Bab 16
POV Leo
Ada rasa kesal pada Jenni, yang tiba-tiba bicara di hadapan semua orang bahwa anak yang ia bawa itu bukan anakku. Meskipun selingkuh ini menghancurkan semuanya, tapi aku juga tidak mau kalau sampai tak mengakui anakku itu. Ia buah cinta dari pernikahan kami setahun yang lalu.Setelah mengakui di hadapan mama, Nia, dan kedua orang tuanya, aku pun meninggalkan rumah sesuai perintahnya. Tak ada yang kubawa pergi dari rumah yang dibangun dari jerih payahku sendiri. Ya, selain gengsi memohon pada mama di hadapan mertuaku, ini juga bagian dari konsekuensi perbuatan yang telah kulakukan.Aku membawa mobil yang dibawa oleh Jenni. Ia duduk di sampingku menggendong Hans Permana, bayiku. Wajahnya tak semanis biasanya, bibir ia lipat dan matanya pun tak pernah melirikku."Aku tahu, tujuan kamu tadi adalah supaya mama tetap memberikan villa itu untukku," ucapku memulai pembicaraan sambil mengendarai mobil."YaBab 17POV NiaMas Leo bekerja di sini sebagai office boy? Nasibnya kini jadi tragis setelah semua terungkap.Aku disejajarkan olehnya di kursi, tepatnya di hadapan bos kami berdua, yaitu Pak Iqbal. Kami dipertanyakan hubungannya. Sebab, ada yang aneh ketika bertemu dan saling menatap tajam."Kalian saling kenal?" tanya Iqbal. Kami seumuran, tapi kariernya sekarang sangat baik, Iqbal memiliki perusahaan sebesar ini, dan aku yang menjadi karyawannya."Kami kenal, Pak," jawab Mas Leo. Aku tahu beban hidupnya saat ini sangatlah berat, terlebih tuntutan wanita yang maunya cantik terus, pasti biayanya mahal."Ya, kami kenal hanya sebatas kenal saja, Pak. Tidak lebih, Mas Leo sudah memilki istri cantik, namanya Jenni, iya kan, Mas?" sindirku pedas."Oh, kirain kalian ini suami istri, sebab saya pernah melihat foto nikah kamu di sosial media, Nia," ungkap Iqbal. Ternyata diam-diam ia pernah melihat foto ni
Bab 18POV SalmaSepulang dari rumah Kak Nia. Mama tiba-tiba marah padaku. Ia mengeluarkan semua emosinya. Aku tak pernah melihatnya garang seraya ibu tiri di cerita yang pernah kubaca."Salma! Ini pasti ulah kamu, Salma!" teriak mama membuatku sontak terperanjat dari tempat tidur. Lagi asik mendengarkan lagu favorit malah dikejutkan suara melengking mama.Aku segera bergegas menghampiri, ini bukan kali pertamanya ia marah teriak-teriak, hal ini sudah biasa kudengar sejak kecil. Seiringnya waktu karena aku tumbuh dewasa, mama sudah jarang sekali memarahiku seperti tadi."Mah, aku belum budek, masih dengar, jangan teriak seperti itu," ucapku sambil mendekatinya."Kamu yang ambil berkas itu?" tanya mama menyelidik. "Ditanya kenapa malah pergi?"Aku tak menghiraukan pertanyaan darinya, lebih baik aku ambil saja berkas itu dan menyerahkan pada mama lagi. Rasanya hati ini sudah enggan ribut dengannya. Ak
Bab 19POV SalmaMama Desi melangkah dengan semangatnya. Mungkin ia bahagia menunjukkan jati diriku sebenarnya. Lalu setelah ini dengan puas ia membuangku. Pasti itu yang akan ia lakukan."Ini fotonya waktu ibumu masih muda, masih seusia kamu, kisaran segitulah," sahutnya ketus. Aku menatap lirih wajah teduh dalam foto, kenapa seperti tidak asing. Wanita yang berada di dalam foto mirip dengan Tante Maya tadi. Namun, ini waktu masih mudah sekitar sembilan belas tahun lalu."Mah, apa namanya Maya?" tanyaku.Mama menggelengkan kepalanya. Itu artinya mamaku bukan Tante Maya."Namanya Astrid Astuti, dia pembantu rumahku, mereka punya hubungan khusus, itulah kenapa Mama tak memberi warisan padamu, perjanjian kala itu, saat Astrid menitipkan kamu, ada perjanjiannya, mau baca?" Mama menantangku. Rasanya memang sakit jika dikhianati oleh suami sendiri, mungkin ini yang dirasakan oleh Kak Nia terhadap Mas Leo."Mah
