Rayan tiba di kantornya setelah mengantar Allura ke tempat kerjanya. Ia ada rapat bersama manajer lainnya hari ini untuk membahas investasi yang akan dilakukan minggu depan. Beberapa CEO perusahaan juga datang untuk rapat tersebut. Mereka akan bekerja sama untuk proyek besar yang dimulai pada bulan ini.
Rayan adalah orang yang cerdas dalam menciptakan strategi yang luar biasa. Keuangan perusahaannya berkembang pesat setelah ia naik jabatan menjadi manajer di sana. Rayan juga seorang manajer yang kerap berkomunikasi dengan rekan kerjanya, walaupun bawahannya sekali pun. Sebab itu, Rayan sangat disegani di perusahaannya. Tetapi tetap saja, ada beberapa orang yang iri terhadap kesuksesannya. Dunia kerja tidak akan lengkap tanpa adanya persaingan yang ketat.
Rayan dan yang lainnya sudah berkumpul di ruang rapat. Ketua divisi proyek lah yang akan melakukan presentasi kali ini.Semua orang yang ada di sana memperhatikan presentasi dengan khidmat, apalagi Rayan. Ia sudah mulai menimbang-nimbang berapa banyak pengeluaran keuangan perusahaannya untuk proyek ini. Setelah rapat selesai, semua manajer dan yang lainnya keluar ruangan. Hanya tersisa Rayan dan ketua divisi proyek yang sedang membahas kesepakatan lebih lanjut.
“Proyekmu sangat bagus Dimas. Saya tidak ragu lagi untuk menginvestasikan dana untuk proyekmu ini. Brilliant!” Rayan menjabat tangan Dimas yang tak lain adalah ketua divisi proyek.
“Terima kasih Pak Rayan. Ini juga berkat dukungan Bapak,” ujar Dimas.
“Bisa kirimkan perincian dananya ke Saya nanti?” tanya Rayan.
“Siap bisa Pak,” jawab Dimas.
“Bagus. Oh, iya. Bagaimana kabarmu dan istri? Saya dan Allura terakhir bertemu kalian hanya waktu kalian naik pelaminan. Allura pasti rindu dengan sahabatnya itu,” kata Rayan.
“Saya dan istri baik-baik saja Pak. Datanglah ke rumah untuk menjenguk Claire,” sahut Dimas.
“Apa istrimu sakit?”
“Tidak Pak,” ucap Dimas dengan malu-malu. “Sebenarnya Saya ingin memberitahu ini saat pertemuan bulan lalu, tetapi sepertinya Pak Rayan sibuk. Jadi Saya pikir akan beritahu setelah rapat tadi. Saya akan menjadi seorang ayah Pak,” sambungnya.
“Wahh, selamat!” Rayan terkejut dan langsung memeluk Dimas.Ia senang dengan berita yang didengarnya tadi. “Aku tidak menyangka kamu akan secepat ini menjadi ayah Dimas. Sekali lagi selamat untukmu dan Claire ya.” Rayan menepuk-nepuk pundak Dimas.
“Terima kasih Pak.Bagaimana Bapak dan Mbak Allura? Apa kalian sudah memiliki momongan?” tanya Dimas.
“Saya dan Allura juga baik-baik saja. Kami belum merencanakan untuk memiliki anak. Kami sama-sama masih sibuk kerja,” jawab Rayan dengan tersenyum. Padahal sebenarnya ia juga ingin memiliki anak dengan Allura secepatnya. Tetapi ia maupun sang istri masih ingin bekerja. Mungkin Rayan pun memaklumi keinginan Allura.
“Begitu ya Pak. Semoga selalu sehat ya kalian berdua. Saya mau pamit kembali bekerja Pak. Jangan lupa datanglah ke rumah. Saya dan Claire selalu menyambut kalian kapan pun kalian datang.”
“Baiklah. Sampai jumpa nanti Dimas.” Rayan dan Dimas berjabat tangan sekali lagi lalu keluar dan menuju ruangan masing-masing.
