Share

Hampir Ketahuan

Author: Bintang Senja
last update Huling Na-update: 2022-06-23 12:38:18

"Asty." Evan memandang Luna sesaat, setelah itu ia bangkit seraya memakai pakaiannya.

"Ada apa, Mas?" tanya Luna dengan raut wajah bingung.

"Asty video call." Evan menjawab seraya mengancingi kemejanya.

"Terus kenapa, Mas buru-buru begitu. Udah biarin aja lah, nanti juga capek sendiri." Luna menarik tangan Evan agar pria itu kembali berbaring di sampingnya.

"Asty bisa curiga, aku angkat dulu ya," ujar Evan. Berharap wanitanya itu mau mengerti akan posisinya saat ini.

"Kenapa nggak kamu ceraikan aja sih, Mas. Jadi kita kan bebas," saran Luna.

"Nggak bisa, soalnya uang yang buat hidupin kamu itu milik Asty. Tolong kamu ngertiin aku ya," terangnya. Sementara Luna hanya mengangguk setelah sejenak berpikir.

"Kamu tunggu aku di sini ya, aku angkat telepon dulu." Evan keluar dari kamar dan memilih untuk duduk di ruang tamu. Setelah itu ia menggeser tombol berwarna hijau, untuk menerima panggilan dari Asty.

[Assalamu'alaikum, Mas sekarang ada di mana? Kenapa lama banget sih angkatnya]

[W*'alaikumsalam, maaf tadi lagi ada urusan sama teman. Memangnya ada apa]

[Vina pendarahan, Mas. Sekarang ada di rumah sakit, tolong kamu ke sini ya]

[Apa?! Vina pendarahan .... ]

[Mas itu kamu ada di mana]

[Di rumah temen, ya udah aku ke sana sekarang. Kamu di rumah sakit mana]

[Nanti aku kirim lewat inbok, Mas. Udah dulu ya, assalamu'alaikum]

[Iya, w*'alaikumsalam]

Setelah sambungan telepon terputus, Evan segera masuk ke dalam kamar. Ia harus segera pergi ke rumah sakit, jujur ia masih bingung dengan apa yang istrinya itu katakan. Asty mengatakan jika Vina mengalami pendarahan, ada rasa cemas yang menyelimuti hati pria itu. Pasalnya Vina pernah mengeluh jika gadis itu telat datang bulan.

"Luna, aku pulang dulu ya. Besok aku ke sini lagi." Evan meraih jasnya dan juga kunci mobilnya.

Luna menghela napas. "Beneran loh, besok waktunya kamu sama aku."

"Iya, Sayang. Baik-baik ya." Evan mencium kening Luna, tak lupa mengusap perut buncit wanitanya itu. Setelah berpamitan, Evan segera pergi.

Dalam perjalanan Evan tidak bisa berpikir jernih, ia juga khawatir jika penyebab Vina pendarahan karena hamil. Evan masih sangat ingat, saat Vina berkata dirinya telat datang bulan. Evan khawatir jika Vina benar-benar hamil, jika Asty sampai tahu pasti akan menjadi masalah.

Tidak butuh waktu lama, kini Evan tiba di rumah sakit. Ia langsung mencari ruang rawat Vina yang ada di lantai dua. Setibanya di sana, Evan segera masuk ke dalam, terlihat jika Asty sedang duduk di sofa, sementara Vina masih belum sadarkan diri. Evan berjalan menghampiri istrinya yang tengah duduk, seraya memijit pelipisnya.

"Asty, bagaimana keadaan Vina. Sebenarnya apa yang terjadi." Evan bertanya seraya menjatuhkan bobotnya di sebelah Asty.

Asty menghela napas. "Vina hamil, dia baru saja pendarahan dan kandungannya tidak terselamatkan."

Evan benar-benar terkejut mendengar hal itu, pikirannya kembali kacau. Namun, Evan harus bisa bersikap seperti biasa, agar Asty tidak menaruh curiga padanya. Setelah cukup lama sama-sama diam, akhirnya Evan angkat bicara, ia menanyakan, siapa yang telah menghamili Vina.

"Jadi kamu belum tahu, siapa yang menghamili Vina?" tanya Evan.

