Share

Mandi Keramas Setiap Pagi
Mandi Keramas Setiap Pagi
Penulis: Bintang Senja

Evan Kalang Kabut

Sudah hampir satu minggu Asty memergoki suaminya mandi keramas setiap jam lima pagi sebelum shalat subuh. Biasanya pria berkacamata itu mandi keramas saat jam enam pagi, atau setelah melakukan ibadah halal bersama istrinya. Padahal sudah lima hari istrinya sedang kedatangan tamu bulanan, otomatis mereka puasa selama hampir satu minggu.

"Mas tumben jam segini udah mandi keramas, biasanya juga nanti," ujar Asty saat melihat suaminya keluar dari kamar mandi, dengan keadaan rambut yang basah dan hanya melilitkan handuk di pinggang.

"Ah, iya. Soalnya gerah, makanya aku langsung mandi." Evan terlihat gugup saat ditanyai oleh istrinya.

"Gerah kok, hampir satu minggu. Itu namanya bukan gerah, tapi .... " Asty menghentikan ucapannya di batin, saat mendengar pertanyaannya suaminya.

"Tumben kamu udah bangun, biasanya juga nanti, saat kamu sedang datang bulan." Evan melempar pertanyaan kepada istrinya.

"Iya, Mas. Soalnya hari ini Vina kan mulai berangkat kuliah, jadi aku harus bangun pagi untuk masak. Ya udah aku ke bawah dulu ya." Asty beranjak keluar dari kamar, tujuan wanita itu adalah dapur.

Sementara itu, Evan segera memakai bajunya, pria itu sudah merasakan kecurigaan pada istrinya. Mengubur bangkai serapat apapun, pasti akan tercium bau busuk. Begitu juga dengan manusia, menutupi rahasia serapat apapun pasti lama-lama akan terbongkar juga.

Pukul setengah tujuh, mereka bertiga sudah berkumpul di meja makan. Saat ini Asty sedang sibuk untuk meladeni suaminya. Namun, tiba-tiba pandangan Asty tertuju pada leher adiknya yang terdapat tanda merah. Asty menyipitkan matanya, ia juga berusaha untuk berpikir positif. Ia percaya jika adiknya bukan gadis bej*t.

"Vina, itu leher kamu kenapa?" tanya Asty, penuh selidik.

Reflek Vina memegangi lehernya. "Oh ini, anu. Aku alergi krim, Kak. Tapi udah nggak apa-apa kok, nanti juga sembuh."

Asty terdiam sejenak, benaknya berpikir keras, ia sering memergoki suaminya setiap pagi mandi keramas, dan sekarang Asty juga menemukan tanda merah di leher adiknya. Dan ini untuk yang ketiga kalinya, apa mungkin Vina dan Evan melakukan ... ah, rasanya tidak mungkin. Asty mencoba untuk membuang pikiran kotornya.

"Ya sudah, ayo buruan sarapan nanti keburu dingin." Asty berujar sembari menjatuhkan bobotnya di kursi.

"Kak, nanti aku titip nyuci mau nggak. Soalnya aku belum sempat nyuci," ungkap Vina.

Asty tersenyum. "Iya, boleh kok."

"Terima kasih ya, Kak." Vina pun ikut tersenyum. Setelah itu ia kembali melanjutkan ritual sarapan paginya.

Usai sarapan pagi, Evan segera bersiap untuk berangkat ke kantor, sementara Vina juga bersiap berangkat ke kampus. Hari ini Vina terpaksa diantar oleh Evan, lantaran mobil miliknya sedang ada di bengkel. Setelah suami dan adiknya pergi, Asty bergegas untuk membereskan meja makan, tak lupa piring dan gelas yang kotor, langsung dicuci.

Setelah selesai, Asty beranjak menuju kamar adiknya untuk mengambil pakaian yang kotor. Setibanya di kamar, Asty berjalan menuju keranjang kotor yang terletak di sebelah almari. Tanpa pikir panjang, Asty membawa keranjang tersebut keluar dari kamar adiknya. Setelah itu, ia masuk ke dalam kamar miliknya, untuk mengambil pakaian kotor miliknya serta sang suami.

