermin, walaupun begitu terlihat sederhana tidak mencolok dan menonjol apapun. Mana ada pria yang mau melirik kepadanya.Sasi segera mengambil tas kerjanya yang tergeletak di atas nakas