Share

3. Before: Sinner - Orange Sky

"Lalu, apakah harus tetap pada pendirian untuk pergi meninggalkan atau menuruti kata hati untuk tetap bertahan meskipun hati akan terluka, kembali?"

-Sinner-

🍑🍑🍑

"Grandpa! Come here!" seru Crystal dari kejauhan. Saat ini, Crystal sedang berada di kebun. Sudah satu minggu sejak kejadian malam itu, besoknya Crystal meminta ijin pada Izzy dan Xander untuk pergi ke rumah Hans, sekedar menenangkan diri dan mungkin menginap di sini entah sampai berapa lama.

Hans, pria yang sudah semakin menua tetapi masih terlihat bugar dan sehat itu melangkahkan kaki menyusul cucunya itu. Dengan senyuman yang tidak pernah pudar, Hans menatap cucunya itu dengan pandangan tak terbaca. Ah, gadis kecil itu sudah tumbuh menjadi dewasa. Rasa yang dimiliki untuk Austin sangatlah murni dari hatinya yang paling dalam.

Ya, Hans mengetahuinya. Bagaimana cara Crystal menatap Austin, lalu lukisan siluet Austin yang dilukis Crystal. Dan berakhir dengan pengakuan Crystal dua tahun yang lalu, tepat ketika Austin memutuskan untuk bertunangan dengan kekasihnya, Lauren.

Hans hanya bisa berdoa, Austin bisa membuat keputusan yang tepat. Berada di jalur yang benar. Dan tidak akan menyesali semua keputusannya nanti yang akan diambilnya. Karena Hans juga tahu, Austin juga memiliki rasa pada Crystal, adiknya sendiri. Terlihat bagaimana cara Austin memperlakukan Crystal, bagaimana cucu laki-lakinya itu menahan semua gejolak di dalam hatinya untuk tidak meledak begitu saja.

"Ada apa, sayang?" tanya Hans begitu sampai di depan Crystal.

Crystal tersenyum lebar, "Lihat! Aku sudah mengumpulkan banyak stroberi. Apakah aku boleh memakannya?"

Hans terkekeh, "Kenapa bertanya? Bukankah kau selalu memakan semua buah yang ada di sini ketika musimnya tiba, dan menghabiskannya?"

Crystal menyengir, hingga deretan giginya yang rapi terlihat. "Oh grandpa, aku hanya berbasa-basi."

"Setelah ini aku akan membawanya ke rumah pohon," lanjutnya memperlihatkan keranjang yang penuh dengan stroberi.

Selain stroberi, Crystal juga berburu buah blueberry di kebun milik Hans yang sangat luas ini. Ketika musim dari berbagai buh yang ada di kebun tiba, Crystal akan selalu kemari dan mengambilnya. Terkadang juga bersama saudaranya yang lain. Tetapi, Crystal lah yang sering kemari.

Tidak hanya untuk sendiri, Hans juga menyuruh para tetangganya mengambil buah-buahannya secara gratis. Karena begitu banyak buah, hingga terkadang sudah terlalu cukup untuk keluarga sendiri. Dan Hans memutuskan untuk memberikannya pada para tetangga. Jika bertanya, kenapa tidak dijual saja. Hans tidak mau. Lagipula ia sudah memiliki banyak uang yang tidak terhitung jumlahnya. Jadi, untuk apa dijual? Lebih baik dikonsumsi sendiri dan membagikannya kepada yang ingin tanpa meminta sepeser pun uang. "Grandpa, kenapa para tetangga belum datang juga? Biasanya mereka selalu bersemangat jika berkebun untuk memanen buah?" tanya Crystal menaikkan sebelah alisnya.

Hans mengedikkan bahunya ringan, "Grandpa juga tidak tahu. Padahal grandpa juga sudah memberitahukannya kepada mereka."

"Hmm, tumben sekali," gumam Crystal. "Grandpa aku sudah selesai. Aku akan pergi ke rumah pohon," lanjutnya menunjukkan keranjang yang dibawanya sudah penuh dengan stroberi dan blueberry.

Hans mengangguk, "Pergilah. Grandpa juga sudah menyiapkan kebutuhan untuk melukismu di sana, menggantinya dengan yang baru."

"Really? Ah, thanks you so much, grandpaaa. Aku mencintaimu!" serunya memeluk Hans erat dengan senyum lebarnya.

Hans tahu, Crystal akan menghabiskan waktunya dengan melukis di rumah pohon. Itulah kebiasaan Crystal sejak kecil. Rumah pohon, dan melukis. Sama persis dengan Izzy. Ah, Hans jadi salut pada putri semata wayangnya jika ia benar-benar merawar Crystal dengan penuh kasih sayang hingga kepribadiannya saja hampir mirip dengan Izzy.

