Share

Pak Kim 'Kan Pria Berengsek!

“Maaf, jika saya mengganggu obrolan Pak Kim dengan Nona Sasi, tapi saya datang ke sini hanya ingin memberikan pesanan dari Pak Kim,” ucap Win yang menghentikan kedua orang yang sedang bertatapan lekat, seperti seorang pasangan kekasih yang sedang dimabuk asmara.

Mendengar suara Win, baik Kim mampun Sasi kembali menormalkan keadaannya seperti semula, seolah tidak terjadi apap-apa.

Win masuk begitu saja ke dalam ruangan Kim dengan penuh senyuman, sembari menatap ketidakpercayaan ke arah Kim dan juga Sasi. Win merasa heran, karena baru perempuan yang terlihat sederhana inilah yang dapat masuk dan bercengkerama dengan atasannya. Mungkinkah jika perasaan atasannya ini memang benar adanya, dan bukan hanya kepura-puraan semata.

Antara Kim dan Sasi tampak serempak menoleh ke arah Win yang sudah berdiri, dengan wajah yang masih menyiratkan senyuman. Sasi yang sebentar menatap Kim dan langsung dibalas tatapannya oleh Kim yang tersenyum aneh. Bahkan, di dalam posisi seperti ini Sasi-lah yang merasa malu, mungkin saja ucapan Kim terdengar jelas oleh Win, ketika pria itu mengatakan perasaan kepadanya.

Kim mengarahkan matanya kepada Win yang masih setia berdiri. “Kamu dengar dengan yang saya katakan tadi, Win?” tanya Kim.

Win menganggukkan kepalanya sembari tersenyum bahagia, “tentu saja, Pak. Saya mendengar dengan jelas ketika Pak Kim mengungkapkan perasaannya kepada Nona Sasi,” jawab Win yang tak kalah bodohnya dengan Kim.

Sasi benar-benar seperti orang bodoh di dalam posisi seperti ini, bahkan ketika melihat kedua pria itu tersenyum tak jelas. Dirinya hanya bisa mengeluarkan napasnya kasar dan terus menggerutu dalam hati.

“Baguslah, jika kamu mendengar karena itu bisa menjadi saksi kalau saya memang tidak pernah bercanda dengan perkataan yang keluar dari mulut saya. Lalu, bagaimana Sasi, kamu masih belum percaya dengan perasaan saya ke kamu?” tanya Kim yang kembali menatap Sasi dengan keadaan perempuan itu yang belum siap saat ditatap oleh Kim.

Sasi sedikit gelagapan ketika Kim kembali menegaskan akan perasaannya itu kepada dirinya, dan sekali lagi Sasi benar-benar tidak menganggap jika ungkapan perasaan Kim itu serius. Mungkin saja jika antara Kim dengan sekretarisnya itu yang sama-sama bodoh, memang sudah merencanakan ini semua, bahkan ketika untuk pertama kalinya bertemu di restoran kala itu. Sasi terus memperhatikan sikap kedua pria itu yang memang tak bisa dianggap serius, bahkan Sasi sedikit tak percaya jika keduanya adalah orang kaya dan terkenal.

“Hem ... saya ingin mengganti pakaian, Pak Kim,” ucap Sasi yang sama sekali tak menjawab ucapan Kim.

Kim tersadar jika dirinya menahan Sasi di ruangannya, karena memang menyuruh perempuan itu harus mengganti pakaiannya terlebih dahulu, sebelum pergi dari ruangannya.

Pria yang memang begitu tampan tak ada tandingannya itu terlihat sedang menormalkan keadaannya kembali. “Baiklah, kamu bisa menggantinya di kamar pribadi saya,” ucap Kim yang menunjukkan sebuah pintu di seberang sana. Sebuah kamar khusus untuk Kim mengistirahatkan tubuhnya setelah lelah bekerja.

Kedua mata Sasi pun mengikuti arah telunjuk Kim, perempuan itu merasa heran dengan sebuah kamar di dalam ruangan yang sedikit mencurigakan, bahkan otak Sasi sudah berpikiran ke mana-mana dengan kamar itu. Mengingat jika Kim adalah pria kaya dan terkenal yang banyak diidolakan oleh banyak perempuan, dirinya tak bisa melupakan dengan kehadiran Kim di restoran kala itu, yang disambut histeris oleh para pengunjung perempuan, bahkan dengan rumor yang beredar jika Kim adalah pria berengsek. Namun, bagaimana dengan tanggapan orang-orang yang mengatakan jika Kim adalah pria tak normal. Sasi dibuat pusing sendiri.

“Pergilah, Win. Nanti akan saya kabari lagi,” titah Kim yang menyuruh Win untuk pergi meninggalkannya berdua dengan Sasi.

“Itu salah satu ruangan Pak Kim?” tanya Sasi yang belum beranjak pergi.