"Belum, tapi aku pastikan. Kalau aku sudah tahu siapa yang menghamili Vina, aku tidak segan-segan untuk memotong anunya, biar tidak ada lagi yang bisa dia banggakan." Mendengar jawaban dari Asty, seketika Evan menelan salivanya sendiri, bahkan pria itu merasa merinding.

Setelah itu, Evan memilih untuk diam, rasa takut dan was-was menjadi satu. Ia tahu jika apa yang Asty ucapkan tidak pernah meleset. Evan hanya bisa berharap semoga Vina hamil bukan karena dirinya. Karena saat pertama kali Evan menyentuh Vina, gadis itu ternyata sudah tidak suci lagi.

***

Keesokan harinya, Vina sudah diperbolehkan untuk pulang, Asty memang sengaja belum mempertanyakan siapa yang telah menghamili adiknya itu. Setibanya di rumah, Asty mengajak adiknya untuk istirahat di kamar.

"Vina, sekarang kamu jawab pertanyaan kakak. Siapa yang sudah menghamili kamu?" tanya Asty.

Vina terdiam, ia menatap lekat wajah kakaknya. Vina bingung harus menjawab apa, ia juga tidak tahu siapa yang telah menghamilinya, karena Vina melakukan itu bukan hanya dengan Evan. Melainkan dengan sepupu Evan pun pernah melakukannya.

"Vina." Asty memegang pundak adiknya.

"Aku melakukan dengan, mas Evan baru satu minggu. Dan itu selalu memakai pengamanan, tidak mungkin aku hamil," batin Vina.

"Erik, Kak." Vina menundukkan kepalanya. Sementara Asty terkejut mendengar jawaban adiknya. Bagaimana mungkin sepupu suaminya menghamili adiknya, kenal di mana mereka.

"Kamu kenal Erik di mana?" tanya Asty. Dadanya sudah bergemuruh menahan amarah yang telah memuncak.

"Waktu masih di SMA, Kak." Lagi-lagi Vina menundukkan kepalanya.

"Apa, Erik tahu kalau kamu hamil." Asty kembali bertanya, dan kali ini Vina menggelengkan kepalanya sebagai jawabannya.

Setelah itu Asty beranjak pergi dari kamar adiknya, Vina yang melihat kakaknya pergi dengan terburu-buru mencoba untuk memanggilnya, tetapi Asty tidak merespon panggilan adiknya itu. Sekarang juga Asty akan datang ke kantor, karena Erik juga bekerja di kantor miliknya, yang dikelola oleh Evan.

"Erik, aku nggak nyangka kalau kelakuan kamu ternyata bej*t, sama seperti mas Evan," gumamnya. Asty saat ini sudah dalam perjalanan menuju ke kantor. Ia akan meminta pertanggung jawaban dari Erik.

Tidak butuh waktu lama, kini Asty sudah tiba di kantor, wanita berambut sebahu itu melangkahkan kakinya menuju meja kerja Erik. Banyak karyawan yang menyapa dan memberi hormat kepada Asty, sementara ia hanya tersenyum dan mengangguk untuk menanggapinya.

"Erik, tolong ikut saya ke ruangan," titah Asty.

Erik yang sedang fokus bekerja sedikit tersentak. Pria itu hanya mengangguk dan bergegas bangkit dari duduknya. Erik melangkahkan kakinya mengikuti langkah kaki Asty. Dalam benaknya berkata-kata, untuk apa ia disuruh ke ruangan, karena Asty jarang sekali ke kantor, lantaran urusan kantor, Evan yang menanganinya.

"Ayo masuk, assalamu'alaikum." Asty membuka pintu ruangan, di mana Evan berada.

"W*'alaikumsalam, Asty, Erik ada apa ini." Evan terlihat bingung, pria itu bangkit dan berjalan menghampiri istri serta sepupunya itu.

"Ada yang ingin aku bicarakan, Mas. Erik ayo duduk," ujar Asty, ia juga menyuruh Erik untuk duduk. Sementara Evan terlihat semakin begitu bingung dan juga panik.

"Sayang, ini minuman yang kamu minta. Dijamin setelah minum ini nanti .... " ucapan itu terhenti saat melihat ada orang lain selain Evan.