Rayan masih berkutik dengan perincian dana yang Dimas kirim di laptopnya. Ia selalu serius dalam menghitung semua jumlah dengan teliti. Ia hanya tidak ingin adanya penggelapan dana yang terlolos dari pengawasannya. Hal itu sering terjadi di perusahaan kecil sampai besar sekali pun.
Jam demi jam sudah terlewat. Rayan berniat untuk menelepon sang istri dan bertanya apakah ia sudah pulang. Pekerjaannya di kantor hari ini sudah selesai. Rayan bisa pulang saat itu juga. Tapi tiba-tiba handphone-nya bergetar. Pesan dari Allura.
❤️ Istriku ❤️
“Adek akan pulang dua jam lagi Mas. Hari ini banyak barang yang datang dan harus dicek satu per satu.”
“Oke Sayang. Apa ingin Mas belikan sesuatu?”
“Tidak usah Mas. Nanti kita mampir di supermarket saja. Adek mau beli bahan untuk makan malam nanti.”
“Siap Bu Boss”
Rayan senyum-senyum sendiri setiap mengirim pesan ke Allura. Ia teringat makanan kesukaan Allura Sejak dulu, martabak manis. Rayan mengecek pekerjaannya sekali lagi sebelum ia pulang. Ia berniat untuk pergi membelikan martabak manis untuk Allura. Membahagiakan dan memanjakan istri adalah prioritasnya.
Rayan masih ingat ada pernah membeli martabak manis di alun-alun kota bersama Allura saat baru saja mengemban status suami istri. Mereka berkencan layaknya remaja yang sedang kasmaran. Pacaran setelah menikah memang lebih indah daripada sebelum menikah. Bisa melakukan apapun dengan pasangan tanpa harus ada yang melarang. Apalagi dibatasi oleh waktu. Beruntungnya penjual itu masih di sana. Rayan pun memarkirkan mobilnya dan turun menuju penjual martabak manis.
“Martabak kejunya satu ya Pak,” ucap Rayan pada bapak penjual martabak manis itu.
“Siap Mas,” jawabnya.
Rayan duduk di kursi sembari menunggu martabak pesanannya siap. Ia melihat banyak anak-anak sedang bermain sepeda di sana. Mungkin usia mereka masih empat sampai lima tahunan. Beberapa dari mereka juga ada yang bermain kejar-kejaran. Ke sana kemari dengan tertawa ria. Rayan yang melihat itu ikut tersenyum. Ia membayangkan betapa bahagianya ia dan Allura ketika bermain dengan anak mereka nanti. Kebahagiaan dari seorang pria bisa menjadi seorang ayah.Salah seorang anak yang bersepeda di depannya terjatuh karena kehilangan keseimbangan. Rayan spontan berdiri dan menolong anak itu.
“Hati-hati Nak,” ujarnya sembari mengangkat sepeda yang menindihi tubuh anak itu. Rayan juga menolongnya untuk berdiri.
“Makasih Om,” ucap anak itu.
“Sama-sama Sayang.” Rayan mengelus kepala anak itu sambil tersenyum meneduhkan. Anak itu pun menaiki sepedanya lagi dan mulai memedalnya.
“Martabaknya sudah siap Pak,” teriak bapak penjual martabak manis.
Rayan langsung menoleh ke belakang. Sedari tadi dia hanya memperhatikan anak yang ditolongnya. Khawatir jika anak itu akan terjatuh lagi dari sepedanya. Rayan akan segera menolongnya jika itu terjadi. Ia pun membayar martabak manisnya dan bergegas pergi. Tujuan berikutnya adalah perusahaan pabrik kimia tempat Allura bekerja.
Rayan menunggu Allura Keluar di dalam mobilnya. Setelah beberapa menit menunggu, Allura pun keluar. Rayan yang melihatnya langsung keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Allura.
“Mas sudah menunggu dari tadi?” tanya Allura setelah memasang sabuk pengamannya.
