Share

Bagian 9

Rombongan Kerajaan Arion segera menuju sumber suara. Kuda-kuda berlari cepat menembus semak dan meliuk-liuk di antara pepohonan. Pangeran Ardavan mengangkat tangan, sebuah isyarat untuk berhenti. Debu berterbangan saat laju kuda para pasukan dihentikan mendadak. 

"Wah, ini menakjubkan! Apa aku sedang melihat seorang peri?"

Pangeran Ardavan terpaku dengan pemandangan unik di hadapannya. Gadis cantik bertubuh semampai berdiri tegar dikelilingi tujuh ekor hizkel, elang raksasa. Baju ala pemburu yang  dikenakannya dipenuhi bercak darah. Rambut pirang dikucir kuda bergerak-gerak nakal dipermainkan angin semilir. Sorot mata tegas memiliki pesona tersendiri.

Sraat! Trang!

Pedang di tangan si gadis ditebaskan. Namun, tubuh hizkel tak tergores sedikit pun. Bulu makhluk buas legendaris itu memang sekuat baja.

“Bertahanlah, Manvash!” seru si gadis kepada gadis lain yang terbaring meregang nyawa di belakangnya.

Rombongan Kerajaan Arion pun menyadari ada korban luka yang tengah dilindungi gadis itu. Pangeran Fayruza tanpa pikir panjang langsung turun dari kuda dan berlari ke arah tubuh tergeletak bersimbah darah. Gadis manis itu lebih muda 1 atau 2 tahun dibandingkan gadis berpedang.

"Bertahanlah, Nona. Saya akan mencoba menutup luka Anda," gumam Pangeran Fayruza lembut.

Dia langsung melakukan proses penyembuhan. Pendar biru keluar dari tangannya, menyelimuti tubuh penuh luka di hadapan. Rasa hangat membuat gadis yang terluka sempat tersentak, terpaku sejenak, terpana akan ketampanan dan kebaikan hati Pangeran Fayruza, lalu tanpa dapat dicegah langsung jatuh hati pada sang pangeran.

Sementara itu, di sisi lain, melihat sahabatnya berbuat nekat, Gulzar Heer ikut melompat dari kuda. Dia langsung pasang badan untuk menghadapi hizkel. Begitu juga dengan Pangeran Heydar yang seketika menghunus pedang.

Pangeran Ardavan sempat tergagap sebelum memberi perintah, “Selamatkan gadis-gadis itu! Bunuh semua hizkel!”

“Siap, Yang Mulia!”

Para kesatria merangsek maju. Pertarungan sengit pun dimulai. Pangeran Ardavan mengamati makhluk raksasa yang tengah meradang tersebut. Dia teringat salah satu buku mitologi koleksinya. Hizkel memang memiliki bulu sekuat baja seperti sisik marex, tetapi monster ini akan langsung tumbang jika matanya ditusuk.

“Kelemahannya ada pada matanya!” seru Pangeran Ardavan.

Para kesatria bergerak gesit mengepung seekor hizkel lagi. Sementara itu, Pangeran Ardavan membentuk formasi dengan si gadis cantik. Gadis itu berpindah-pindah tempat dengan kecepatan tinggi, mengecoh perhatian hizkel. Beberapa kali mereka terlempar, hingga akhirnya satu tusukan telak di mata monster itu berhasil dilakukan oleh Pangeran Ardavan. Hizkel yang dihadapi pun ambruk ke tanah.

"Terima kasih kerja sama Anda, Nona. Anda benar-benar luar biasa!" puji Pangeran Ardavan sembari menyunggingkan senyuman mempesona. Biasanya, hati gadis-gadis akan terjerat  dengan senyumnya.

Sementara itu, si gadis cantik tampak terpaku. Bibir kemerahan terus berdecak kagum. Netranya hampir tak berkedip, menatap lurus ke satu arah. Ya, dia menatap Pangeran Heydar yang tengah melompat dari atas pohon dengan pedang terhunus, tepat menusuk mata si elang raksasa. Binatang ganas itu pun ambruk.

"Luar biasa ... mengagumkan," gumamnya lirih.

Kekagumannya kepada Pangeran Heydar tentu bukan tanpa alasan. Ketika dia, Pangeran Ardavan, dan para kesatria susah payah menghadapi seekor hizkel saja, Pangeran Heydar telah menumbangkan dua ekor seorang diri.

Lain lagi dengan Gulzar Heer, sang mesin pembunuh. Dia sudah duduk santai sambil mengikat kaki tiga ekor hizkel tak bernyawa dengan akar pohon. Sementara itu, Pangeran Fayruza dibantu Shirin melakukan teknik penyembuhan pada korban luka.

Akhirnya, pertarungan melawan hizkel berhasil dimenangkan. Gadis cantik tadi menyarungkan kembali pedangnya, lalu menghadap Pangeran Ardavan yang merupakan pimpinan pasukan. Dia melakukan penghormatan khas dari Kerajaan Khaz.