Erik menoleh ke arah sumber suara tersebut, begitu juga dengan Asty. Tatapan mata Asty beralih pada Evan yang terlihat panik. Sayang, minuman, dua kata itu sukses membuat otak Asty berpikir keras, terlebih saat tahu siapa yang mengucapkannya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Mandi Keramas Setiap Pagi   Hadirnya Malaikat Baru ( Ending)

    Setengah jam kembali, kini mereka sudah dalam perjalanan mencari tahu gejrot permintaan Asty. Vanno terus melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, sedangkan matanya mencari tukang tahu gejrot yang biasanya berasa di pinggir jalan. "Mas berhenti di depan," titah Asty. "Baik, Tuan Putri," sahut Vanno. Setelah itu ia menepikan mobilnya. "Mas tunggu di sini aja, biar aku yang beli," ujar Asty, seraya melepas sabuk pengaman. "Ya udah, jangan lama-lama. Jalannya hati-hati," nasehatnya. Sementara Asty hanya mengangguk. Asty berjalan menuju penjual tahu gejrot, sesampainya di sana, wanita hamil itu segera memesan satu porsi tahu gejrot dengan level pedas yang cukup bikin geleng-geleng. Sembari menunggu pesanan, Asty memilih untuk duduk. "Ini, Neng pesanannya," ucapnya seraya menyodorkan kresek berukuran sedang. "Ok, ini bayarannya." Asty menyodorkan uang seratus ribu rupiah. "Wah, nggak ada kembaliannya," ujarnya. "Udah ambil aja," sahut Asty. Ia pun beranjak pergi meninggalkan te

  • Mandi Keramas Setiap Pagi   Ngidam Lagi

    "Asty kamu kenapa?! Bangun, Sayang." Windi menepuk pelan pipi menantunya itu. Seketika Asty membuka matanya, napasnya sedikit terengah-engah seperti orang yang baru saja lari maraton. Windi segera menyodorkan segelas air putih, perlahan Asty meneguknya. Setelahnya wanita hamil itu berusaha menenangkan hatinya. "Kamu mimpi apa sampai teriak-teriak seperti tadi?" tanya Windi dengan lembut. "Aku mimpi kalau, mas Vanno .... ""Sayang aku pulang!" teriak Vanno seraya berjalan masuk ke dalam.Mendengar suara orang yang sangat Asty rindukan, seketika wanita hamil itu bangkit dari duduknya dan beranjak menghampiri suaminya. Bahkan Asty langsung memeluk tubuh Vanno dengan begitu erat. Karena sedikit terkejut, hampir saja tubuh Vanno terhuyung ke belakang. "Sayang aku nggak bisa napas, kamu meluknya kenceng banget," ujar Vanno dengan napas yang sedikit tercekat. "Aku takut." Asty hanya mampu berkata demikian. "Takut apa, hem?" tanya Vanno dengan nada lembut. "Aku takut kamu selingkuh, ba

  • Mandi Keramas Setiap Pagi   Hanya Mimpi

    "Oh jadi kamu sepupunya Asty?" tanya Windi. "Iya, Tante." Pria itu mengangguk yang tak lain adalah Dany, sepupu Asty. "Kamu ke Jakarta mau ngapain?" tanya Asty. Pasalnya yang ia tahu sepupunya itu akan menikah. "Mau nyari kerjaan, niatnya mau minta bantuan sama kamu, kali aja ada lowongan," jelasnya. Dany berharap semoga di kantor Asty masih ada lowongan. "Bukannya kamu akan menikah?" tanya Asty. "Dany, kami tinggal masuk ke dalam dulu ya. Asty mama sama papa ke dalam dulu ya." Windi bangkit dari duduknya. "Iya, Ma." Asty mengangguk, begitu juga dengan Dany. Saat ini mereka tengah duduk di teras rumah. "Aku sudah menikah, itu sebabnya aku nyari kerja yang tetap. Bukan kerja serabutan nggak jelas," terangnya. Memang sebelum menikah Dany bekerja serabutan yang penting halal. Asty terdiam sejenak. "Sekarang istri kamu di mana.""Ada di rumah, aku ajak ke sini nggak mau," sahut Dany. "Nanti nunggu mas Vanno pulang dari Singapura ya. Dia yang akan ngurus," ujar Asty. "Ok tidak ma