"Apa grandpa tidak mau ikut?" tanya Crystal yang sudah jauh, dan dibalas Hans dengan sebuah gelengan jika pria paruh baya itu menolak.

Rumah pohon yang sudah menjadi rumah kedua bagi Crystal. Selain nyaman, ia juga sangat menyukai pemandangan yang disuguhkan secara langsung. Di hadapannya, secara nyata terlihat kebun milik Hans yang membentang dengan luas, ada berbagai macam bunga terutama tulip yang berwarna-warni, lalu kebun buah seperti stroberi, blueberry, semangka, rasberry, peach, apel dan masih banyak lagi.

Jika kalian bertanya seberapa luas kebun beserta mansion milik Hans, pasti akan terkejut. Karena memang benar-benar sangat luas. Hans saja membutuhkan lebih dari dua puluh orang untuk merawat kebunnya. Belum mansion, dan halaman sekitar mansion, lalu kolam renang yang juga ada.

Crystal meletakkan keranjang buahnya, melepas topi anyamannya, lalu mulai menata kursi beserta papan lukisnya dan menghadap ke arah hamparan kebun. "Siap!" serunya tersenyum lebar, tapi sedetik kemudian ia sedikit menarik meja kecil yang berada di pojok kiri untuk meletakkan keranjang buahnya.

Tangannya mulai bergerak lincah di atas kanvas. Entah Crystal akan melukis apa ia belum tahu. Ia hanya menuruti kata hatinya, mengikuti gerak tangannya yang ke sana-kemari. Menggerakkan kuasnya untuk mengambil setiap warna yang berada di plate yang berada di pangkuannya secara acak. Sesekali, tangan kirinya mengambil buah di dalam keranjang dan memasukkannya ke dalam mulut.

Bahkan angin yang berhembus begitu menenangkan, menyapu wajah Crystal dan surainya yang berwarna coklat keemasan membuat hatinya menghangat begitu saja, dan memejamkan matanya untuk menikmati setiap sentuhan angin yang mengenai kulitnya.

Hingga matahari sebentar lagi akan terbenam, barulah saat itu Crystal selesai dengan lukisannya. Ia menatap dengan puas pada papan kanvas di hadapannya. Sebuah lukisan dengan warna abstrak, warna-warna cerah yang soft dituangkan menjadi satu hingga membentuk menjadi sebuah maha karya yang begitu indah. Mengikuti suasana hatinya yang sedang baik dan bahagia, kali ini lukisannya pun tidak mengandung makna kesedihan seperti yang biasa ia buat.

Ah, terlalu banyak kesedihan sehingga ia mengalihkannya dengan melukis. Dan sekarang suasana hatinya sedang bahagia, ia tidak bisa melewatkannya begitu saja.

Di sisi lain, Austin turun dari mobilnya dan kedatangnnya disambut hangat oleh Hans. Pria paruh baya itu tersenyum lebar, merentangkan tangannya memberi kode sebuah pelukan dan dibalas dengan cepat oleh Austin.

“Bagaimana kabarmu, grandpa?” tanya Austin setelah pelukan mereka terlepas.

“Seperti yang kau lihat, grandpa masih sangat sehat.” Hans tersenyum lebar, “Seperti biasa Crystal ada di rumah pohon jika kau mencarinya.”

Kalimat Hans membuat Austin menaikkan sebelah alisnya. Hans menepuk bahu Austin. “Berdamailah dengannya. Mommymu sudah menceritakan semuanya pada grandpa,” balas Hans dengan cepat membuat Austin mengangguk mengerti.

Dalam hati Hans tersenyum geli, begitu Austin berkata padanya akan kemari, ia memutuskan menunda untuk mengatakan kepada para tetangganya perihal memanen buah di kebun. Tentu saja ia paham bahwa Austin sangat membutuhkan ruang privasi berdua dengan Crystal. Ah, bukankah Hans adalah kakek yang sangat pengertian? Tentu saja iya. Bagaimanapun juga, Hans pernah muda. Dan ia sangat paham dengan apa yang sedang terjadi di antara keduanya.

Setelah berpamitan pada Hans untuk menyusul Crystal, Austin segera melangkahkan kakinya menuju rumah pohon. Dari kejauhan, ia dapat melihat papan kanvas Crystal, dan itu berarti gadis itu ada di baliknya dan sedang melukis.

Berjalan pelan penuh kehati-hatian tanpa menimbulkan suara. Ah, ini waktu yang tepat memang. Memberi kejutan gadis kecilnya ketika langit sudah berubah menjadi orange. Bukankah itu sangat cantik dan indah? Tanya Austin dalam hati.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
thxyousomatcha
*thank you so much
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status