“Tidak. Mas baru saja sampai. Tadi Mas membelikan martabak manis untukmu, makanlah,” suruh Rayan.
“Wah, kebetulan Adek sedang ingin makan martabak keju. Mas memang suami terbaik di dunia ini. Makasih ya Mas.”Allura tersenyum girang dan membuka kotak putih di depannya. Ia langsung menyantap sepotong martabak dengan lahap. Rayan yang melihatnya pun ikut senang. Allura akan selalu senang dengan perhatian-perhatian kecil dari suaminya.
Mereka menuju supermarket untuk membeli beberapa bahan makanan dan snack untuk menonton film bersama nanti malam. Itu adalah kegiatan rutin mereka setiap malam sebelum esoknya menikmati hari libur. Kapan lagi bisa begadang menghabiskan waktu bersama? Rayan dan Allura adalah pekerja keras. Belakangan ini mereka sama-sama sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
Setelah berbelanja dan sampai di rumah, Rayan menyuruh Allura untuk mandi lebih dulu. Dia mendapat panggilan penting dari rekan kerjanya. Setelah Allura selesai membersihkan dirinya, ia pun memakai pakaian. Rayan yang melihat istrinya seperti itu mencoba menahan nafsunya.
“Mas ingin bicarakan sesuatu denganmu Dek,” ucap Rayan setelah menaruh ponselnya di meja.
“Bicara apa Mas?”
“Kemarilah dan duduk bersama Mas.” Rayan menyuruh Allura untuk duduk di kasur bersamanya. Allura pun menuruti perintah suaminya.
“Ada apa Mas?” Allura menatap Rayan.
Rayan hanya diam dan langsung memeluk istrinya. Allura bingung dengan perilaku aneh Rayan. Tidak biasanya ia seperti ini. Ya walaupun memang terkadang Rayan manja seperti anak kecil.
“Ayo kita rencanakan kehamilanmu Sayang,” ujar Rayan masih memeluk Allura.
“Apa? Kenapa secepat ini Mas?” tanya Allura bingung. Ia melepas pelukannya dan menatap Rayan.
“Bukankah ini waktu yang tepat untuk kita memiliki anak? Mas tidak sabar melihat keluarga lengkap kita. Masalah kerja biar Mas saja. Mas hanya ingin kamu beristirahat di rumah selama program kehamilanmu,” jelas Rayan. Allura diam dan mempertimbangkan keinginan suaminya. Apa yang Rayan katakan memang benar. Mungkin sudah saatnya mereka berencana untuk memiliki anak.
“Baiklah Mas, Adek setuju. Tapi Adek tidak akan resign dari pekerjaan Adek. Izinkan Adek tetap bekerja ya?” pinta Allura.
Rayan tersenyum. “Terima kasih, Sayang.” Rayan memeluk Allura dengan gembira. “Baiklah, kamu tidak perlu berhenti bekerja. Tetapi besok kita akan konsultasi ke Dokter Kandungan,” sambungnya.
“Iya Mas.”
