Celah – celah yang membiarkan cahaya matahari lolos itu membuat Leyna terbangun dari tidurnya. Netranya berusaha menyesuaikan kapasitas penerangan yang masuk. Sementara tangannya, ia gunakan untuk memegangi kepalanya yang sedikit pusing. Mungkin, karena efek minum alkohol kemarin malam.Setelah dirasa matanya sudah dapat terbuka dengan lebar, Leyna baru sadar. Saat ini, ia berada di kamar yang tampak asing baginya. Dengan segera, Leyna mengibaskan selimut yang membungkusnya dan segera bangkit dari ranjang yang terbilang sangat nyaman itu. Namun, rasa sakit di pangkal pahanya membuat dahinya mengernyit heran. Secara otomatis, ia terduduk setelah tidak kuat dan tidak familiar dengan rasa sakit yang baru ia rasakan itu.“Tunggu, apa kemarin malam terjadi sesuatu?” gumamnya saat menyadari baju yang ia pakai saat ini berbeda dengan apa yang ia ingat. Leyna berusaha unutk mengambil kembali ingatan kemarin malam, tapi nihil. Tak ada jejak apapun di kepalanya.Leyna kemudian melihat ke arah
“Karena mulai kemarin malam, kau telah menjadi milikku,”Leyna yang mendengar semua ucapan Xavier, mengumpulkan keberanian dan kekesalannya. Miliknya? Enak saja, memangnya siapa pria di depannya ini sampai – sampai mengklaim dirinya seperti mengklaim barang.“In your dream, Sir.” Leyna membenturkan kepalanya pada milik Xavier dengan lumayan keras. Benturan antar kepala itu berhasil membuat dirinya keluar dari kukungan pria itu. Meskipun harus ia akui, dahi Xavier sama kerasnya dengan batu, dan karena kenekatannya itu dahinya juga terasa sakit sekarang.“Kau liar sekali, Nona. Seperti kemarin malam,” sindir Xavier yang ikut menghampiri meja menyusul Leyna yang hendak menyuap makanan lezat di sana.“Diamlah! Jangan bahas itu! kau hanya mengada – ada.” Saking kesalnya Leyna, ia bahkan melempar garpu yang tadinya akan ia gunakan untuk makan ke arah Xavier. Beruntung Xavier dapat menghindar dengan gesit.“Wow, kau sungguh menyeramkan, Ley. Baiklah, aku tak akan mengungkit itu lagi. Atau,
Di kediaman Faramond yang biasanya sepi itu kini memiliki pengantin baru. Walaupun keluarga itu kedatangan anggota baru, suasana di sana tetap terlihat seperti biasa. Yang membedakan hanyalah sekarang, terdapat seorang wanita selain para pelayan di sana.Edric dan Olivia saat ini tengah sarapan berdua. Sedangkan Marcos? Ia pergi ke luar negeri setelah acara pernikahan kemarin untuk keperluan bisnis. Dan jadilah yang menempati mansion itu hanyalah Edric, Olivia dan beberapa pelayan dan penjaga saja.Pelayan tampak bekerja maksimal dalam menyiapkan dan menghidangkan masakan kepada tuan dan nyonya muda mereka. Walaupun beberapa dari mereka memang dengan sembunyi - sembunyi menatap tak suka pada Olivia yang menurutnya sudah kurang ajar pada saudaranya.“Kak, kau ambil cuti sampai kapan?” tanya Olivia memecah keheningan.“Emm, mungkin satu minggu ke depan. Kenapa, Liv?” tanyanya menatap Olivia kemudian mengalihkannya pada sarapannya.“Bagaimana kalau kita liburan sebentar, Kak? Apa kau mau
Entah sejak kapan, Leyna dan Logan kini berjalan berdampingan di kebun binatang kota. Secara tiba – tiba, ayahnya itu memanggil dan meminta putri tunggalnya untuk pergi ke tempat itu bersamanya. Baik dari jauh, maupun dekat, suasana antara kedua orang itu cukup canggung. Tak ada yang memulai pembicaraan. Masing – masing dari mereka memilih untuk mengalihkan perhatiannya pada jajaran kandang yang tersedia. “Terkadang, aku rindu momen – momen seperti ini,” ucap Logan yang memilih untuk membuka suara terlebih dahulu. Leyna tampak menoleh sekilas, sebelum pada akhirnya memusatkan kembali pandangannya ke depan. “Aku tak tahu harus menjawabmu dengan apa, tetapi sedari kecil aku tak pernah merasakan momen yang seperti ini. Ibu meninggalkanku terlebih dahulu, dan kau, terlalu sibuk dengan urusanmu.” Leyna memilih mengeluarkan segala unek – uneknya. Kali ini, ia tak akan memendam perasaannya pada sang Ayah. Logan menatap putrinya dengan tatapan sendu. Menyiratkan perasaan sedih dan menyesal