  • Mandi Keramas Setiap Pagi   Tamu Tak diundang

    Bukan telah berganti, hari ini Vanno harus pergi ke kantor lebih awal lantaran akan ada meeting dan juga bertemu dengan klien. Usai mandi, Vanno bergegas memakai pakaian yang sudah Asty siapkan. Usai memakai pakaian, pria berkemeja navy itu berjalan menghampiri istrinya, seperti biasa meminta sang istri untuk memakaikan dasi. "Sayang, kapan periksa ke dokternya?" tanya Vanno. "Rabu besok, Mas." Tangan Asty masih berkutat memasang dasi pada leher suaminya. "Oya, mama sama papa katanya besok mau ke sini. Soalnya besok sore aku harus ke Singapura, cabang yang ada di sana sedikit ada masalah," jelasnya. Seketika Asty memperlambat kerja tangannya. "Jadi besok, Mas pergi?" tanya Asty. "Iya, nggak lama kok. Setelah masalah di sana selesai, aku langsung pulang. Makanya aku minta mama sama papa ke sini, biar bisa nemenin kamu," terangnya. Vanno tahu jika istrinya sedih setelah mendengar jika dirinya akan pergi. "Kamu minta oleh-oleh apa, nanti aku beliin," ujar Vanno. Kedua tangannya ber

  • Mandi Keramas Setiap Pagi   Ngidam

    "Da-dari mana kamu tahu soal .... ""Aku sudah tahu semuanya, sekarang aku akan melaporkan masalah ini ke polisi. Agar kamu merasakan balasan yang setimpal." Vanno memotong ucapan Dewi. "Apa?! Van aku mohon, jangan laporkan masalah ini ke polisi. Aku minta maaf, aku melakukan ini karena aku sangat mencintai kamu. Aku ingin kita kembali seperti dulu, aku .... ""Itu tidak akan pernah terjadi, apa kamu lupa dengan kesalahan yang pernah kamu lakukan dulu. Dan sekarang kamu juga tahu, aku sudah menikah, istriku jauh lebih baik dari pada kamu." Vanno memotong ucapan Dewi. Mendengar hal itu raut wajah Dewi berubah semakin kesal. Dewi menggelengkan kepalanya, wanita itu kembali memohon agar Vanno mau memberinya kesempatan. Namun, sampai kapanpun Vanno tidak akan pernah melakukan itu, terlebih setelah kejadian ini. Justru ia semakin membenci Dewi, gara-gara ulahnya, Vanno harus kehilangan sesuatu yang sudah sangat diharapkannya. "Van, aku mohon." Dewi terus memohon. "Tidak akan pernah." V

  • Mandi Keramas Setiap Pagi   Kejahatan Dewi

    "Bagaimana keadaan istri saya, Dok?" tanya Vanno dengan raut wajah khawatir. "Maaf, kami tidak bisa menyelamatkan janin yang ada di rahim istri, Bapak. Dan untuk saat ini kondisi istri, Bapak masih lemah," jawab Dokter Rina. "Jadi istri saya keguguran, Dok?" tanya Vanno. Ia benar-benar tidak tahu jika Asty sedang hamil. "Iya, Pak. Kalau begitu saya permisi." Dokter Rina beranjak meninggalkan Vanno yang masih berdiri mematung dengan seribu pikiran. Setelah itu, Vanno berjalan masuk ke dalam, terlihat Asty tengah berbaring di atas brangkar dengan posisi miring ke arah dinding. Dengan hati-hati Vanno berjalan menghampiri istrinya dan duduk di sebelahnya. Merasakan tempat tidurnya bergerak, reflek Asty membalikkan badannya. "Mas." Asty bangkit lalu menghambur ke pelukan suaminya. Vanno memeluknya dengan erat, sudah dapat dipastikan jika istrinya itu telah tahu jika ditinya mengalami keguguran. "Sabar ya, Sayang." Vanno mengusap punggung istrinya dengan lembut. "Maafin aku, gara-gar

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status