Pagi yang cerah untuk hari yang spesial. Sang arunika tampak tersenyum pada dunia yang indah. Pagi ini Rayan dan Allura Berencana untuk pergi ke dokter kandungan. Mereka berdua sudah merundingkan ini semalam, bahwa mereka menginginkan seorang anak untuk melengkapi keluarga kecil mereka. Betapa sempurnanya keluarga mereka dengan kehadiran sang buah hati nantinya. “Bangun Sayang, sudah pagi.” Rayan mengecup pipi Allura yang masih terpejam. “Hmm ....” Allura hanya menggeram. “Bangunlah, pagi ini kita akan pergi ke dokter kandungan. Kamu ingat?” ucap Rayan. “Iya Mas,” jawab Allura lirih. Ia mengucek matanya sebelum benar-benar tersadar. “Mas mandi duluan ya.” “Iya Mas. Adek akan memasak sarapan untuk kita,” ujar Allura. Ia pun duduk untuk bersiap. “Tidak usah Sayang. Hari ini Mas tidak ingin kamu kelelahan. Lagi pula ini hari libur, waktunya untuk kita menikmati hari. Mas akan mengajakmu jalan-jalan seharian ini. Pag
Rayan dan Allura masih terlelap setelah melewati beberapa malam yang panjang. Jangan berpikir aneh-aneh, mereka sering tidur terlalu larut karena harus mengerjakan pekerjaan kantor yang mulai menumpuk. Matahari sudah menampakkan wajahnya. Sepertinya mereka berdua lelah setelah berkencan untuk mengerjakan tugas. Alarm di ponsel Allura sudah berbunyi sejak lima belas menit lalu. Namun, ia masih tidak terbangun. Akhirnya Rayan lah yang mendengarnya lalu membangunkan Allura. “Sayang, ponsel kamu berdering dari tadi,” ucapnya. Allura mulai tersadar karena belaian Rayan. Ia pun mengambil ponselnya di meja. “Astaga Mas. Sudah jam tujuh lewat. Adek lupa kalau hari ini, Adek ada rapat tahunan. Dan Adek yang akan melakukan presentasi tahun ini,” pekik Allura setelah melihat layar ponselnya. “Aww!” rintihnya memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa pusing. “Kenapa Dek? Adek sakit? Mas bawa ke dokter ya. Biar Mas yang kirim surat ke kantormu nanti.”
Hari ini Allura mengambil cuti untuk beristirahat di rumah. Ia berniat untuk membeli testpack setelah Rayan berangkat kerja. Ia ingin mengetahui jawaban dari dugaannya. Jika itu benar, ia akan memberi surprise pada suaminya itu. Membayangkan wajah gembiranya saja membuat hati Allura sangat berdebar. “Sayang, aku berangkat kerja dulu ya. Kamu benar tidak ingin ditemani di rumah?” tanya Rayan. “Aku sedang ingin beristirahat di rumah saja Mas. Kalau ditemani, Mas tidak akan membiarkan Adek istirahat,” jawab Allura terkekeh. “Baiklah istriku yang bawel. Kalau begitu Mas berangkat ya,” pamit Rayan. Lalu ia mencium kening Allura dan berangkat ke kantornya. “Iya Mas. Hati-hati di jalan ya ....” Allura mengunci pintu rumah setelah Rayan berangkat. Ia segera bersiap untuk pergi ke klinik dan membeli testpack. Ia sangat tidak sabar untuk mengetahui hasilnya nanti. Wajahnya berseri-seri menatap tub
Allura masih memilih cuti dari pekerjaannya. Bukan karena badannya masih tidak enak atau masih terasa sakit, melainkan karena ia ingin checkup ke dokter kesehatan seperti saran Dokter Stevan. Jika pun ada penyakit pada tubuhnya, setidaknya Rayan tidak perlu tahu agar dia tidak khawatir. Ia pikir, sudah cukup merepotkan Rayan dalam beberapa hari belakangan ini. “Apa Adek tidak merasa bosan berada di rumah seorang diri saja?” tanya Rayan dengan memeluk Allura manja dari belakang. “Hmm sebenarnya bosan,” jawab Allura sambil memasukkan beberapa sayur yang sudah dipotong ke dalam air yang mendidih. “Kalau begitu Mas temani yaa,” sahut Rayan dengan cepat. “Tidak.” “Yah, kenapa?” tanya Rayan dengan nada memelas. “Mas harus bekerja.” “Mas kan juga bisa cuti.” “Tidak. Apa Mas mau dikatakan sebagai manajer yang malas hanya karena ingin bermanja-manja dengan istrinya?” “Hmm.” Rayan tampak cemberut.
