Sudah seminggu lamanya Mario mencoba menghubungi teman-temannya untuk mencari pekerjaan. Namun, sayang sekali tidak ada tempat fitness yang membutuhkan trainer baru. Mario mulai merasa putus asa dengan hidupnya karena tabungannya semakin menipis setelah membayar cicilan tagihan kartu kredit BNI peninggalan Rosita.
Dia tidak bisa lagi mengikuti pola diet sehat untuk menjaga bentuk tubuhnya. Mario sedih sekali ketika bercermin, segala kerja kerasnya memahat tubuhnya bertahun-tahun seolah hancur dalam waktu singkat.
Tiba-tiba ponselnya berdering siang itu. Mario pun segera menjawab panggilan itu, berharap ada pekerjaan yang bisa dia dapatkan.
"Halo," jawab Mario.
"Hallo. Rio. Ini Max, yee lagi cari kerja kan?" ujar Max Ricardo, teman dekat Mario di gym dengan nada agak melambai.
"Iya, Max. Ada info kerjaan apa Max?!" tanya Mario bersemangat seraya tersenyum lebar.
Max cekikikan mendengar suara Mario yang bersemangat. "Sabarrrr dong, Mas ... hihihi ...." Dia pun melanjutkan, "John 'Banting' lagi cari sparring partner buat tanding MMA, tapi ... yee ... kudu ngalah buat digebukin, ini pertandingan settingan aja buat naikin pamor si John."
Mario pun berpikir sejenak, sebenarnya pekerjaan ini sungguh tidak enak. Dia pasti babak belur. Apalagi dia tak punya basic untuk pertarungan bebas atau martial art apa pun. Selama ini dia berolahraga dengan latihan untuk memahat tubuh bukan untuk bela diri. Mario baru menyadari kesalahannya, dia berbadan kekar tapi tidak bisa bertarung.
"Eheemmm ...." Max berdehem karena Mario diam saja tak bersuara di telepon.
Akhirnya Mario pun tersadar dari lamunannya lalu buru-buru menjawab Max. "Oke, Max. Aku mau jadi sparring partner si John. Apa kau bisa menghubungi manajernya?"
"Siappp ... Apa yang nggak buat yee ... Ganteng!" seru Max dengan genit, dia pecinta sesama jenis dan sudah lama menyukai Mario.
"Oke, thanks Bro," balas Mario lalu menutup sambungan teleponnya.
Sebenarnya selama ini Mario tahu Max menyukainya, tapi Mario, pria yang hidupnya lurus dan tak pernah neko-neko mencoba hal-hal yang berbeda seperti menjadi gay.
Seperti yang dia ketahui di dunia adonis memang 75% pria memiliki kecenderungan menjadi gay. Hal itu mungkin disebabkan pria yang memahat tubuhnya juga menyukai keindahan tubuh sejenisnya, wanita menjadi makhluk yang terlalu biasa dan di bawah standar keindahan tubuh mereka yang tinggi.
Untungnya Mario masih doyan wanita!
Kehidupan Mario setelah jatuh miskin dari hari ke hari semakin membosankan. Dia berusaha mengurangi pengeluarannya dengan lebih banyak berada di rumah orang tuanya.
Dia pun teringat dengan tawaran Tante Inez. Mario memang lebih suka memanggil wanita itu dengan sebutan 'Mbak Inez' karena penampilannya awet muda, tidak seperti tante-tante pada umumnya yang keriput dan memiliki lemak menggelambir di tubuhnya.
Apa sebaiknya dia menerima tawaran menjadi suami kontrak? Dia sudah benar-benar tidak punya ide untuk bisa bertahan hidup, tak punya pekerjaan, tak punya rumah, tak punya segalanya. Apakah dia masih harus mempertahankan harga dirinya?
Mario menghela napas dengan berat sembari berbaring di ranjang kamar tidurnya yang sangat sederhana. Pandangannya melayang jauh seiring pikirannya yang mengembara. Sungguh wanita racun dunia! Rutuknya saat mengingat Rosita, mantan istrinya.
*****
Hari pertandingan MMA pun tiba, Mario ditemani oleh Max Ricardo saja menjalani pekerjaan barunya itu.
Sekalipun pertandingan itu hanya MMA kelas amatir, tapi suasana arena pertandingan begitu ramai oleh sorak-sorai pengunjung yang ingin menonton pertarungan bebas malam ini.