Bab 20POV NiaSetelah mendengarkan pengakuan Mama Desi, aku merasa sungkan pada Salma, sebab ini sudah persoalan intens. Jadi, aku putuskan untuk pergi dari rumah ini.Aku pamit padanya dan bergegas keluar dari rumah Mama Desi. Dengan tergesa-gesa aku pun menutup pintu mobil, kemudian segera memakai seat belt."Ayo, Pah, jalan," seruku sambil meletakkan map yang diberikan mertuaku."Bicara apa tadi Salma? Kok sekarang kusut?"Papa melajukan mobilnya, lalu sambil bertanya-tanya apa yang dilakukan Salma setelah dia masuk. Aku pun hanya menggelengkan kepala ketika papa bertanya."Nanti di rumah aku ceritakan ya, Pah. Eh sepertinya tidak perlu, Papa tahu kan yang sebenarnya terjadi? Masa lalunya," ujarku."Ya, bedanya papanya Leo sama selingkuhannya kan sama-sama mencintai, beda dengan Dirga," jawab papa. Aku menghela napas, sambil mengecap bibirku. Tak heran anaknya selingkuh,
Bab 21POV NiaTante Maya menangkap foto yang berada di pencariannya Salma. Matanya tak berkedip ketika melihat ke arah foto tersebut. Namun, aku tak mengerti apa yang ia pikirkan saat melihat pencarian itu."Ini kontak yang berada di sini Salma namanya? Itu adik iparmu, Nia?" tanyanya.Aku mengangguk heran, kenapa ia jadi berkaca-kaca? Kemudian aku mengambilkan tisu untuknya."Maaf, Tante ini tisu, sepertinya mata Tante basah," ucapku pelan, khawatir menyinggungnya."Terima kasih, Nia. Sekali lagi terima kasih," ucapnya semringah, ia seperti kegirangan melihat foto tersebut."Emm, Tante jadi mau bicara denganku?" tanyaku pelan tapi ia menggelengkan kepalanya.Aku pun terheran-heran dengan maksud dan tujuannya ke sini."Nia, maaf, kalau boleh minta tolong, bisakah kamu mengantarkan saya ke rumah Salma, adik iparmu?"Aku mengernyitkan dahi, seraya heran dengan p
Bab 22POV NiaTante Maya dan Iqbal kini duduk dengan serius di hadapanku. Namun, tiba-tiba saja ada yang menghubungiku melalui telepon kantor. Itu artinya ada kerjaan yang harus dikerjakan.Aku pamit dan izin mengangkat telepon, lalu duduk sambil bicara."Halo, Bu Nia, hari ini meeting dengan PT. Aksar Raya ditunda ya, maaf kami ada planning lain, tunda besok ya, Bu." Sekretaris PT. Aksar Raya menjelaskannya dengan detail."Baik, Bu, besok pada jam yang sama ya, Bu. Jangan beda jam," ucapku.Besok tidak ada jadwal meeting, tapi menurut Serli, Pak Iqbal selalu disiplin dalam memilih waktu untuk meeting dengan kliennya.Setelah beberapa menit mengangkat telepon, aku pun duduk kembali. Beruntungnya hari ini tidak ada jadwal apa pun, jadwal dengan PT. Aksar Raya ditunda besok, padahal seharusnya sejam lagi sudah meeting."Pak, hari ini tidak ada meeting ya, PT. Aksar Raya menundanya besok.
Bab 23POV Nia"Suara siapa itu bersin?" Tante Maya curiga. Aku pun menghela napas dalam-dalam. Kemudian berusaha bicara baik-baik padanya."Maaf, Tante. Itu suara office boy di kantor ini," ungkapku. Akhirnya bangkai yang disembunyikan terbongkar juga. Ini karena aku tak biasa berbohong. Jadi, tak pandai menyembunyikannya rapat-rapat.Mas Leo keluar dari kolong meja, ia nongol dan menghampiri Tante Maya yang sudah melipat kedua tangannya di atas dada."Jadi, kamu ada hubungan apa dengan office boy?" tanyanya.Aku menatap wajah Mas Leo, tak mungkin mengelak lagi dan membohongi Tante Maya yang jelas-jelas sudah kepergok olehnya."Tante Maya, ini Mas Leo, kakaknya Salma," ucapku dengan nada pelan.Mas Leo menatapku keheranan, ia bingung dengan ucapanku barusan. Tante Maya pun menggelengkan kepalanya, seraya tak percaya dengan ucapanku.Kemudian, ia menyeretku dan Mas Leo ke r
Bab 24POV Nia"Kamu jangan bicara seperti itu, Salma, Bu Desi telah membesarkan dan mendidik kamu hingga dewasa, Mama tidak suka kamu seperti itu terhadapnya!" sentak Tante Maya mengungkap semuanya. Tiba-tiba bibir Salma kaku, tak mengeluarkan sepatah katapun di hadapan kami semua."Jadi kamu itu Astrid?" ucap Mama Desi yang baru saja muncul. Kulihat wajah Salma masih membeku, ada perasaan antara terharu bahkan tak percaya terpancar di mata Salma. Lalu ia menggelengkan kepalanya."Bu Desi, apa kabarnya, Bu?" Mama Desi melanjutkan langkahnya ke arah Tante Maya. Namun, tubuh Tante Maya malah disergap oleh Salma."Mama ...." ucapnya pelan dengan air mata yang sudah mengalir di pipinya. Salma tampak bahagia sekali memeluk ibunya.Kemudian, Tante Maya melepaskan pelukannya, dan menghampiri Mama Desi."Bu, saya ke sini bukan untuk mengganggu rumah tangga kalian, saya hanya ingin mengucapk