Share

BAB 8 | Banyak yang Berubah

Tok.. Tok..

Nilam mengetuk pintu rumah Rania. Gadis itu berlagak tidak tahu ada siapa di dalam rumah itu dengan celingak celinguk ketika masuk ke dalam. Saat sudah sampai di ruang tengah, dilihatnya Rania yang duduk berhadapan dengan paman dan bibinya.

“Rania!” Ucap Nilam dengan nada terkejut.

“Nilam, Randi. Kalian di sini? Ngapain?” Tanya Rania.

Paman dan Bibinya memasang ekspresi jengah melihat ‘pasukan’ Rania yang baru datang ini.

Randi dan Nilam sempat kelabakan untuk menjawab Rania. Tapi dapat segera mereka atasi,

“Eh, rumah gue kan masih di sini. Lo lupa?” Jawab Randi.

“Tadi kita liat rumah ini kok buka, akhirnya mampir.” Lanjut Nilam.

Rania hanya menatap kosong satu persatu dari empat orang di hadapannya. Dia yakin Nilam dan Randi sengaja mengikutinya ke sini. Tapi ia enggan untuk bertanya.

“Temen kalian ini, dateng-dateng kesini setelah sekian lama, cuma mau nanya kronologi kecelakaan 6 tahun lalu. Kurang kerjaan aja!” Ucap Samsul, Paman Rania, kepada Nilam dan Randi.

“Apa temenmu ini nggak sadar kalo pamannya ini bisa aja sedih ingat-ingat kejadian itu lagi!” Bu Rahma, sang Bibi menimpali.

Melihat Rania yang tidak ada niatan menjawab, akhirnya Randi turut menanggapi Bu Rahma,

“Begini.. Rania ini mungkin cuma pengen tahu kronologi kecelakaan keluarganya. Dulu saat banyak orang bicara masalah itu kan Rania sedang dalam masa berkabung, jadi ceritanya nggak jelas masuk di otak,” Randi mengambil jeda “...toh mungkin Rania nanya ke Pamannya juga karena dia ada di lokasi kejadian juga waktu itu.”

Rania hanya menatap lurus. Tidak menanggapi omongan Randi, ataupun merasa tersinggung dengan perkataan sang Bibi.

“Lagian Rania juga sedih kali bukan Pak Samsul doang! Mana mau ungkit-ungkit kejadian itu. Pasti dia ada pertanyaan yang pengen dijawab sama kalian. Rania yang kehilangan orang tua dan dua adiknya di kecelakaan juga.” Sahut Nilam agak menyindir.

“Kamu orang luar tau apa? Mereka juga adik dan keponakan-keponakan saya. Saya juga kehilangan mereka. Rania kerjaanya cuma diem dan bengong, nggak bicara sama siapa-siapa. Sekarang dateng-dateng nyusahin aja.” Pak Samsul tidak mau kalah.

“Rania juga keponakan Paman kali. Kok nggak ada ikut sedih atau minimal ngehibur dia? Kan bener Rania nanyanya ke Paman, karena paman yang nyupirin mobil mereka pas kecelakaan dan satu-satunya korban yang masih hidup. Lagian nyusahin yang mana sih, wong cuma ditanya kronologi doang!” Lanjut Nilam

“Oh kamu nuduh saya ya?” Tanya Pak Samsul mengintimidasi Nilam.

Nilam yang tidak paham apa hubungan antara menuduh dengan pernyataan dia tadi memasang wajah heran. Siapa yang sedang menuduh apa?

“Nuduh apa?” Ucap Rania tiba-tiba setelah keheningannya sejak tadi.

Seluruh pandangan menuju ke arah Rania. Gadis itu tidak mengucapkan sepatah katapun dari Nilam dan Randi masuk. Lalu tiba-tiba kalimat yang keluar membuat Paman dan Bibinya sedikit terkejut dan membuka mata mereka lebar. Dua orang itu terlihat seperti tidak sengaja menceploskan suatu hal tanpa mereka sadari.

Nilam langsung mengalihkan pandangan dari Rania ke pasangan paruh baya di depannya dengan alis menyatu.

Tiba-tiba, Paman Rania memegangi dadanya. Terlihat dia seperti kesakitan dan hampir kehilangan nafasnya. Gelagapan, istrinya juga turut memegangi sang suami.

“Tuh kan, pamanmu asmanya kambuh. Masak iya kamu nggak tahu dia punya asma dari kecil gampang kambuh?” Sahut sang Bibi memarahi Rania. “Kembali lagi besok-besok saja. Kami mau siapin mental dulu!”

Rania hanya diam melihat sang Bibi membopong suaminya keluar dengan menyangga lengan kirinya. Sekarang tinggal ia, Nilam, dan Randi yang berada di sana. Mereka saling berpandangan.

“Dia bohong.” Ucap Rania lugas.

Nilam dan Randi kebingungan.

“Paman tidak punya asma sejak kecil.”

Keadaan hening sesaat, sementara Nilam dan Randi hanya berhadapan saling bertanya-tanya.

“Ran, lo mau nginep di sini dulu?” Tanya Randi.

“Enggak, gua langsung pulang.” Jawab Rania.

“Mampir dulu ke rumah yuk! Mama ku kangen kamu katanya.” Tawar Randi bersemangat.

Rania menatap dalam Randi. Temannya ini berubah begitu banyak. Sekarang ia tak lagi ragu memanggil istri kedua sang ayah dengan sebutan mama. Padahal dahulu Randi sangat berusaha untuk tidak menerimanya.

Entah sejak kapan dan karena apa, Rania baru menyadari akhir-akhir ini bahwa Randi sangat bersemangat menceritakan tentang ibu sambungnya. Dia juga tidak lagi menambahkan embel-embel istri ayah atau Bu Ratna lagi.

Detik ini, Rania sadar bahwa banyak yang berubah.

Entah itu di kehidupannya sendiri, ataupun kehidupan orang-orang disekitarnya. Dan kebanyakan dia baru menyadarinya setelah hal itu sudah berlalu lumayan lama. Apakah dia banyak membuang masa? Batin Rania pada dirinya sendiri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status