Share

04 - Bencana Satu Malam

JEANNE bangun dengan tubuh terasa remuk. Kepalanya juga terasa pusing sekali, layaknya dia akan ambruk sebentar lagi. Matanya bahkan sampai harus menyipit untuk bisa menyesuaikan pandangan dengan lampu yang menyala terang di ruangan itu.

"Gue pusing banget sumpah," katanya, sembari memegangi kepala dan mengucek matanya agar lekas bisa terbuka lebar dan melihat di mana dia berada sekarang.

Kenapa ruangan itu bisa begitu terang?

Jeanne tidak pernah suka lampu menyala terang saat dia sedang tidur. Jadi jelas saja, sekarang dia tidak mungkin berada di kamarnya sendiri.

Lalu dia ada di mana?

Jeanne kesulitan mengingat-ingat peristiwa kemarin, karena kepalanya benar-benar terasa pusing. Dia menoleh ke samping, tidak ada siapa pun di sana. Hanya seprai tersingkap yang menunjukkan jika semalam ada seseorang yang tidur di sana.

Tidur?

Bak tersadar sempurna, Jeanne mengerjap dengan kedua mata polosnya. Secara refleks perempuan itu menundukkan kepala dan melihat bagaimana keadaannya.

Tubuh polos tanpa busana. Hanya ada seprai yang kini menutupi tubuhnya sampai perut, karena dia sedang duduk. Dan jangan lupakan, bekas-bekas kemerahan yang tertinggal nyaris di semua anggota tubuh bagian atasnya.

"Apa yang udah gue lakuin semalam?" tanyanya, lebih pada dirinya sendiri karena tidak ada siapa pun di ruangan itu saat ini.

"Gue tidur sama orang asing? Lepas perawan ketika gue bakal dilamar sama pacar gue sebentar lagi?" Jeanne menatap horor tubuh bagian atasnya yang penuh bekas kissmark itu.

Jeanne menyentuh bekas kemerahan itu dengan tangannya, lalu dia menangis tanpa suara. Bagaimanapun juga dia seorang wanita biasa. Dia bisa menangis jika ada sesuatu yang telah melukai hatinya.

Terutama jika hal itu berupa penyesalan yang tidak akan bisa dia perbaiki di masa depan. Jeanne terisak pelan dalam sepinya ruangan yang terasa begitu dingin dan mencekam.

Hingga suara gemercik dari sebuah pintu lain di ruangan itu tiba-tiba saja terdengar. Jeanne menoleh ke sana. Dengan cepat dia bergerak dan berusaha untuk bangkit, tapi rasa sakit di antara pahanya nyaris membuatnya menjerit.

Sebenarnya apa yang sudah dia lakukan semalam?!

Apa dia benar-benar sudah lepas perawan, makanya dia bisa merasakan rasa sakit seperti ini?

Namun, harusnya hanya rasa sakit biasa saja, kan?

Kenapa rasanya bisa sampai seperti dia akan mati sebentar lagi?!

Jeanne menggigit bibir bawahnya yang terasa sedikit membengkak. Dia menguatkan diri untuk bisa berdiri tegak. Kemudian dia mulai mengambil seragam kerjanya serta pakaian dalamnya yang berserakan di atas lantai satu per satu.

Astaga! Sepertinya dia benar-benar sudah melakukannya semalam, walaupun Jeanne sama sekali tidak ingat apa-apa!

Jeanne mengenakan kembali pakaiannya dengan susah payah, sebelum dia merangkak menggunakan tembok sebagai penyangga tubuhnya menuju salah satu pintu yang ada di ruangan itu.

Tanpa mengetuknya lebih dulu, Jeanne langsung membuka pintu kamar mandi yang sama sekali tidak dikunci. Dia berharap bisa menemukan siapa pun pria yang sudah menungganginya semalaman dan membuatnya bisa menjadi seperti ini.

Namun nyatanya kamar mandi itu dalam keadaan kosong. Hanya ada wastafel putih dengan kaca besar yang menghiasi dindingnya. Pelakunya masih ada jauh di dalam. Dia sedang membasuh tubuhnya di bawah guyuran shower yang menyala kencang membentur lantai dengan suara keras layaknya sedang berusaha memekakkan telinga siapa pun yang ada di dalamnya.

