"Mbak tunggu ibu," pinta Alif.
"Ibu di belakang. Nggak akan hilang juga. Mbak ngantuk banget, Lip. Lupa kalau besok ada ulangan matematika. Jangan sampai telat. Bisa bahaya. Gurunya galak," alibinya.
Alif menurut saja setelah itu. Tiara enggan mengeluarkan suara lagi. Dia takut semakin dia berpikir negatif makan akan semakin banyak makhluk tak kasat mata yang mengetahui kemampuannya. Tidak, Tiara tak ingin seperti itu.
***
Sepanjang pagi itu Tiara tak bisa tidur. Untunglah dia tak mengantuk di sekolah. Untung pula ulangan yang hanya alibinya itu tak terjadi. Biasanya apa yang diomongkannya dengan asal, bisa terjadi tiba-tiba.
Seperti pagi-pagi biasanya. Sapardi serta Sri akan sibuk sepanjang pagi sebelum kemudian di siang hari menjajakkan dagangan. Sapardi sepenuhnya dapat membantu Sri sejak pabrik tempatnya mengais rezeki tak lagi beroperasi. Pabrik tersebut memilih tak memperpanjang kontraknya di Indonesia. Kota Gresik dipilih perusahaan tersebut untuk membangun usaha baru. Beberapa karyawan memilih tetap bekerja dengan konsekuensi menempuh jarak yang tak dekat. Sisanya memilih mengundurkan diri dengan pesangon yang tak sebesar seharusnya. Sapardi memilih mengundurkan diri. Jika untuk mengikuti pabrik yang pindah ke Gresik, tubuh Sapardi tak lagi kuat.Kembali pada aktifitas sederhana pagi keluarga tersebut. Tiara tak ikut berjualan di pagi hari itu. Dia hendak membersihkan rumah serta memasak, sebelum kemudian membantu Sri menjaga lapak es campur. Mula-mula mencuci baju miliknya serta keluarga. Menyapu. Mengepel rumah. Menghilangkan debu-debu yang menempel pada perabot rumah, sebelum kemu
Tiara menunduk. Menekuri jemari tangannnya yang saling meremas. Kelopak matanya menutupi bola mata cokelat tua yang dia miliki. Dalam diamnya Tiara mencoba mencari cara. Bagaimana dagangan kedua orang tuanya kembali ramai. Jika tidak, Tiara akan mencari penyebab dagangan kedua orangnya sepi pelangan. Tak ada asap, jika tak ada api, bukan? Tak mungkin dagangan kedua orang tuanya sepi sedangkan dagangan hampir seluruh pedagang di sepanjang jalan ini ramai. Terlalu mustahil untuk dinalar dengan akal sehat. Terlalu tidak baik-baik saja jika dibiarkan. Meski sedikit, Tiara berharap dapat membantu. Setidaknya menudarkan rona sedih diwajah kedua orang tuannya dengan kehadiran satu atau dua pembeli. Karena setahu Tiara, pembeli pertama yang jadi "penglaris" dalam kepercayaan jawa akan mendatangkan rezeki yang lain. Tiara ingin meyakini itu. Ya, setidaknya satu dua pembeli harus ada setelah ini."Nduk, kenapa, ya, dagangan Bapak sepi banget?"Tiara terse
Tengah malam, dan Sapardi belum ada kemauan untuk menyudahi kegiatan mencari nafkah untuk menyambung napas keluarganya. Syukurlah hari ini uang lima puluh ribu bisa dibawa pulang. Sedang Sri yang berjualan es campur membawa pulang uang lima puluh ribu juga. Kondisi sekitar sepi. Tinggal beberapa geroba yang pemiliknya telah dulu pulang. Besok hari minggu. Biasanya orang-orang tak membawa pulang atau menitipkan ke ponten gerobak mereka. Khusus hari minggu, mereka boleh berjualan pagi sekali.Kereta terakhir di hari itu baru saja lewat. Sapardi menilik kondisi. Masih adakah kendaraan yang lewat? Barangkali sudah waktunya juga dia pulang. Sri dan anak-anaknya sudah sejak dua jam lalu pamit pulang.Lalu saat Sapardi hendak membereskan dagangan, dia teringat ucapan Tiara. Tentang bungkusan yang berada di bawah tempat duduk. Jauh di dalam tanah. Bungkusan itulah sumber masalah dagangannya sepi pembeli.Sempat ragu untuk mengikuti apa yang dikat
Emansipasi wanita, secuil aksara yang mengoyak abar-abar pewatas. Lihatlah, berapa banyak pekerjaan pria yang digeluti wanita. Agaknya, hampir semua perkerjaan bani Adam, para kaum Hawa berhasil menuntaskannya dengan baik, bahkan lebih sempurna. Bos perusahaan, Security, masinis kereta api sampai tukang aduk semen, wajah legit mereka meramaikan. Sekelumit cerita tentang emansipasi wanita tersebut, tak urung menggedor nurani pelakon hikayat ini Sri. Wanita seperempat abad itu, terggeragap dari kehibukan berleha-leha yang menjadi habit. Alotnya kehidupan serta seretnya ekonomi keluarga, memaksanya berpikir keras mencari jalan keluar. Ribuan ide dipilah dari otak yang hanya tertempa ilmu seadanya. Sri tak tamat sekolah dasar. Namun, tak perlu mahir matematika untuk menghitung uang kembalian. Tak harus fasih aritmatika sosial untuk mengetahui untung dan rugi. Bagi Sri, tangan emasnya ini cukup ahli dalam meramu rasa yang mendatangkan rupiah. Berpayung pana