“Iya, kamu benar. Tempat istirahat saya ketika saya lelah bekerja,” jawab Kim dengan santai.

Melihat keterdiaman Sasi yang belum pergi, dengan kedua mata yang masih menatap lurus ke arah kamarnya, membuat Kim ingin menggodanya lagi. “Kenapa lagi? Apa kamu ingin saya membantu mengganti pakaianmu, Sasi,” sahut Kim yang menggoda Sasi.

Sasi langsung menolak dan berjalan cepat menuju ruangan yang ditunjuk oleh Kim, tanpa membalas ucapan Kim. Sedangkan Kim hanya tersenyum melihat sikap Sasi yang ketakutan setelah dirinya digoda. Pria yang sedang jatuh cinta kepada Sasi, segera kembali ke meja kerjanya dengan kedua mata yang masih menatap lekat ke arah pintu. Kim mendudukkan bokongnya untuk beradu dengan kursi kerjanya meneruskan pekerjaannya yang sempat tertunda setelah kedatangan Sasi. Bahkan, dirinya terlupa belum mengatakan tujuanya memanggil Sasi untuk apa.

Kim mengusap-usap pelipisnya, mengingat kejadian demi kejadian yang terjadi pagi hari ini dengan Sasi. Bahkan  dengan yang dilakukannya saja tadi sudah membuang waktunya saja.

Lima menit lamanya Sasi berganti pakaian, perempuan yang memiliki ciri khas selalu mengikat rambutnya itu segera keluar dari kamar Kim dengan kemeja yang begitu pas di tubuhnya, tidak membentuk lekukan tubuhnya. Sehingga dirinya bisa bebas pergi keluar tanpa harus dihentikan lagi oleh pria yang tak jelas itu.

“Oh, iya berapa perempuan yang telah dibawa Pak Kim ke kamar itu?” tanya Sasi dengan berani, sedangkan tangannya sedang sibuk melipat kemeja putih yang sempat dipakainya tadi.

Kim membulatkan matanya begitu mengerti dengan yang dikatakan oleh Sasi. Kim pun kembali beranjak bangun dari kursi kerjanya, berjalan mendekat ke arah Sasi yang masih tampak sibuk.

“Oh ... saya mengerti. Jadi maksud kamu kalau saya sering membawa perempuan ke kamar itu!” seru Kim yang mempertegas ucapannya di hadapan Sasi.

Dengan berani Sasi saling pandang kembali di depan Kim, dengan jarak yang dekat. “Memangnya perkataan saya salah, ya? Pak Kim ‘kan pria berengsek? Bukannya Pak Kim memang selalu berganti-ganti perempuan, bahkan saya masih ingat kok dengan pelecehan verbal yang telah dilontarkan oleh Pak Kim kepada saya waktu itu.” ungkap Sasi.

“Maka wajar jika saya nggak percaya dengan ungkapan perasaan Pak Kim ke saya, bahkan saya pun nggak percaya kalau Pak Kim ...” ucap Sasi yang mengarahkan jari telunjuknya ke arah samping dada Kim. “Bukanlah pria berengsek yang selalu melecehkan perempuan, seperti yang Pak Kim katakan ke saya tadi,” tukas Sasi yang masih berani, walaupun Kim sudah menatapnya dingin.

Kim melengkungkan sudut bibirnya mendengar pernyataan Sasi. “Kamu nggak bisa membedakan ucapan seseorang yang penuh kejujuran, dengan hanya sebuah candaan. Saat saya melecehkan kamu malam itu, saya hanya bercanda, Sasi. Akan tetapi dengan perasaan yang sering saya ucapkan ke kamu, itu sebuah tanda kejujuran. Seharusnya kamu mengamati kedua mata seseorang yang sedang berbicara ke kamu, kamu tatap kedua matanya lekat. Disitulah kamu akan tahu, apakah dia sedang berbohong atau berkata jujur.”

 Sasi langsung terdiam mendengarnya, entahlah kali ini dirinya memang tidak bisa menganggap jika ucapan Kim tadi hanya sebuah kebohongan. Bahkan, Sasi melakukan apa yang Kim katakan barusan, yaitu menatap kedua matanya.

“Ketika seluruh kata-kata mencoba mendustakan seluruh isi hatinya, maka lihatlah matanya, karena mata tidak pernah berdusta. Mata adalah jendela hati, Sasi. Mungkin lidah bisa berbohong, akan tetapi tidak dengan mata. Kamu bisa melihat kejujuran dan ketulusan dari mata seseorag yang sedang bicara denganmu.”

“Tapi jika kamu ingin memakai kamar itu untuk pertama kalinya, sangat dengan senang hati saya berikan,” goda Kim yang terkekeh ketika melihat pipi Sasi yang mulai berubah merona karena godaannya.

To be continued...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status