Asisten rumah tangga sedang cuti, terpaksa Asty melakukan pekerjaan rumah dengan tangannya sendiri. Bahkan untuk mencuci pun demikian, saat ini Asty sedang memilih baju berwarna dan tidak. Tiba-tiba wanita berambut sebahu itu menemukan celana dalam milik suaminya ditumpuk baju kotor milik adiknya. Detik itu juga Asty membulatkan matanya.

"Ini kan milik, mas Evan. Kenapa bisa ada di tumpukan baju kotor milik Vina." Pikiran Asty mendadak kacau. Setelah itu ia kembali memilah pakaian tersebut.

Saat Asty merogoh saku jas milik suaminya, ia kembali menemukan benda asing. Dengan cepat Asty mengambilnya, seketika matanya kembali membulat saat mendapati alat tes kehamilan yang terdapat dua garis merah pada benda pilih tersebut. Dada Asty bergemuruh hebat, milik siapakah benda itu, kenapa bisa ada di saku jam suaminya.

"Awas saja ya, mas. Beraninya kamu bermain apa di belakangku, siap-siap saja jadi gembel." Asty meremas benda pipih itu dengan penuh emosi.

***

Tidak butuh waktu lama, kini mobil milik Evan sudah berhenti di depan kampus. Evan tersenyum saat mengingat kebersamaannya dengan adik iparnya itu. Ia tahu jika perbuatannya memang salah, tapi entah kenapa Evan justru ketagihan. Begitu juga dengan Vina, mungkinkah perempuan itu lupa jika pria yang selalu menghabiskan malam dengannya adalah suami kakaknya sendiri.

"Mas, aku khawatir kalau nanti, kak Asty mengetahui apa yang kita lakukan." Vina berujar seraya melepas sabuk pengamanannya.

Evan menggenggam erat dengan Vina. "Kamu jangan khawatir, Asty tidak akan mengetahuinya. Percaya sama, mas."

Vina tersenyum. "Iya, Mas. Ya sudah aku kuliah dulu ya."

"Iya belajar yang bener." Evan mengacak rambut panjang Vina.

"Iya, Mas." Vina segera keluar dari mobil tersebut. Setelah itu Evan segera melajukan mobilnya meninggalkan tempat tersebut.

"Vina, kamu itu lebih menggoda dibandingkan dengan Asty," batin Evan. Saat ini ia dalam perjalanan menuju ke kantor.

"Huh, setelah ini tinggal ketemu dan menghabiskan waktu bersama dengan Rena." Evan tersenyum saat mengingat Rena, sekretaris pribadi sekaligus wanita simpanannya.

Tidak butuh waktu lama kini Evan tiba di kantor. Pria berjas hitam itu segera melangkahkan kakinya menuju ke lantai dua puluh, di mana ruangannya berada. Evan tak henti-hentinya tersenyum, karena tidak lama lagi ia akan bertemu dengan pujaan hatinya, yaitu Rena.

Setibanya di depan ruangan Evan segera membuka pintu ruangannya. Pria itu tersenyum saat melihat pemandangan yang begitu indah, bagaimana Evan tidak merasa bahagia, setiap pagi ia selalu disuguhi oleh aksi Rena yang sangat menggemaskan. Evan berjalan menghampiri Rena yang sedang duduk di sofa dengan pose menggoda.

"Good morning, Sayang." Rena menyapa Evan dengan suara manjanya.

"Kamu memang selalu membuatku merasa bahagia." Evan tersenyum lalu berjalan menghampiri Rena.

Untuk sesaat keduanya saling pandang dan berakhir pada benda kenyal yang saling bertarung. Setelah cukup puas Evan melepaskannya, pria itu tersenyum saat mengingat kejadian yang baru saja terjadi. Begitu juga dengan Rena, wanita itu juga tersenyum.

Tiba-tiba telepon berbunyi, dengan masih bertelanjang dada Evan mengangkat telepon tersebut.

[Pagi, Pak. Di bawah ada ibu Asty, katanya ada perlu dengan, Bapak]

Evan langsung membulatkan matanya, bagaimana mana istrinya tiba-tiba datang. Karena sebelumnya Asty tidak pernah datang ke kantor.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Hafidz Nursalam04
hhvxjjcnjh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status