“Mungkin,” ucap Romeo. Raut wajah bingungnya berubah saat teringat sesuatu. “Joo, tolong ambilkan pisau kecilku di dalam sepatu.” Permintaan Romeo membuat Joo mengerutkan keningnya.
“Pisau kecil? Mengapa kau selalu membawanya?”
“Kau pasti akan mengerti kegunaannya jika kau belajar tentang kepemimpinan di sekolahmu dulu,” ejek Romeo karena Joo sempat-sempatnya bertanya di saat seperti ini. “Cepat, ambillah.” Romeo bersusah paah menaikkan kaki kanannya ke belakang—tepat pada kursi yang diduduki oleh Joo. Aland menunggu upaya teman-temannya. Joo memutar kepalanya menghadap ke belakang, tangannya yang terikat di balik punggungnya mencoba meraih sepatu Romeo.
Joo langsung melepaskan sepatu Romeo dari kakinya. Ia merogoh sepatu Romeo dan menemukan sesuatu yang terasa padat dan tipis. “Dapat!”
Romeo mengulurkan tangannya di belakang punggung ketika Joo berusaha mencari tangannya, Joo m
Aland hampir mengaduh ketika kepalanya dilempar sesuatu. Tangannya mengusap-usap belakang kepalanya yang terasa sakit. Mengedarkan pandangan, Aland menyipit ketika menemukan bayangan seseorang sedang melambai kepadanya di balik gerbang. Tidak salah lagi. Itu adalah dosen yang menemuinya di kolam ikan pada saat ia melempar batu pada patung kura-kura. Apa yang dilakukan oleh dosen Andrew malam-malam seperti ini di kampus? Batin Aland.Aland menemukan kertas kecil di bawahnya yang terlempar mengenai kepalanya. Aland membukanya dan menyalakan layar ponselnya untuk membaca tulisan di kertas yang telah lusuh itu.“Ketika aku mengalihkan perhatian petugas nanti, pergilah dan ambil kunci gerbang yang kutinggalkan di bawah.” Aland melihat sesaat ke arah dosen itu yang menunjuk kunci yang ditinggalkan di bawahna. “Bawa kunci itu denganmu. Itu milikku.” “Penjaga!”Aland menoleh pada dosen yang
“Baiklah, Bapak akan menerimanya.”Kate tersenyum puas. “Eum ... tapi, Pak. Maukah Bapak memakan ini bersama dengan saya, di sana?” tunjuk Kate pada kursi panjang di koridor yang tak jauh dari ruang cctv. “Bapak benar-benar seperti ayahku, aku jadi merindukannya.”Karena rasa ibanya, akhirnya petugas itu menuruti kemauan Kate. “Baiklah, jika itu bisa mengobati rasa rindumu pada ayahmu, Bapak tidak akan menolak.”Kate tersenyum semakin lebar dan mengajak petugas penjaga itu berjalan menuju kursi panjang. Gadis itu sempat mengangkat jempolnya di belakang punggung untuk memberitahu Romeo. Saat itu juga, Romeo menyelinap masuk ke dalam ruang cctv. Dengan kilat laki-laki itu mencari semua rekaman malam kemarin dan menghapus seluruh jejak dirinya dan teman-temannya yang tertangkap oleh kamera pengintai kampus. termasuk jejak dirinya yang diam-diam menyelinap di ruang cctv ini. Romeo sudah tak asing lagi dengan hal-hal ya
Jane memberanikan membalas tatapan Fluke padanya. Laki-laki itu memakai kaos putih polos yang dibalut dengan jaket denim biru cerah hari ini. Selain berasal dari keluarga berada yang mampu membeli pakaian-pakaian, sebagai seorang laki-laki Fluke sangat memerhatikan penampilannya. “Kita sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi. Aku ingin sembuh. Terjebak dengan masa lalu hanya akan mendatangkan lebih banyak rasa sakit.” “Benarkah?” Fluke tertawa sumbang. Raut wajahnya kemudian berubah sangat serius. Hal itu membuat Jane merasa waspada sekarang. Ia khawatir keponakan rektor yang merupakan mantan kekasihnya itu akan membuat alasan untuk melaporkannya pada wakil dewan. “Lalu, apa yang kau lakukan di sini?” “Bukan urusanmu.” Jane hendak buru-buru pergi, tetapi fluke lagi-lagi menahannya. “Biarkan aku pergi dari sini, Fluke,” pinta Jane yang merasa kesal dengan sikap Fluke.
