Share

Kedatangan

"Wa'alaikumsalam, selamat datang." Ucap sang istri seperti biasa. Wajah ayu yang tengah tersenyum itu menyambut kepulangannya dipintu masuk.

Dimas pun tidak kuasa menahan senyuman. Bulan sabit itu melengkung jelas menambah ketampanan pemuda populer tersebut.

Cup!! Tanpa disuruh ia menghadiahkan ciuman pulang didahi sang istri. Pipi putih Erina seketika merona dengan tindakan yang di lakukan suaminya secara tiba-tiba. Degup jantung yang bertalu kencang tidak baik bagi kesehatannya. Ia pun memalingkan muka ke arah lain. Entah kenapa akhir-akhir ini ia selalu merasakan hal tak biasa pada Dimas. Apa mungkin karena dia sudah biasa menghabiskan waktu bersamanya? Sehingga perasaan Erina pada Dimas berubah? Gadis itu masih belum menyadarinya.

"Eum, mau makan atau mandi dulu? Biar aku siapkan." Tawar Erina sembarai membawa tas suaminya.

Grepp!!

Bukan memilih salah satu, tapi Dimas malah memeluk istrinya erat. "Aku ingin kamu." Bisiknya tepat di samping telinga Erina.

Lagi, kedua pipinya semakin merah bak kepiting rebus yang di masak berkali-kali. Aroma mint yang menguar dari tubuh suaminya membuat ia tidak bisa berkutik. Erina sangat menikmati pelukannya.

Tidak biasanya Dimas bersikap seperti ini. Perasaan Erina semakin tidak menentu. Ia pikir jika Dimas akan selalu bersikap dingin dan hanya memperlakukannya sebagai seorang teman hidup. Namun, ternyata pemikirannya itu salah.

Sang suami menganggap ia sebagai seorang istri. Perlahan air mata jatuh, Dimas pun merasakannya lalu melepaskan pelukan itu. Ia menatap ke dalam bola mata yang tengah mengeluarkan kerital bening di hadapannya.

"Kenapa kamu menangis?" tanyanya khawtair.

Erina tersenyum ditengah air mata yang terus mengalir, "aku bahagia. Ternyata kamu menganggapku sebagai istri" jawabnya malu-malu, menunduk menyembunyikan wajahnya.

Dimas tercengang mendengar pengakuannya. Ia pun menangkup kedua pipi bulat itu seraya mengusap air matanya dan berkata, "aku mau mandi dulu"

"Kalau begitu aku siapkan air hangatnya." Erina pikir Dimas akan mengatakan sesuatu lebih dari itu. Ternyata harapannya kembali melambung jauh.

Kehidupan sebagai sepasang pengantin telah merubah hidup mereka. Bisa dibilang Erina dan Dimas dewasa sebelum waktunya. Masa remaja, sekolah, mereka lalui dengan rahasia besar di pundak keduanya.

Mesikpun begitu Erina maupun Dimas terlihat bahagia menjalani hari berbeda dari yang lain. Sepertinya, mereka cukup bersyukur dengan adanya pernikahan tersebut.

Ting..nong!!

Terdengar bel apartmen di tekan seseorang. Erina yang tengah menyiapkan makan malam berjalan menuju pintu depan menyambut tamu yang datang. Tidak lama berselang pintu terbuka lebar menampilkan seorang pemuda tengah tersenyum padanya.

"Hai, Erina." Sapa pemuda dengan rambut hitam rapihnya penuh semangat.

"Ilham, silakan masuk." Tawarnya mempersilakan Ilham Prawidita masuk.

Ilham adalah satu-satunya orang yang mengetahui rahasia mereka. Waktu Erina dan Dimas menikah, pemuda tersebut menjadi salah satu saksinya. Terlebih Ilham juga sudah di anggap sebagai kakak oleh Dimas, meksipun umur mereka tidak terpaut jauh.

Pertemanan mereka yang sudah terjalin selama hampir 9 tahun membuat Dimas percaya jika Ilham bisa menyimpan rahasia besar itu. Ilham juga satu-satunya orang yang tahu alasan kenapa Dimas bisa menikahi Erina, meskipun masih berstatus sebagai seorang pelajar.

"Nah, ayo makan bersama. Aku sudah menyiapkannya." Ujar Erina.

"Wah, kamu sudah pandai memasak ternyata." Puji Ilham seraya memakan masakannya.

"Hahaha terima kasih. Aku masih belajar." Jawabnya malu-malu.

Merasa ada seseorang di dapur, buru-buru Dimas keluar kamar setelah memakai baju sehabis mandi. Di sana ia melihat sahabat rivalnya tengah makan bersama dengan sang istri. Ia pun berjalan mendekati mereka.

