Share

4. Before: Sinner - Shh And Kiss

“시간이 멈춰 이대로

해가 안 졌음 해”

“Waktu berhenti, begitu saja.

Saya berharap matahari tidak terbenam.”

-Orange lyrics 🎶-

[TREASURE]

🍑🍑🍑

Seketika tubuh Crystal menegang ketika merasakan sesuatu yang melingkar di perutnya secara tiba-tiba. Ia bahkan menahan napasnya selama beberapa detik ketika hidungnya mencium aroma yang sangat ia hafal. Aroma parfum milik kakaknya, Austin.

“Kau di sini,” gumam Austin meletakkan dagunya di atas bahu telanjang Crystal.

Crystal hanya diam, enggan menjawab pertanyaan Austin karena tidak dijawab pun seharusnya sudah tahu. “Lukisan yang sangat indah, baby,” Austin berdecak memuji lukisan Crystal yang telah selesai.

Austin beralih mengecup pelipis Crystal, membuat gadis itu menggerakkan kepalanya untuk menjauh dari jangkauan Austin. “Pergilah,” usir Crystal dengan ketus membuat Austin menegapkan tubuhnya lalu memasukkan kedua tangannya ke dalam celana.

Tanpa memperdulikan Austin, Crystal membereskan alat-alat melukisnya termasuk memasukkan papan lukisannya ke dalam rumah pohon, mengambil keranjang buahnya yang menyisakan beberapa biji stroberi dan blueberry, ia berniat akan pergi. Tapi, cekalan Austin pada pergelangan tangan Crystal membuat langkahnya terhenti. Ia membelakangi Austin, pria itu masih menggenggam pergelangan tangannya.

Langkah kakinya berjalan mundur ketika Austin menarik pergelangan tangannya, lalu pria itu meraih bahu Crystal dan membaliknya hingga mereka berdiri berhadapan dengan manik mata yang saling terikat. Crystal menampilkan wajah datarnya, berbeda dengan Austin yang tersenyum hangat.

Crystal mendengus, menggerakkan bahunya agar tangan Austin menyingkir tetapi diabaikan pria itu. “Menyingkirlah,” kata Crystal karena posisinya yang dihadang oleh Austin.

Austin menggeleng, “Tidak bisakah kau memberiku waktu. Sekedar berbincang?”

“Dan haruskah sekali aku memberimu waktu? Untuk kita berbincang? Sepertinya tidak.”

Austin menghembuskan napasnya kasar, “Crys....”

What?” tanyanya menaikkan sebelah alisnya.

Come back to me,” kata Austin meminta.

“Dan aku akan menjawab dengan tegas. I can't.” Tegas Crystal, “Kau terlalu mudah mengatakan itu tanpa memperdulikan perasaan tunanganmu.”

“Tidak bisakah kita menjalin hubungan kembali sampai aku menemukan jalan keluar?”

“Kita belum pernah ada ditahap menjalin hubungan, Kak,” ralat Crystal.

“Ya, kau benar. Kita hanya bersenang-senang tapi tidak meresmikannya karena kau yang menolak,” protes Austin membuat Crystal terdiam. “Please.”

“Jangan pernah memohon karena jawabanku akan sama. Tidak akan pernah ada kita.”

“Jika berhubungan tanpa status, apa kau masih menolaknya?”

Crystal mengangguk. “Ya, karena kau sudah memiliki tunangan,” katanya mengingatkan dan menekan kata terakhir.

“Baiklah jika karena Lauren. Aku akan memutuskan tunangan dengannya.”

Sontak kalimat Austin membuat Crystal mendelik tajam, menatap manik mata Austin dengan pandangan tak terbaca. “Sampai kau melakukan itu, kau tidak akan pernah bisa menemuiku lagi,” ancamnya.

It's okay. Setidaknya itu lebih baik. Aku tidak bertunangan lagi dengan Lauren. Dan kita tidak akan pernah bertemu lagi.”

“Kak! Sejak kapan kau menjadi pria brengsek seperti ini!” sentak Crystal dengan bibir bergetar. Wajah gadis itu menahan emosi, dadanya terlihat naik turun.

“Sejak kau mencuri perhatianku,” balas Austin dengan pandangan menatap Crystal dalam.

Crystal terdiam, memejamkan mata hingga air matanya merembas keluar. “Kak, please. Bisakah kau bersikap dewasa?” katanya memohon, menatap Austin penuh harap.