Media olahraga pun turut meliput pertandingan. Lampu blitz kamera berkilat-kilat ketika Mario keluar dari kamar ganti melewati lorong menuju ke ring panggung tempat dia akan bertarung.
"Kita sambut dengan tepuk tangan meriah, Mario Chan--draaa! Seorang atlet binaragawan yang pernah menjadi juara 1 kontes bodyshape pria. Akankah dia sanggup mengalahkan Johhhhnnnn BANTING?!" seru penuh semangat pembawa acara pertandingan tarung bebas malam ini.
John Banting menatap Mario dengan garang seraya menyengir dan memamerkan gerakan jab-nya. Dalam hati Mario merasa kuatir, dia takut akan dihajar habis-habisan oleh lawannya itu.
Lonceng tanda pertandingan dimulai berbunyi dengan nyaring. Wasit pun memberi aba-aba mulai.
Tanpa basa-basi John Banting mendaratkan pukulan-pukulannya ke tubuh Mario, dada dan perutnya menjadi samsak pria kekar itu. Wajah tampan Mario pun tak luput dari hajaran bertubi-tubi dari kepalan tangan John Banting. Darah segar mengalir dari pelipis, hidung , dan bibir Mario yang sobek lebar. Kepala Mario serasa berputar-putar sebelum akhirnya pingsan dan jatuh terkapar di atas ring pertarungan MMA.
"Lima ... empat ... ti--gaaa ... duaaa ... satu ... KO!" seru wasit pertarungan MMA itu menghitung di atas tubuh Mario yang terkapar tak berdaya. Kemudian dia pun mengangkat tangan John Banting.
"JOOOOHHHNNNN BAAAAANNNTTTTIIINGGG! Juara tarung MMA malam ini hadirin yang terhormat!" teriak pembawa acara tarung MMA malam itu dengan penuh semangat
Beberapa kru acara pertandingan MMA itu mengangkat tubuh Mario yang masih pingsan turun dari ring arena MMA. Max pun menepuk-nepuk pipi Mario untuk menyadarkan Mario dari pingsannya. Dia pun mengipasi wajah Mario dengan koran yang tertinggal di bangku penonton.
"Bangun, Cyinnn! Jangan bikin akika panik dehhh ...," ucap Max dengan nada melambai.
Mario pun mengerjap-erjapkan matanya berusaha tersadar sekalipun kepalanya seperti habis dipukul dengan martil. Tubuhnya sakit semua lebam-lebam. Perutnya terasa mual lalu muntah-muntah.
Max pun merasa kuatir dengan kondisi Mario, dia pun membawa Mario ke rumah sakit untuk diperiksa dokter dan mendapat pengobatan.
Akhirnya dokter menyarankan Mario untuk diopname karena dia mengalami gegar otak dan beberapa kali pingsan.
Uang honor pertarungan MMA pun jadi harus digunakan untuk membayar biaya rumah sakit. Mario pun merasa tak berdaya. Dia tak tahu lagi harus bagaimana mencari uang secara halal.
Mungkin dia harus menerima tawaran Tante Inez? pikir Mario dengan putus asa dengan tubuh yang remuk redam akibat pukulan-pukulan John Banting.
Dalam hati Mario merasa malu, lelaki macam apa dia ini hingga tidak dapat melawan pukulan lawannya dan rela dipermalukan di depan banyak orang hanya demi uang.
Seandainya waktu dapat diputar kembali mungkin dia tidak ingin mengenal wanita bernama Rosita Mulya, mantan istrinya.
