Share

Dijadikan Kambing Hitam

Istri Yang Dicampakkan Menjadi Sultan

Bab 3

Alia membelalak saat melihat pantulan dirinya di cermin, ia bahkan tidak menyangka jika dirinya bisa secantik ini jika dipoles oleh tangan dingin seorang MUA. Gaun diatas lutut berwarna gading terlihat cocok dipakai oleh Alia seolah memang gaun itu dibuat untuknya.

Melihat penampilan Alia yang beda dari biasanya membuat Dinda berdecak kagum. Seseorang yang tidak pernah memakai riasan tentu akan terlihat sangat cantik saat wajahnya dirias sebegitu apiknya. 

Model riasan pada Alia memang dibuat semirip mungkin dengan Monika. Bahkan Alia terlihat lebih cantik dari model aslinya. Setelah beberapa menit menunggu, pemotretan itu akhirnya dimulai. 

"Din, modelnya di ganti?" tanya lelaki berlesung pipi itu pada Dinda.

"Lo kayak nggak tahu Ibu Ratu aja, Jod," balas Dinda pada lelaki bernama Jodi itu.

"Tapi nggak pa-pa sih. Cewek ini lebih cantik daripada Monika," puji Jodi membuat Alia yang mendengar kini wajahnya merona karena malu.

Beberapa kali sang fotografer menegur Alia yang terlihat kaku saat berpose, Alia merasa tidak enak karena ia selalu salah. Jodi mengetahui dari Dinda jika Alia bukanlah seorang model akhirnya membantu wanita itu agar lebih rileks dan pemotretan lebih cepat selesai. 

Sebelumnya Dinda sudah mengkonfirmasi jika model perempuannya diganti, keberuntungan sedang berpihak pada Dinda karena permintaannya disetujui.

"Rileks … anggap aja nggak ada orang di sini. Dan anggap aku itu lelaki yang kamu cintai," bisik Jodi.

Mendengar perkataan Jodi membuat Alia melamun, dalam benaknya langsung terbesit wajah Farhan yang sangat dirindukannya. Meskipun luka yang ditorehkan lelaki itu memanglah dalam, tapi Alia tidak bisa menampik jika sampai saat dalam hatinya Farhan masihlah bertahta. Tidak mudah melupakan orang yang dicintai setelah lima tahun mengarungi bahtera rumah tangga bersama.

"Fokus, oke?" tegur Jodi membuat Alia tersentak.

Ia kini mencoba lebih santai agar para crew tidak repot karena dirinya. Alia melakukan apa yang disarankan oleh Jodi. Alia bahkan membayangkan jika lelaki di hadapannya itu adalah Farhan. Tangan Alia kini bersarang di pundak Jodi, wanita itu mendongak dan menatap langsung pada netra lelaki itu.

Akhirnya setelah beberapa kali gagal, sang fotografer mendapatkan gambar yang sesuai keinginannya. Selesai pemotretan Alia langsung menemui Monika karena Dinda mengatakan setelah ini Monika memiliki jadwal lain. 

"Good luck, ya. Harus ekstra sabar hadapi Monika," bisik Dinda sebelum Alia pergi untuk menyusul Monika yang lebih dulu keluar dari ruangan itu.

"Pasti sabar lah, soalnya cari kerjaan susah," balas Alia sembari tertawa kecil lalu pergi.

***

Alia merebahkan tubuhnya yang lelah di atas ranjang, ia merasa tidak ada obat lelah selain tidur. Seharian ia harus mengikuti Monika kemanapun wanita itu pergi. Karena Alia bekerja menjadi asisten pribadi, meskipun Monika tidak memiliki jadwal tapi Alia harus tetap berada di dekat Monika.

Pintu kamar Alia diketuk dari luar, Alia langsung bangkit dan memutar daun pintu. Mira berdiri dengan membawa nampan berisi makanan untuk anaknya itu.

"Ibu, kenapa harus repot bawain makanan ke kamar? Aku bisa bawa sendiri kok," protes Alia.

"Nggak apa-apa, kamu pasti capek seharian kerja," ujar Mira.

"Tadi orang yang mau beli rumah jadi dateng, Bu?" tanya Alia sebelum menyuapkan nasi ke mulutnya.

"Iya, tapi katanya harga rumahnya masih kemahalan. Kalau turun sedikit katanya mau di ambil," terang Mira.