Tiara menepi, bersama Alif. Adiknya itu menikmati kue tart, sembari sesekali melihat piala lomba cerdas cermat tingkat sekolah dasar se-kabupaten yang dia dapatkan. Kebahagiaannya jelas terlihat. Pun dengan kebahagiaan di wajah Sri. Berbinar. Penuh kepuasan. Betapa bahagiannya dia dapat mendidik kedua buah hatinya, hingga dapat berprestasi dalam bidang akademik maupun non akademik. Sang Ibu itu mengamati dua buah hatinya dari balik pintu dapur rumah. Sedang Sapardi tengah menata masakan Sri ke meja makan."Makanannya siap," ujar Sapardi.Tiara dan Alif menghambur masuk. Bukan makananan spesial, hanya nasi dan ayam crispy. Akan tetapi kesederhanaan itu cukup membuat dua jagoannya merasa senang bukan kepalang. Bukan hanya Alif saja yang suka ayam crispy, Tiara pun begitu. Ayam crispy buatan Sri selalu menjadi favorit keluarga.Mereka duduk melingkar. Di tengah meja itu, kue tart yang baru terambil sedikit di letakkan. Kue tart rasa cokelat. Jika
B a y i B u n g k u s 37K e s u r u p a nPedagang kaki lima di wilayah Sri berjualan yang sebelumnya tak terlalu padat, lambat laun tempat-tempat kosong mulai terisi. Sepanjang jalan kian rapat dengan deretan gerobak berbagai macam jenis menu serta warna. Setiap kali melintasi daerah tersebut, cuping hidung rajin digelitik oleh aroma berbagai jenis masakan yang menggugah selera. Pun makanan di daerah tersebut bervariasi dan tak akan membuat mata serta lidah bosan. Es campur dan Tahu campur. Hanya Sapardi dan Srilah satu-satunya yang menggawangi menu tersebut. Pikir Sri atau pun Sapardi, tak akan mendapat pasar sendiri jika dia menjual menu yang sudah ada di tempat tersebut. Apalagi dipadu dengan kelihaian jari jemari Sri dalam meramu bumbu dan meracik makanan. Meskipun Sri bukan orang Lamon
Tiara suka membaca. Waktu senggang dia habiskan untuk bercengkrama dengan buku-buku. Ketika hanyut dalam cerita dari novel yang dia baca, teriakan kencang mengangetkannya. Bahkan membuat Tiara berjingkat. Detak jantungnya berdebar lebih cepat dari sebelumnya. Sial! Apa yang terjadi? Sri sudah beranjak lebih dulu dari tempat duduknya. Pun dengan semua pembeli Mia. Suara itu berasal dari Diah. Wanita itu menjerit histeris dalam dekapan Mia. Pergelangan tangannya mengepal kuat. Selain berteriak, dia mengeram. Matanya membeliak. Tiara yang ikut dalam kerumunan itu, tak hanya melihat Diah mengaum, berteriak, atau sesekali mencakar-cakar tak jelas. Dia melihat seekor harimau berukuran besar. Harimau kuning. Jenis harimau yang biasa dia lihat di televisi bahkan kebun binatang. Gradasi warna bulunya terang. Wajahnya kejam dan mengancam. Anehnya, tak seperti harimau kebanyakan, mata harimau tersebut berwarna merah menyala. Tiara sempat memekik dan terhuyung mundur. Ditarik-tariknya d
Proses penyembuhan berjalan lambat. Makhluk itu keluar masuk tubuh Diah. Seperti enggan untuk dikuarkan dalam tubuh wanita itu. Diah merintih menahan sakit saat Mbah Karjo meletakkan ujung jari telunjuknya di dahinya. Seolah dia merasakan sakit yang teramat. Mulut Mbah Karjo terus berkomat-kamit. Beberapa orang yang masih ditempat itu, termasuk Tiara, diminta membantu lewat doa. Doa apa saja yang bisa terbaca. Diah telentang. Peluhnya mengucur deras. Dilihat dari penampilan fisiknya---rambut acak-acakan, baju naik semua, sampai Mia harus menyelimutinya dengan selimu--- terlihat kalau dia sudah sangat kelelahan.Tiara mengamati wajah Diah. Bukan wajah wanita itu yang dia lihat. Wajah harimau ganas yang memandang ke arah Tiara dan Mbak Karjo bergantian. Seperti makhluk itu tahu jika Tiara dapat melihat wujudnya. Andai Tiara bisa membantu menyembuhkan Diah pasti kini dia sudah membantu Mbah Karjo. Sayangnya, Tiara tak tahu caranya. Kemampuan yang bersarang di tubuhny