Akhirnya setelah 2 hari terbaring di rumah sakit, Mario pun pulang ke rumah orang tuanya. Mirasti, adik perempuan Mario yang menjemputnya dengan sepeda motor dari rumah sakit."Mas Mario, apa sekarang sudah nggak ngajar fitness lagi? Kok malah ikut pertandingan tinju?" tanya Mirasti dengan penasaran melihat kakak laki-lakinya babak belur.Mario yang membonceng adiknya itu pun menjawab, "Lagi sepi job, Mir. Doakan saja Mas Mario bisa kembali sukses seperti dulu, Nduk."Sesampainya di rumah orang tuanya, ponsel Mario berbunyi, ada pesan WA masuk. Dia pun segera membacanya."Selamat siang, Mas Mario. Saya Inez, apa bisa mengajar privat fitness di rumah saya besok pagi?"Senyum bahagia terbit di bibir Mario. Tante Inez memintanya untuk melatih fitness di rumahnya. Dia pun segera membalas pesan itu."Selamat siang, Mbak Inez. Bisa. Apa bisa dikirim shareloc alamat rumah Mbak Inez?" balas Mario.Tak lama kemudian pesan bal
Hari berikutnya, Mario mengenakan setelan jas yang disiapkan oleh Tante Inez di rumahnya. Mereka akan berangkat bersama ke kantor catatan sipil dengan mobil sedan Honda Civic hitam milik Tante Inez.Tante Inez didandani oleh perias pengantin dengan baju kebaya warna putih dengan model sederhana. Kebetulan teman dekatnya ada yang berprofesi sebagai desainer dan memiliki stok kebaya warna putih yang masih baru.Melihat penampilan Tante Inez yang sangat cantik sebagai calon pengantinnya, Mario merasa jantungnya berdebar kencang. Sayangnya ini hanya kawin kontrak, pikir Mario dengan agak kecewa. Apa perasaannya juga harus diatur dengan surat kontrak nantinya?"Mas, saya sudah siap. Yuk berangkat sekarang!" ucap Inez berdiri di hadapan Mario seraya tersenyum manis.Entah mengapa senyuman Tante Inez membuat jantung Mario berdebar-debar tak karuan. Dia ingin merengkuh wanita itu dalam dekapannya dan menciumnya lagi seperti kemarin siang.
Bab ini mengandung konten 21+ harap bijak dalam membaca!Sepulang dari kantor catatan sipil, hari sudah mulai petang. Tante Inez, Mario, Clara, dan Pak Rudi Antareja merayakan pernikahan itu dengan sederhana di sebuah restoran chinese food.Mario melepas jasnya karena gerah dan juga menggulung lengan kemeja putihnya sesiku."Gerah ya, Mas?" tanya Tante Inez perhatian."Iya, Mbak. Nggak biasa pakai baju resmi seperti ini," jawab Mario sambil menyendok makanannya. Dia mulai sulit mengikuti pola diet lamanya. Seharusnya dia tidak boleh makan makanan berminyak seperti jenis chinese food seperti ini.Sebenarnya Mario agak mengkuatirkan bentuk tubuhnya yang mulai berlemak di daerah perut. Dulunya perutnya six pack tanpa lemak karena dia menakar karbohidratnya dan meningkatkan konsumsi protein.Mungkin nanti dia akan menanyakan pada Tante Inez apakah dia ingin bentuk tubuh Mario yang seperti dulu atau tidak. Bentuk tubuh atlet bin
Malam semakin larut, tapi aktivitas ranjang pengantin baru itu masih begitu panas. AC di kamar Tante Inez sudah dipasang dengan suhu 18 derajat celcius. Namun, peluh masih terus bercucuran di tubuh kedua insan yang tengah dilanda gairah bercinta."Massss ... ooohhh ... akkhh ... aakkhhh ...," desahan dan erangan yang meluncur dari bibir Tante Inez ketika Mario menghentak-hentakkan pinggulnya dengan ritme konstan dan cepat di dalam lembah cintanya yang sudah 'banjir' bolak-balik.Dalam hatinya, Tante Inez terheran-heran dengan stamina Mario yang begitu kuat. Suami barunya ini benar-benar 'jagoan'. Apa dia minum obat kuat?"Emmmm ... Mas berhenti sebentar. Aku mau nanya ... apa Mas Mario tadi minum obat kuat?" tanya Tante Inez yang penasaran.Mario pun tergelak mendengar pertanyaan istrinya. Dia masih belum 'selesai' dengan aktivitasnya, miliknya masih terbenam di tubuh istrinya bermandikan cairan cinta yang tertumpah berulang kali dari lembah cinta itu.
