Akhirnya setelah 2 hari terbaring di rumah sakit, Mario pun pulang ke rumah orang tuanya. Mirasti, adik perempuan Mario yang menjemputnya dengan sepeda motor dari rumah sakit.
"Mas Mario, apa sekarang sudah nggak ngajar fitness lagi? Kok malah ikut pertandingan tinju?" tanya Mirasti dengan penasaran melihat kakak laki-lakinya babak belur.
Mario yang membonceng adiknya itu pun menjawab, "Lagi sepi job, Mir. Doakan saja Mas Mario bisa kembali sukses seperti dulu, Nduk."
Sesampainya di rumah orang tuanya, ponsel Mario berbunyi, ada pesan W* masuk. Dia pun segera membacanya.
"Selamat siang, Mas Mario. Saya Inez, apa bisa mengajar privat fitness di rumah saya besok pagi?"
Senyum bahagia terbit di bibir Mario. Tante Inez memintanya untuk melatih fitness di rumahnya. Dia pun segera membalas pesan itu.
"Selamat siang, Mbak Inez. Bisa. Apa bisa dikirim shareloc alamat rumah Mbak Inez?" balas Mario.
Tak lama kemudian pesan balasan dari Tante Inez masuk. Dia mengirimkan shareloc rumahnya dan mengatakan akan menunggu kedatangan Mario besok pagi.
Dengan bimbang Mario menimbang-nimbang bagaimana dia akan mengatakan pada Tante Inez bahwa dia akan menerima tawaran menjadi suami kontrak Tante Inez.
Dia pun membayangkan seperti apa tugasnya seandainya menjadi suami kontrak. Apakah harus melayani Tante Inez di ranjang juga?
Hmmm ... sudah lama dia tidak berhubungan intim dengan wanita. Mungkin yang terakhir setengah tahun yang lalu bersama mantan istrinya dulu. Pasti rasanya akan canggung.
Setelah semalam terlewati, pagi itu Mario mengenakan pakaian trainingnya dibalik jaket lalu berangkat ke rumah Tante Inez dengan sepeda motor Mirasty setelah mengantar adiknya itu ke sekolah. Dia tidak punya kendaraan sendiri saat ini.
Rumah Tante Inez ternyata sangat megah dan luas sekali halamannya mirip istana Bogor, pikir Mario dengan kagum. Hal itu membuat Mario semakin rendah diri. Dia pun memencet bel rumah itu.
Tak lama kemudian pintu gerbang terbuka sendiri. Mungkin ada alat pembuka gerbang otomatis yang membukanya. Mario pun masuk ke dalam halaman yang luas itu, mencari-cari letak bangunan utama rumah itu. Dia tampak seperti orang udik yang bertamu ke rumah pejabat.
Tante Inez muncul dari dalam rumah ke teras, wanita itu menggunakan baju training yang melekat pada tubuhnya yang seksi. Dia pun melambaikan tangannya kepada Mario sembari tertawa renyah.
"Sini Mas Mario!" serunya dari teras rumah sembari melambaikan tangan ke arah Mario.
Mario pun tersenyum seraya memarkir sepeda motornya di depan teras rumah Tante Inez yang seperti Istana Bogor.
"Pagi, Mbak Inez. Ini sepeda motor saya diparkir di sini gakpapa?" sapa Mario seraya bertanya tentang parkir.
Tante Inez pun menjawab sembari tersenyum, "Boleh, santai saja Mas Mario. Gak ada yang akan marah kok kalau diparkir di situ. Masuk yuk!"
Mereka pun menjalani sesi fitness bersama dengan ceria seperti biasanya. Bedanya dulu di gym milik Mario, sekarang di rumah Tante Inez. Namun, beberapa alat fitness yang dimiliki Tante Inez di rumah pun sama seperti yang ada di gym milik Mario dulu.
Akhirnya setelah 2 jam berlalu, sesi privat training fitness pun selesai.
Tante Inez mengajak Mario untuk duduk bersantai di tepi kolam renangnya. Ada kursi-kursi berjemur di bawah naungan payung lebar, mereka duduk di sana. Kolam renang itu lebar sekali dan berair jernih.
"Mas Mario sekarang lagi sibuk apa?" tanya Tante Inez berbasa-basi seraya tersenyum menatap Mario.
"Ehmm masih nganggur, Mbak. Susah cari kerja ...," jawab Mario apa adanya.
Kasihan sekali, pikir Tante Inez. Wajah Mario masih tampak lebam dan sobek di pelipis dan sudut bibirnya. Tentu saja Tante Inez tahu apa yang Mario alami, Pak Rahardian melaporkan segala kegiatan Mario selama ini.