Tanpa membalas kalimat Crystal, Austin segera menempelkan bibirnya dengan bibir Crystal, menyatukannya. Terus melumat dengan penuh kelembutan membuat Crystal yang terkejut menjatuhkan keranjang buahnya. Kedua tangannya sontak meraih kemeja putih Austin, meremasnya–membuat kemeja pria itu kotor karena terkena cat air yang menghiasi seluruh telapak tangan Crystal.

Crystal refleks memejamkan matanya, tanpa disadari ia melenguh. Sedangkan Austin tetap melanjutkan aksinya pada bibir merah ranum milik Crystal yang sudah menjadi candunya. Austin menarik kepala Crystal semakin mendekat untuk memerdalam lumatan mereka. Gadis itu pun bahkan terlihat tidak memberontak, membiarkan Austin berbuat sesukanya. Hingga bibir Austin turun ke leher, memberikan kecupan-kecupan singkat dan hangat di sana. Meninggalkan jejak memerah yang terlihat seksi di leher jenjang Crystal.

Tanpa disadari, Crystal menggigit bibirnya menahan suatu gejolak yang ada di dalam dadanya. Baiklah, untuk sekarang dirinya kalah dan membiarkan Austin menang hanya dengan sebuah rayuan singkat yang berakhir dengan lumatan karena pria itu yang memulainya.

Austin beralih menyatukan bibir mereka kembali, lalu kedua tangannya mengangkat pantat Crystal untuk meletakkannya di atas meja. Ciuman semakin dalam, Crystal meremas rambut Austin. Hingga Crystal mendesah, dan memberi kode untuk mengakhiri ciuman mereka karena napasnya semakin menipis. Austin melepaskannya.

Crystal meletakkan kedua tangannya psda bahu Austin, kepalanya menunduk dengan napas yang tidak beraturan. Sedangkan Austin yang melihat hanya tersenyum miring penuh kemenangan. Perlahan, Crystal mengangkat kepalanya membuat manik mata mereka bertemu. Dalam hati, Austin terkikik geli menyadari bibir Crystal yang membengkak dan lehernya yang dihiasi dengan sebuah maha karyanya.

Tangannya terangkat, untuk mengusap bibir Crystal yang terlihat mengkilap. “Aku anggap ini sebagai jawabannya jika kau menerimaku kembali untuk memberikan kesempatan.”

“Jawabannya tetap sama. Tidak akan pernah,” ketus Crystal yang berniat untuk turun dari meja.

Austin menggeleng tegas, dan menahan paha Crystal. “Tidak bisa. Sekeras apapun kau berusaha, kau tidak akan bisa lagi untuk menghindariku, Crys.”

“Cukup sudah aku membiarkanmu selalu bermain petak umpet padaku selama dua tahun.” Lanjut Austin membuat Crystal memejamkan matanya.

Oh, apakah semua yang sudah dibangunnya akan dengan mudah diruntuhkan kembali dengan orang yang sama? Batin Crystal berteriak.

“Kau! Aku sungguh membencimu!” ketus Crystal mengacungkan jari telunjuknya tepat di hadapan Austin.

Austin meraih jari telunjuk Crystal dan membawa ke bibirnya untuk dikecup. Ia mengedipkan sebelah matanya, “Dan aku selalu menyukaimu.”

“Berusahalah dengan bersungguh-sungguh, karena aku akan tetap pada pendirianku,” ketus Crystal. “Menyingkir, aku ingin turun!”

Mengabaikan kalimat Crystal, Austin memilih untuk memeluk tubuh gadis itu membuat detak jantung Crystal sontak berdegup dengan begitu kencang. “Lepaskan,” gumam Crystal membuat Austin yang berada di bahu gadis itu menggelengkan kepalanya.

“Tidak mau,” balas Austin. “Biarkanlah seperti ini,” lanjutnya dengan manja membuat Crystal mendengus kesal.

“Aku baru menyadari jika tubuhmu ternyata sangat-sangat ramping.”

“Ke mana saja kau selama ini!” protes Crystal.

Austin terkekeh. “Ku pikir berisi, ternyata hanya di bagian tertentu saja, sisanya ramping,” katanya dengan vulgar membuat Crystal mendelik.

“Ish, menyebalkan!”

Entah kenapa layaknya air yang mengalir begitu tenang tanpa hambatan, angin berhembus begitu tenang, suara kicauan burung-burung yang terbang di atas langit orange. Keduanya sama-sama menikmati momen saat ini yang sedang terjadi. Austin pun dengan cepat bisa mengikis jarak di antara mereka. Membuat Crystal yang tadinya bersikap ketus padanya, berubah menjadi hangat. Bahkan senyum lebarnya terlihat lagi setelah entah berapa lamanya Austin tidak melihatnya lagi.

Dalam artian, ketika Crystal tertawa bukan karenanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status