Suara kicauan burung di halaman terdengar melewati jendela kamar Tante Inez, sinar matahari pagi pun menembus masuk ke dalam kamar tidur melalui glass block yang terpasang di dinding kamar."Mmmpphhh ...." Suara desahan Tante Inez masih setengah mengantuk berusaha melepaskan diri dari belitan tangan dan kaki Mario di tubuhnya."Mas ... sudah pagi ... ayo bangun!" ucap Tante Inez ketika tidak bisa melepaskan tubuhnya dari belitan tangan dan kaki Mario yang kuat. Tubuh suaminya itu kekar sekali."Heeeemmm? Ohh ... sudah pagi ya?" balas Mario dengan mata yang setengah tertutup karena masih mengantuk. Dia pun mengucek-ucek matanya. Yang langsung menatap wajah istrinya yang sangat cantik."Kamu cantik sekali, Sayang," puji Mario dengan mata yang sudah terbuka lebar, bagaimana tidak, pemandangan pagi yang sungguh indah ada di depan matanya."Terima kasih, Mas. Ehh aku harus bersiap-siap ke kantor pagi ini. Mesra-mesraannya dilanjut nanti malam saja
Sepanjang hari Mario hanya bersantai di rumah Tante Inez. Dia berkeliling rumah untuk menghilangkan kebosanan. Ternyata rumah itu sangat besar, kolam renangnya pun ada 2 di sebelah barat dan timur bangunan utama. Di belakang bangunan utama rumah, terdapat paviliun-paviliun kecil tempat tinggal karyawan dan karyawati yang melayani keluarga Tante Inez.Mario tidak menemukan penghuni lain selain Tante Inez, Clara, dan dirinya. Sisanya penghuni rumah itu hanya berstatus karyawan. Dia masih belum begitu mengenal siapa Tante Inez. Sebenarnya Mario juga penasaran, apakah harta benda yang dimiliki Tante Inez itu didapat dari peninggalan almarhum suaminya atau dari keringatnya sendiri?Dalam hati Mario, dia merasa agak galau karena rasanya sungguh tidak enak menumpang hidup pada wanita. Memang di dalam surat perjanjian suami kontrak yang dia tandatangani sebelum menikah di kantor catatan sipil itu, ada pasal yang menyatakan bahwa dia akan mendapatkan tunjangan sebes
Sejak beberapa hari sebelumnya, Tante Inez sudah meminta Mario untuk menemaninya ke acara kondangan pernikahan anak rekan bisnisnya. Mungkin ini adalah pertama kalinya bagi mereka berdua untuk tampil di muka umum sebagai pasangan suami istri.Sore itu sehabis mandi, Tante Inez memakai gaun cocktail berwarna ungu dari bahan chiffon yang bahannya jatuh dengan lembut membalut tubuhnya yang proporsional, bagian punggung gaun itu terbuka hingga atas bokongnya. Dia pun lalu duduk berdandan di depan cermin riasnya.Mario menatap istrinya sambil duduk di tepi ranjang. Dia sudah berpakaian rapi dalam setelan tuxedo hitam yang dibawakan oleh Tante Inez sepulang dari kantor. Sebenarnya dia merasa canggung ketika harus menghadiri acara sosial seperti itu, tapi dia sudah berjanji untuk menemani istrinya.Sebenarnya Mario lebih tertarik untuk mencumbu istrinya itu di kamar daripada memamerkan istrinya yang cantik itu di hadapan banyak pria lain di sebuah pesta. Pe
Warning! Bab ini mengandung konten 21+Sesampainya di rumah, Mario langsung menggendong Tante Inez dalam pelukannya. Dia merasa tersentuh oleh segala kebaikan hati wanita itu.Ketika dunia menolak dan merendahkannya, menginjak-injak harga dirinya. Hanya Tante Inez yang hadir untuk menolongnya dan menerima segala kekurangannya.Bagi Mario, hubungan yang terjalin di antara mereka bukan hanya sekedar transaksi yang melibatkan pertukaran uang dengan tubuhnya. Tante Inez tidak pernah semena-mena padanya, tutur kata dan sikapnya begitu lembut pada Mario. Wanita itu mampu membuat Mario merasa dihargai sebagai seorang lelaki seutuhnya, sekalipun di mata dunia dia hanya lelaki kere tanpa masa depan."Mas, aku menyayangimu," ucap Tante Inez menatap suaminya dalam gendongan Mario."Terima kasih, Sayang. Di dalam hatiku, kau memiliki tempat yang istimewa," balas Mario tersenyum pada Tante Inez.Dia pun membaringkan Tante Inez di ranjangnya lalu me