Hari ini Allura berniat untuk konsultasi ke dokter lagi. Keputusannya sudah bulat, ia ingin hamil. Entah seberapa besar rintangannya nanti. Ia hanya ingin melahirkan seorang anak untuk Rayan. Seperti pagi-pagi yang telah lalu, Allura melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Menyiapkan keperluan suami adalah tanggung jawabnya. “Sayang,” panggil Rayan. “Iya Mas.” “Pasangkan dasi suamimu ini Sayang. Entah kenapa hari ini dia tidak mau menurut padaku,” ujar Rayan. Ia hanya ingin bermanja-manja dengan istrinya sebelum berangkat kerja. “Mas ini ada-ada saja. Sini, biar Adek pakaikan.” Allura pun mulai melipat ke sana ke mari dasi berwarna biru dengan aksen garis-garis. “Adek sudah ingin masuk kerja lagi hari ini?” tanya Rayan memandang wajah Allura yang masih serius memasangkannya dasi. “Iya Mas. Lagi pula, badan Adek sudah sehat.” Allura merapikan dasi dan kerah Rayan. “Sudah selesai Mas. Ayo kita sarapan,” ajaknya.
Satu bulan sudah berlalu. Kehidupan Rayan dan Allura berjalan seperti biasanya. Allura sudah jarang mengambil lembur di kantornya. Sedangkan Rayan masih sering lembur karena proyeknya sedang berjalan. Hari ini adalah hari libur, Rayan berencana untuk mengajak Allura jalan-jalan hari ini. Tetapi Allura menolaknya karena ia merasa tidak enak badan. Allura sedang memasak di dapur. Tapi pagi ini ia merasakan ada sesuatu yang tidak seperti biasanya. Entah penciumannya yang sangat sensitif atau memang karena ia belum makan. “Hoek!” Allura merasa sangat mual. Ia pun mematikan kompor dan berlari ke arah kamar mandi. Rayan yang melihatnya seperti itu, tampak sangat khawatir dan segera menghampirinya. “Hoeek!” Allura terus merasa mual. “Adek kenapa?” tanya Rayan. “Hoek! Tidak tahu Mas. Adek merasa sangat mual. Hoek!” Allura terus mual-mual. Raut wajah Rayan yang tadinya khawatir, kini berubah menjadi berseri-seri. I
Rayan dan Allura sangat berbahagia karena sebentar lagi mereka akan menjadi orang tua. Keluarganya akan utuh dengan kehadiran buah cinta mereka. Beribu kata syukur mereka ucapkan tidak akan bisa menjelaskan betapa bahagianya mereka. Sama seperti buih di lautan yang tidak bisa dihitung jumlahnya. “Hari ini kita cuti kerja dulu ya Dek. Kita akan ke Bandung untuk menyampaikan berita bahagia ini secara langsung. Ayah dan Ibu pasti juga ingin mendoakan cucunya ini,” ucap Rayan sembari mengelus perut Allura. “Baiklah Mas. Adek akan kirim email dulu ke kantor. Setelah itu Adek akan siapkan keperluan kita untuk di sana.” “Iya. Mas juga mau menelepon ke rumah dulu.” Allura mengirim pesan kepada Lysha kalau hari ini ia akan mengambil cuti sekaligus memberitahu kabar bahagia tentang kehamilannya. Lysha begitu senangnya sampai ia ingin mengunjungi Allura saat itu juga. Tapi ia juga merasa sedih karena Allura pasti akan segera res
Saat semua orang sudah tertidur lelap, Allura terbangun karena merasa sangat mual. Ia menahan rasa mualnya itu agar Rayan tidak terbangun. Ia menatap wajah suaminya yang tertidur pulas dengan tersenyum. Sepertinya Rayan sangat bahagia bisa menghabiskan waktu bersama keluarganya. Tak terasa air mata Allura menetes dari sudut netranya. Ia teringat kenyataan kalau hidupnya tidak akan bertahan lama dan ia tidak akan bisa melihat momen seperti hari ini lagi. Satu misinya sudah selesai. Kini ia harus mencari istri untuk Rayan sekaligus menjadi ibu untuk anaknya nanti.Allura membuat akun dating dengan identitas Rayan di ponselnya. Allura harus menemukan perempuan yang baik untuk suami dan anaknya nan