Mengenai harga rumah, Farhan yang menentukan. Alia hanya mengikuti saja, ia juga tidak ingin berdebat dengan lelaki itu. Harga yang dipasang oleh Farhan memang terlalu mahal untuk rumah minimalis milik mereka. Tapi lelaki itu tetap kekeh jika rumah itu pasti akan ada yang membelinya meskipun dengan harga yang tinggi. Tempat yang strategis memang membuat rumah itu bisa dijual lebih tinggi daripada rumah yang berada di dalam gang.

"Nanti aku omongin sama Bang Farhan, Bu. Oh iya … lusa aku harus ke luar kota."

"Baru kerja kok udah ke luar kota, Al?" tanya Mira heran.

"Iya, Bu. Namanya juga asisten pribadi artis," jelas Alia.

Meskipun berat tapi Mira mencoba mendukung pekerjaan anaknya itu karena lebih baik Alia sibuk bekerja daripada hanya di rumah dan memikirkan masalahnya bersama Farhan.

Monika memang sering memiliki proyek kerja di luar kota. Alia harus mengikutinya karena ini pekerjaannya, Alia tidak ingin menyia-nyiakan pekerjaan yang telah didapatkannya karena memang mencari pekerjaan itu sulit dengan ijazah SMA yang dimiliki Alia.

Setelah selesai dengan makanannya, Alia mendapat pesan dari Farhan. Lelaki itu menanyakan mengenai penjualan rumah. 

[Harga yang kamu pasang terlalu tinggi, Bang.] Terkirim.

Sembari menunggu pesan balasan dari Farhan, Alia memilih untuk membersihkan badannya yang lengket. Selesai mandi sudah ada pesan balasan dari Farhan. Jika saja tidak ada urusan bersama mungkin Alia akan memilih untuk memblokir nomor lelaki itu karena setiap kali Alia melihat namanya luka yang masih belum kering dalam hatinya itu berdenyut nyeri.

[Bukan harganya yang ketinggian, kamu aja yang nggak becus, Al. Segitu harganya udah pas, kamu jangan banyak alesan!]

Alia menghela nafas berat, perkataan Farhan padanya semakin kasar. Alia bahkan merasa tidak mengenal lagi sosok Farhan. Farhan bukanlah tipikal lelaki yang akan berbicara kasar apalagi pada wanita. Cinta sesaat itu memang sudah merubah segalanya pada Farhan.

[Kenapa nggak kamu aja yang jual sendiri rumah itu, Bang? Aku juga punya kesibukan, nggak cuman ngurusin rumah itu!] Terkirim.

Ting!

Pesan balasan masuk di ponsel Alia.

[Paling kamu sibuk cari pengganti aku 'kan? Karena kalau cari kerja nggak mungkin, kamu 'kan cuman lulusan SMA! Dapat kerja paling jadi cleaning service.]

Rasanya perih tapi air mata Alia seakan habis terkuras, ia bahkan hanya mengabaikan pesan dari Farhan itu. Karena jika terus dilayani, lelaki itu bisa saja mengeluarkan kata-kata yang lebih menyakitkan untuk Alia. Farhan memang lulusan sarjana, tapi sebelumnya ia bahkan tidak pernah merendahkan Alia seperti ini.

"Kamu benar-benar udah berubah, Bang. Kamu bukan lagi lelaki yang aku kenal," gumam Alia.

***

Pagi harinya saat membuka ponsel, banyak pesan masuk dari Farhan. Pesan masuk yang berisi makian dari lelaki itu.

[Pasti kamu yang hasut Mbak Farida buat memutuskan hubungan keluarga denganku 'kan? Mbak Farida udah nggak anggap aku sebagai adiknya lagi.]

[Perempuan nggak tahu diri, beruntung karena aku udah pisah dari kamu. Ternyata kamu itu bermuka dua!]

Masih banyak pesan lainnya yang bahkan Alia abaikan, ia tidak ingin membuat hatinya lelah dengan membaca semua pesan itu. Farida dan Farhan memang hanya hidup berdua setelah kedua orang tua mereka meninggal, yang Farhan miliki hanya Farida saat ini. Tentu Farhan tidak akan terima jika kakak perempuan satu-satunya itu memutuskan hubungan kekeluargaan mereka.

Alia tidak tahu bagaimana Farida menghubungi Farhan karena Farida mengatakan jika Farhan sudah memblokir nomornya. 

"Tanpa aku mengotori tangan ini, kamu pasti akan merasakan perih seperti apa yang aku rasakan saat ini, Bang!"

Bersambung ….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status