“Ed, bisakah aku memintamu untuk membeli villa ini? Villa ini cukup bagus, aku menyukainya.” pinta Olivia yang dengan manjanya meminta sesuatu yang bisa terbilang fantastis pada suaminya itu. Tidak ada angin maupun hujan, tiba - tiba saja Olivia menyeletuk meminta sebuah villa di Dubai yang terdapat di suatu website.“Biar diurus terlebih dahulu. Membeli villa di tempat yang strategis itu bisa dibilang cukup susah, Oliv. Kuharap kau mengerti” Edric mencoba untuk membujuk Olivia, istrinya itu dengan kalimat yang selembut dan selogis mungkin. Bukannya ia tak mampu, tetapi terkadang Olivia jika meminta harus ditepati di waktu itu juga.“Baiklah, aku percaya padamu, Sayang.”Olivia menyenderkan kepalanya di pundak Edric. Sudah seminggu mereka di sana, menikmati pemandangan, mengunjungi berbagai tempat, atau sekadar berdiam di dalam kamar berdua. Ia sangat senang mengingat kembali kemenangannya dari Leyna. Edric jadi miliknya dan dia menjadi Nyonya Faramond.“Aku ingin segera melihat dirim
“Huekk”Leyna terus berusaha meredakan gejolak lambungnya yang entah mengapa terlalu liar. Semenjak subuh tadi, ia harus rela terbangun karena perutnya yang terlihat kembung. Dan sekarang, di sinilah ia berada. Berepngangan erat pada pinggiran wastafel sambil mengeluarkan seluruh cairan itu dari dalam tubuhnya.“Aku harus segera minum obat. Sepertinya maagku kambuh,” ucapnya seraya berjalan tertatih ke nakas.Bersamaan dengan itu, ponselnya turut berdering dan menampilkan satu huruf berinisial X di sana. Leyna mengernyit, tak biasanya pemiliiki nomor itu menelepon di pagi hari seperti ini.“Halo, ada apa?”“...”“Apa kau serius?!”“...”“Baiklah, terima kasih.”Seharusnya Leyna senang mendengar berita dari mata – matanya di seberang sana. Namun, entah kenapa ia juga bingung. Berita tentang kebangkrutan Edric harusnya tak membuatnya menjadi seterkejut ini karena dialah yang menjadi penyebab akan kehancuran itu. tetapi, ini bukan karena ulahnya. Ia bingung, apakah kebangkrutan perusahaa
Langit kota yang mulai menguning tampak begitu menawan hingga membuat Leyna betah berjam – jam memandangnya tanpa henti. Seharian penuh, untuk pertama kalinya, ia tak melakukan apapun dan hanya duduk di balkon sembari menikmati semilir angin. Entahlah, ia hanya ingin seperti itu untuk sementara seraya meminimalisir kegiatan yang akan membuat perutnya bergejolak kembali.Namun, aktivitas yang menenangkan itu terpaksa harus terhenti kala bel apartemennya berbunyi. Benar, Leyna masih belum pindah ke kediaman Evanthe. Bagaimanapun juga, ia masih ingin hidup sendiri dengan bebas, tetapi janji adalah janji, yang harus ditepati. Mungkin, jika pamannya dapat diajak bernegosiasi mengenai hal ini, akan beda cerita lagi.Leyna bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu sambil menerka siapa kiranya orang yang datang mengunjungi apatemennya. Leyna mencoba untuk melihat dari monitor kecil yang terpasang untuk mengetahui siapa tamu apartemen itu, tetapi nihil. Tak ada orang yang muncul di sana.
Friday, September 27th, 2019, FARAMOND MANSION“Akhirnya kalian sudah kembali,” ujar Maya saat menyambut anak dan menantunya di ruang tamu. “Bagaimana di sana?” tanyanya kembali seraya melihat wajah Edric dan Olivia bergantian. Namun, raut keduanya, entah mengapa membuat Maya berpikiran yang aneh – aneh.“Kami baik – baik saja di sana, Ma. Aku permisi ke atas dulu,” timpal Edric yang walaupun terkesan datar tapi sebisa mungkin menunjukkan senyum kecilnya pada mertuanya itu. Benar, di rumah itu kini hanya ditinggali Edric, Maya, dan Olivia. Tak lupa juga para pelayan dan penjaga. Marcos sudah pergi ke luar negeri dan memutuskan untuk menetap di sana. Semua bisnis dan usaha kini dilimpahkan kepada Edric, tak terkecuali.“Apa yang terjadi?” bisik Maya pada Olivia.Dengan wajah yang tertekuk, Olivia mengeluarkan segala kekesalannya, “Si Leyna sialan itu, Edric tertarik padanya dan mengacuhkanku.”Bukan main terkejutnya saat Maya mendengar kalimat itu. Bukankah dulu Edric sangat mencntai a