Jeanne bergerak dengan hati-hati, karena bagaimanapun juga sekarang dia berada di kamar mandi. Saat sampai di balik pemisah shower itu, Jeanne langsung membukanya tanpa permisi. Pemandangan yang ada di depannya langsung menyerang ingatannya dengan brutal dan tanpa ampun hingga membuatnya terjengkang ke belakang.

Jeanne sudah menyiapkan diri jika pantat seksinya harus mencium lantai kamar mandi saat itu, tapi tangan panjang yang terlihat cukup kekar dan kuat itu menggapai tubuhnya sebelum hal itu terjadi. Tangan yang kini menarik Jeanne ke arah tubuh basahnya dan langsung memeluk Jeanne dengan erat.

"Lo udah gila?!"

Bukannya menjawab, Jeanne malah mengumpat dengan penuh geram emosi, "Berengsek!"

Jeanne berhasil mengingatnya kembali. Apa yang terjadi padanya setelah Alan menceritakan banyak hal padanya malam itu. Dia minum dengan berani, Alan hanya mengawasi. Teman-teman kantornya satu per satu kembali dan pamit pergi, karena esoknya mereka masih harus kerja rodi.

Sedangkan Jeanne dan Alan masih di sana. Jeanne minum dengan tidak tahu diri, karena rasa minuman yang begitu nikmat dan sangat menggoda. Alan sudah tidak minum. Dia cukup syok melihat Jeanne bisa minum alkohol hingga sebanyak itu.

"Lo udah biasa minum kayak gini?" tanya Alan saat itu.

Jeanne mengangguk, lalu menggeleng pelan. "Nggak bisa dibilang biasa juga, tapi gue emang sering hangout dan minum-minum di kelab kayak gini sama temen-temen gue. Ntar kalau lo ke Bandung, gue ajakin ke tempat hangout yang seru di sana, deh!" katanya penuh semangat.

Alan hanya geleng-geleng kepala. "Gue minum cuma buat ngilangin stres aja, bukan buat main-main kayak lo gini."

"Dih! Sok jaim!" Sekali lagi Jeanne menghabiskan minuman yang ada di gelasnya.

"Lo nggak mau udahan?" tanya Alan yang diam-diam merasa khawatir pada kesehatan Jeanne.

Apalagi Jeanne itu perempuan. Dia takut terjadi hal yang buruk pada Jeanne, karena dia terlalu banyak minum alkohol seperti ini.

"Kenapa? Lo khawatir, ya?" Jeanne terkekeh, lalu dia mengalami cegukan. Pertanda jika dia sudah mulai mabuk sekarang.

"Iya, gue khawatir. Kalau lo mabuk sekarang, kerjaan lo besok gimana? Kalau lo teler malam ini, gue harus apa?"

"Ya bawa balik lah! Masa lo tega mau ninggalin gue sendirian di sini? Kalau ada yang mau garap gue gimana? Tega banget lo jadi manusia!"

Alan tidak bisa banyak berkomentar lagi setelahnya. Sedang Jeanne melanjutkan minumnya sampai kesadarannya berada di ambang batas kendali.

Alan hanya bisa menghela napasnya pasrah, kemudian membawa pulang Jeanne dengan susah payah. Karena Jeanne sendiri yang minta, maka dia benar-benar membawa Jeanne pulang ke apartemennya.

Namun, saat mereka dalam perjalanan pulang tiba-tiba saja Jeanne mulai menggila. Dia menggoda Alan dengan banyak gaya yang membuat pria mana pun pasti bakal ikut menggila jika diperlakukan seperti itu oleh seorang wanita. Terlebih orang yang melakukannya adalah Jeanne, perempuan cantik dengan tubuhnya yang indah.

Jadi saat mereka sudah sampai apartemennya, Alan pun mulai membalas ciuman Jeanne dan melakukan sesuatu yang tak seharusnya mereka lakukan malam itu.

Jeanne yang terus menggoda dan Alan yang berusaha mengimbangi gerakannya.

Saat itu Alan hanya berpikir kalau Jeanne sudah biasa bahkan sering melakukannya. Dengan mulut setajam itu, dengan pergaulan bebasnya, juga mantan pacarnya yang berengsek. Alan tidak bisa berpikir kalau Jeanne sebenarnya wanita baik-baik biasa.

Dia sama sekali tidak bisa memikirkannya. Dia tidak bisa membayangkannya.

Dan ... dia sedikit menyesali perbuatannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status