Jane mengingat bagaimana Fluke menitipkan earphone milik Romeo kepadanya. Seharusnya ia sudah tahu dari awal kalau hubungan Fluke dan Romeo tidak baik-baik saja. Romeo mencurigai Fluke sebagai salah satu dari geng topeng hitam itu. Lalu Fluke menemukan earphone milik Romeo yang terjatuh. Jane khawatir jika earphone ini terjatuh ketika mereka menggunakannya saat melakukan pengintaian terhadap Victor. Bisa-bisanya Jane semula menduga bahwa Fluke meminjamnya dari Romeo dan enggan mengembalikannya. Itu hal mustahil yang pernah Jane pikirkan.Jane merasa khawatir sekarang, bagaimana jika Fluke tahu tentang mereka? Fluke akan menjadi penghalang besar bagi rencana mereka jika laki-laki yang merupakan mantan kekasih Jane itu tahu.Jane menoleh ketika mendengar suara seseorang yang sedang dalam pikirannya itu. Fluke turun dari mobil mewahnya dan berjalan dengan angkuh menghampiri Jane yang ttengah sendirian di halte bus. Jane buru-buru menembunyikan earphone milik Romeo ke dala
Aland bergegas menuju suatu tempat begitu Romeo mengirimkan pesan grup bahwa dirinya telah menangkap Victor.Aland terkejut ketika semua teman-temannya sudah sampai di gedung belakang kampus, kecuali Jane—dengan seseorang yang ditutupi kepalanya menggunakan kain hitam serta tangan dan kaki yang diikat dengan kursi. Aland menatap teman-temannya bergantian. Mereka semua mengangguk seolah mengerti dari tatapan Aland yang menyiratkan pertanyaan apakah seseorang di kursi itu adalah Victor.“Lepaskan aku!” suara Victor membuat semua orang beralih padanya.Joo mendekati Victor dan berteriak di depan telinganya. “Diam atau kupatahkan lehermu!”“Lepaskan aku! Siapa kalian sebenarnya?! Mengapa kalian menangkapku?!” Victor bergerak tak tenang, ia berusaha keras melepas ikatan di tubuhnya.Mengingat penghinaan yang pernah dikatakan oleh Victor tentang kakaknya, tiba-tiba membuat emosi Aland muncul seketika. Dengan lang
“Mereka mengirimiku pesan ancaman, aku hanya melakukan apa yang mereka perintahkan dan aku akan mendapakan bayaranku. Jika aku tidak melakukannya, mereka akan terus mengirimkan teror padaku. Aku juga berharap dengan bergabung dengan mereka, aku bisa menemukan Mikhaela,” ungkap Victor jujur. Laki-laki itu menangis tertahan, merasa takut jika mereka akan memukulinya lagi.“Bagaimana kau bisa dipercaya?” Aland masih tak percaya dengan ucapan Victor.“Aku berani bersumpah kalau aku berbicara jujur. Aku mengkhawatirkan Mikhalea. Dia menghilang ketika aku baru tahu ternyata ada teror di kampus ini. Aku takut jika terjadi sesuatu dengannya kalau dia menghilang karena orang-orang itu. Mereka sangat berbahaya.”‘Aland mengepalkan tangan di sisi jari celana. Kekhawatirannya semakin memuncak mendengar ungkapan Victor tentang kakaknya dan geng topeng hitam itu. Aland mulai mempercayai perkataan Victor karena merasa laki-laki itu ber
Rencana menangkap Victor telah berhasil. Sayangnya, mereka tak menemukan jejak apa pun tentang Mikhaela. Namun, mereka berhasil menemukan fakta baru tentang geng topeng hitam itu, bahwa mereka akan meneror mahasiswa untuk melakukan perintah dan mereka akan membayarnya, begitu pun sebaliknya, jika mahasiswa yang mendapat perintah mereka tak menuruti perintah, maka mereka akan mendapatkan masalah besar. Aland menduga kakaknya adalah salah satu korban dari geng openg hitam itu, mereka menuruhnya melakukan sesuatu tetapi Mikhaela tak menuruti mereka, mungkin itu adalah alasan mereka membuat Mikhaela hilang.“Kasus Victor sama persis dengan kasus yang dihadapi oleh Tor—mahasiswa yang pernah mencoba bunuh diri dan juga mencoba membunuh Aland karena depresi mendapakan teror dari geng topeng hitam itu,” ucap Romeo saat mereka berkumpul di meja panjang basecamp. Hari ini adalah akhir pekan, masing-masing dari mereka mengenakan pakaian santai. Hanya ada empat
Bergabung Dengan Club Biologi. “Setiap mahasiswa yang bergabung di sini tidak hanya memiliki minat belajar biologi saja, tetapi mereka juga harus punya bekal potensi di bidang ini,” jelas seorang perempuan berkcamata yang tengah duduk di balik meja ruang biologi, ketika Aland mengatakan ia dan teman-temannya ingin bergabung dan belajar dengan club biologi. Kebetulan ketika mereka menuju ruang biologi, kelas club itu telah selesai. Semua anggota telah pulang, kecuali pemimpin mereka yang mengaku bernama Lili. “Kami memiliki potensi.” Joo dan Kate saling melirik satu sama lain ketika Aland mengatakan bahwa mereka memiliki potensi di bidang biologi. Sepertinya teman-teman mereka salah menunjuk mereka berdua di sini, baik Joo dan Kate bahkan ragu apakah mereka bisa bergabung dengan mudah. “Kami tidak bisa menerima sembarang orang.” Aland hampir mendengus mendengar kalimat perempuan bernama Lili itu, entah kenapa ia merasa peremp