"Ehh, kapan kau datang?" tanya Dimas duduk di samping sang istri.

"Baru saja" jawab Ilham cuek.

"Dan makan begitu saja? benar-benar tidak tahu malu" sindirnya menatap sahabat baiknya itu.

"Istrimu sendiri yang menawarkannya padaku. Yah mau tidak mau aku menerimanya saja." Balas Ilham tidak mau kalah.

"Tapikan aku_"

"Sudahlah kalian berdua tidak baik bertengkar di depan makanan. Lebih baik kita makan bersama saja." Lerai Erina membuat keduanya tidak lagi berargumen.

***

Selesai makan malam Dimsa dan Ilham mengasingkan diri ke balkon. Sedangkan Erina tengah membersihkan perlatan makan. Dimas memainkan minuman kaleng di tangannya seraya menatap langit penuh bintang berkelap-kelip. Semilir angin menggoyangkan anak rambut kedua pemuda tersebut. Keheningan tercipta mengiringi kebersamaannya.

"Jadi, apa kamu sudah melakukan 'itu' padanya?" tanya Ilham spontan membuat Dimas tersedak minumannya. Ia pun menoleh ke samping kanan dengan bola mata membulat sempurna.

Bletak!!

Jitakan pun mendarat di kepalanya membuat pemuda itu menggerutu "kau... kenapa menjitak kepalaku?"

"Karena kau bodoh" balas Dimas menatapnya nyalang.

"A...apa? Ja...jadi kalian belum melakukannya?"

"Ya Allah. Tentu saja karena kami masih pelajar" bisik Dimas tidak ingin istrinya mendengar percakapan itu.

Hening, Ilham tidak lagi membalas ucapannya. Dimas pun kembali menengadahkan kepalanya diikuti sang sahabat.

"Apa kamu juga belum mengatakan yang sebenarnya?" tanya Ilham lagi tanpa mengalihkan tatapannya.

Dimas menggelengkan kepalanya. "Aku masih belum bisa mengatakan hal itu."

"Eum, aku sudah menduganya. Tapi, lama-kelamaan rahasiamu akan terungkap juga. Jadi siapkan dirimu sebelum hal itu tiba"

"Eum, aku tahu"

Kkreekk!!

Terdengar kaca besar itu di dorong olah seseorang. Otomatis kedua pemuda tersebut menoleh ke belakang dan mendapati Erina tengah menatapnya bergantian.

"Kalian berdua, jika di luar terus nanti masuk angin loh. Ayo masuk aku sudah buatkan teh hangat" ucapnya kemudian.

Mereka pun mengangguk seraya tersenyum dan menuruti perintahnya. Namun, kenyataannya mereka terlihat panik. Apa Erina mendengar pembicaraan barusan? Kalau pun iya kenapa gadis itu biasa saja? Pikir keduanya.

'Aku harap Erina tidak mendengar apapun.' batin Dimas khawatir. Pun dengan Ilham yang terus menerus berdo'a agar Erina tidak mendengar pembicaraan mereka tadi. Terutama obrolan yang terakhir.

Kini di ruang keluarga mereka berbincang-bincang membicarakan keseharian mengenai sekolah. Terlihat akrab satu sama lain, hingga tidak akan ada yang menyangka jika mereka menyimpan rahasia lain dari seseorang.

Sedangkan Erina sudah pergi ke kamarnya. Ia membiarkan waktu untuk sang suami bercengkrama dengan sahabatnya.

Dimas dan Ilham bisa bernafas lega melihat gadis itu bersikap seperti biasanya.

'Aku yakin Erina tidak mendengar apapun tadi'

'Mungkin Erina tidak mendengarnya, syukurlah'

Kedua pemuda itu menatap satu sama lain seolah memikirkan hal yang sama.

***

Jam menunjukan pukul 22:00 malam. Seorang gadis berparas cantik dengan hijab modisnya keluar dari Bandara Seokarno-Hatta dan dikawal dengan 4 pria berjas hitam. Gadis itu berjalan bak seorang model professional menuju kendaraannya berada.

Kacamata hitam yang bertengger di hidungnya ia lepas, menatap ke arah depan seraya bergumam. "Aku kembali" lalu masuk ke dalam mobil mewah di hadapannya.

Sepanjang perjalanan menuju kediamannya ia melihat kota Jakarta sudah banyak berubah. Lebih maju dan tentunya terlihat modern. "Sudah 5 tahun berlalu, bagaimana kabarmu? Apakah kamu merindukanku, Dimas?" gumamnya lagi sembari memikirkan seseorang dalam benaknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status