"Apa Mas Mario masih tidak mau menerima tawaran saya yang kemarin?" tanya Tante Inez dengan hati-hati karena takut menyinggung perasaan Mario.
Mario pun merasa bimbang dan terdiam sejenak.
"Apakah tawarannya masih berlaku, Mbak? Sepertinya saya akan menerima tawaran itu," jawab Mario malu-malu seraya menunduk, dia tak sanggup menatap wajah Tante Inez.
Mendengar jawaban Mario, wanita itu pun tersenyum bahagia. Dia pun berkata, "Terima kasih, Mas Mario. Saya janji akan menghormati Mas Mario seandainya benar kita nikah kontrak nanti."
Mario pun berdehem seraya mengangkat wajahnya menatap wajah Tante Inez. "Saya sebenarnya takut dan nggak pede jadi suami Mbak Inez."
"Hahaha apa sih Mas?! Santai saja, saya nggak gigit kok, kenapa mesti takut? Nanti malah Mas yang akan saya manjain!" goda Tante Inez.
Mendengar ucapan Tante Inez, Mario pun tersedak. Dia malu sekali. Wajahnya pun merona.
"Minum dulu, Mas," ucap Tante Inez mengulurkan botol air mineral ke Mario.
Dia pun melanjutkan, "Kalau besok apa Mas Mario ada waktu senggang? Kita bisa menikah di catatan sipil bersama notaris saya untuk menandatangani surat perjanjian kontraknya."
"Bisa, Mbak. Saya siap kapan saja," balas Mario dengan yakin.
Tante Inez pun menggoda Mario lagi, "Mas, apa boleh minta DP dulu?"
"Haahh DP?" sahut Mario bingung.
"Iya. Buat tanda jadi ... kalau minta dicium dulu boleh nggak?" ucap Tante Inez seraya tertawa.
Mario pun berpindah duduk di sebelah Tante Inez lalu merengkuh wajah Tante Inez dengan tangannya. Kemudian, dia memagut bibir Tante Inez dengan lembut beberapa kali membuat jantung wanita itu berdebar kencang. Dia tak menyangka Mario akan menciumnya, tadi dia hanya main-main memintanya.
Kini justru wajah Tante Inez yang merona malu setelah dicium secara spontan oleh Mario. Ciuman itu begitu manis dan lembut, membuat hatinya melayang. Pria yang selalu hadir dalam mimpi indahnya memberinya ciuman manis siang ini. Entah mimpi apa dia tadi malam, batin Tante Inez dengan bahagia.
"Sialan, jangan harap bisa membawa kabur Inez dariku, Mario!" rutuk Edward seraya memukul gagang setir mobil Audi A6 yang ia kendarai untuk mengejar istrinya yang dibawa kabur Mario. Dengan akselerasi tinggi mobil Audi A6 itu berhasil melewati mobil sedan BMW hitam yang dinaiki Mario dan Inez. Edward bermaksud mencegat jalan mobil itu. Namun, sebuah truk kontainer melintas di hadapannya dan ia pun tak sanggup mengelak dan terlambat mengerem mobilnya. "Ciiiiiiiiiitttt!" Bunyi suara ban berdecit menggasak aspal jalan raya Paris. Disusul suara benturan keras mobil Audi A6 yang dikemudikan Edward dengan truk kontainer yang melintas di perempatan jalan itu. "BRAAAKKK!" Mobil itu terpelanting keras dan terguling-guling dengan mendarat dalam kondisi terbalik atap mobilnya. Sejenak kesadaran Edward hilang, dia pingsan dengan kepala terkulai di gagang setir mobil sport mewah itu wajahnya berlumuran darah karena kulitnya robek di bagian wajahnya akibat pecahan kaca depan dan benturan dengan
Tiga bulan telah berlalu semenjak kepulangan Inez ke Jakarta bersama Mario. Kini dia banyak mendampingi Mario dengan segala pekerjaannya sebagai model papan atas serta atlet MMA pro berkelas Internasional. Jadwal Mario selalu penuh setiap hari, awalnya Inez kaget, tetapi lama-kelamaan dia terbiasa untuk mengatur segalanya dengan rapi.Wisuda Mario di Singapura bulan lalu begitu berkesan baginya, Inez teringat ketika dulu awalnya Mario dia selamatkan dari kemalangan hidupnya. Mario mengatakan dia hanyalah lulusan fakultas olahraga jadi tidak mengerti mengelola keuangan dan menjalankan bisnis makanya dia begitu mudah ditipu habis-habisan oleh Rosita, mantan istrinya.Kini Mario adalah pebisnis yang sukses dan memiliki segudang talenta. Mister Miguel juga masih sering berjumpa dengan mereka berdua karena Mario adalah anak didik jagoannya yang masih sangat aktif bertarung di ring arena MMA internasional.Mario sering sekali memujinya dengan mengatakan 'behind a grea