“Terima kasih sudah menyelamatkan kami. Saya harap suatu hari kami bisa membalas kebaikan tuan-tuan sekalian."

Dia tampak hendak berbicara lagi. Namun, para kesatria dengan baju zirah Kerajaan Khaz berdatangan. Mereka tampak mengembuskan napas lega saat melihat si gadis cantik. Kepala pasukan kesatria maju ke depan dan melakukan salam penghormatan.

"Salam hamba kepada Putri Kheva. Marilah kita kembali ke kerajaan, Tuan Putri. Di sini sangat berbahaya."

Rombongan Kerajaan Arion terperangah. Gadis cantik yang mereka tolong ternyata adalah bunga acara kompetisi. Pangeran Ardavan mengepalkan tangan. Ambisinya untuk memperistri sang putri semakin meluap. Cantik, kuat, dan anggun seolah tak ada celah sedikit pun untuk kekurangan.

Putri Kheva menjelaskan kepada kepala pasukan kesatria kerajaannya tentang pertolongan Kerajaan Arion. Kepala pasukan mengucapkan terima kasih. Saat mereka tengah berbincang serius, tiba-tiba sesosok tubuh subur menyeruak dari pasukan kesatria Kerajaan Khaz. Wanita tua itu terisak.

“Kami mencari Anda ke mana-mana, Tuan Putri. Anda lagi-lagi kabur. Saya hampir saja mati karena ketakutan.”

"Maafkan aku, Ibu Pengasuh. Aku hanya ingin mencari udara segar. Sejak Ayahanda mengadakan kompetisi, istana terasa menyesakkan karena aura persaingan yang ada di sana."

Putri Kheva memeluk pengasuhnya. Pangeran Ardavan diam-diam mencibir tindakan sang putri. Dia memang tak suka jika batasan antara seorang pelayan dan tuan terlalu lemah. Pangeran Ardavan juga sangat membenci sikap Putri Arezha dan Pangeran Fayruza yang sangat ramah kepada para pelayan ataupun orang dengan kasta lebih rendah.

"Sayang sekali, putri ini terlalu dekat dengan orang rendahan. Jika sudah menjadi istriku, dia tak boleh lagi seperti itu," gumam Pangeran Ardavan dalam hati.

"Sekali lagi, kami mengucapkan terima kasih," ucap Putri Kheva membuyarkan lamunan Pangeran Ardavan.

Putri Kheva melakukan salam penghormatan sekali lagi. Netra indahnya sempat mencuri pandang kepada Pangeran Heydar. Namun, pada akhirnya, dia berpamitan karena harus segera kembali ke kerajaan. Sementara rombongan Kerajaan Arion harus beristirahat sebentar untuk mengisi kembali tenaga yang terkuras akibat menghadapi elang raksasa.

Pangeran Ardavan terus menatap punggung sang putri hingga menghilang di antara rimbunnya pepohonan. Pangeran Heydar dan Gulzar Heer mengurus bangkai hizkel. Pangeran Fayruza sibuk mengobati yang terluka. Putri Arezha duduk bersandar sambil mengipasi wajah. Shirin mendekat dengan langkah ragu-ragu.

“Tuan putri, bolehkah hamba permisi untuk membersihkan diri di sungai sana?” cetusnya. Dia memang sedikit terciprat darah akibat pertarungan tadi.

“Tentu saja boleh, Shirin.”

Shirin segera menuju sungai. Dia sengaja memilih sudut yang sepi dan terlindung. Melihat kekasihnya berjalan sendiri, Pangeran Heydar mengikuti diam-diam. Saat gadis itu tengah membersihkan ujung gaunnya, lengan kokoh memeluk dari belakang.

“Kyaaa!”

Pangeran Heydar terkekeh. “Ini aku, Sayang.” Dia membenamkan wajah di bahu Shirin. “Aku mencintaimu, Shirin,” bisiknya mesra.

“Pangeran ...,” gumam Shirin lirih sembari berbalik.

Mata elang Pangeran Heydar mengunci pandangan Shirin. Wajah keduanya semakin mendekat hingga terasa embusan napas. Namun, saat jarak hanya tinggal beberapa senti, kehadiran tiga sosok yang langsung terperanjat membuat Shirin mendorong dada Pangeran Heydar. Pipi gadis itu bersemu. Pangeran Fayruza melirik diam-diam ke arah bibir Gulzar Heer. Lalu, dia cepat menggeleng dengan kuat.

“Ups, maaf menganggu. Kami terpaksa melakukannya karena kita harus segera melanjutkan perjalanan,” celetuk Putri Arezha.

Dia terkekeh, lalu berbalik dan kembali ke rombongan. Shirin mengekori dengan tergopoh-gopoh. Pangeran Heydar mendecakkan lidah, tetapi tetap mengikuti. Tinggallah Gulzar Heer bersama Pangeran Fayruza yang tengah melongo sambil menyentuh bibir sendiri.

“Pangeran, ayo kita juga harus jalan,” cetus Gulzar Heer.

“Ah, i-iya!”

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status