Semenjak bertemu kembali dengan Inez dengan dihantui tragedi kecelakaan yang menewaskan Edward dan banyak hal serius yang harus diselesaikan oleh Mario juga bersama Inez. Mario belum sempat menemukan keberanian untuk mengajak Inez bercinta lagi sekalipun dia sangat menginginkan hal itu. Dia takut Inez menolaknya.Hingga seminggu berlalu ..."Mas, apa belakangan sedang banyak pikiran?" tanya Inez sambil berjalan-jalan di tepi kolam renang di rumahnya bersama Mario seusai makan malam."Nggak juga, Nez. Kenapa?" jawab Mario sembari melemparkan pertanyaan juga. Dia berjalan sembari merangkul bahu Inez."Apa Mas masih mencintai Inez seperti dulu?" tanya Inez lagi.Mario menghentikan langkahnya dan memegang tangan Inez, dia menatap Inez dengan tatapan agak bingung. "Kok nanyanya begitu, Nez? Cintanya Mas ke kamu nggak akan ada habisnya, selalu sama besarnya atau mungkin lebih dalam lagi ...," jawabnya."Terima kasih, Mas," sahut Inez sembari terse
Akhirnya, Mario purna tugas sebagai Mister International selama setahun. Malam final pemilihan Mister International yang baru telah terlewati, Andrew Bradley, seorang pemuda berusia 25 tahun asal Australia yang memenangkannya.Andrew berprofesi sebagai influencer yang fokus pada penghijauan hutan dan kegiatan kemanusiaan, latar belakangnya adalah putera konglomerat properti asal Australia jadi dia bebas menggunakan waktu sesukanya karena harta warisan orang tuanya tak akan habis hingga 7 turunan.Malam seusai acara final itu, Mario dan Inez segera diantar Jonas dan Hernandes ke bandara Roissie-Charles de Gaulle untuk kembali ke Jakarta dengan pesawat Air France. Kali ini hanya Hernandes yang ikut ke Jakarta karena Jonas harus melanjutkan tugasnya untuk mendampingi anak asuhnya yang baru mulai besok.Jonas memeluk Mario penuh rasa haru menyeruak dalam dadanya. Dia berujar, "Mas Mario, terima kasih untuk setahun yang sudah kita lalui bersama. Kenangan luar b
Mata Inez bertatapan dengan sepasang mata jernih yang begitu lembut tatapannya."Mas ...," ucap Inez lalu berlari menghambur ke dekapan Mario dengan berurai air mata. Betapa rindu dia pada sosok itu.Mereka berpelukan dan menangis bersama."Aku rindu kamu, Nez ... rindu setengah mati!" kata Mario melingkarkan lengannya di pinggang Inez sembari menatap wajah Inez yang basah karena air mata yang meleleh di pipinya, jemari Mario menghapus jejak air mata itu. Di matanya kecantikan Inez tak berubah sedikitpun sejak mereka berpisah setahun lalu di London.Mereka pun berciuman di bawah Menara Eifel dengan bulir-bulir putih salju yang masih saja turun dari langit."Bawa aku pulang bersamamu ke Jakarta, Mas. Tempatku adalah bersamamu ...," ujar Inez dengan serius."Plok ... plok ... plok ... plok!" Suara tepuk tangan menggema di keheningan malam.Mario dan Inez pun menoleh ke sumber suara itu. Ternyata Edward yang bertepuk tangan d
Mungkin ini adalah hari yang tergalau sepanjang hidup Inez. Pagi ini adalah saat terakhirnya bersama Edward karena nanti malam Mario akan menjemputnya di bawah Menara Eifel seperti janji mereka berdua setahun lalu.Ketika sarapan pagi bersama Edward, dia diam-diam menatap wajah pemuda itu dengan tatapan sendu. Saat Edward menatap balik ke arahnya, dengan segera Inez menunduk menatap ke piringnya.Pemuda itu merasa Inez agak aneh pagi ini lalu bertanya, "Ada apa, Sayang?""Eh ... ohh ... nggak ada apa-apa kok, Mas. Oya nanti sore, Inez akan berkunjung ke rumah Madame Lily de Lacours, dia mengadakan acara minum teh bersama beberapa teman wanitanya," ujar Inez mencari-cari alasan untuk pergi dari rumah nanti sore."Boleh, Nez. Pulangnya jangan malam-malam ya. Nanti Mas kuatir kalau kamu sendirian di luar rumah," jawab Edward seraya membelai pipi Inez dengan lembut.Hati Inez serasa diremas oleh sesuatu yang tak nampak, dia akan meninggalkan pria