Share

BAB 7

Author: Imelda Sahara
last update Last Updated: 2023-05-26 15:47:13

"Kok aku jadi merinding begini ya?" Tiba-tiba saja aku merasa takut. Dan bulu roma ku pun berdiri.

Suasana yang semula dingin kini terasa panas.

Aku pun mengurungkan niatku untuk menggali galian itu. Aku kembali berdiri.

Aku merasa ada sesuatu yang sedang memperhatikan ku. Aku melihat ada bayangan putih lewat. di hadapanku. Dan kini ia berada tepat di belakang ku. "Siapa sih yang sedang berdiri di belakangku ini?" gumamku.

Saat ini aku benar-benar ketakutan. Rasanya aku ingin sekali berteriak minta tolong tapi aku khawatir terdengar oleh ibu. Bisa-bisa nanti ibu histeris dan cemas terhadap ku.

Dengan mengumpulkan segala keberanianku akhirnya aku pun memberanikan diri untuk mencari tahu sosok apa yang ada di belakang ku ini.

Perlahan aku memutarkan tubuhku ke arah belakang dan saat berputar sempurna aku malah tidak melihat apapun di belakang ku lagi selain batang pisang yang berdaun rimbun di sana.

"Hei... Siapa di sana? Jangan bersembunyi! Ayuk cepat keluar! Tunjukkan wujudmu!" Aku memberanikan diri untuk meneriaki sosok tersebut.

Namun tak kunjung ada jua yang keluar. Aku sangat penasaran dengan apa yang menghampiri ku itu.

"Sepertinya aku harus mencari sosok tersebut. Apakah dia bersembunyi dibalik pohon pisang itu?" Aku curiga dengan tumpukan pohon pisang yang itu.

Sebelumnya aku belum pernah ke belakang pohon pisang yang berjarak sekitar sepuluh meter dariku itu karena dilarang oleh ayah dan ibu.

"Sebaiknya aku ke sana deh! Lagian aku penasaran sama apa yang ada di balik pohon pisang itu."

Aku memutuskan untuk mendekati pohon pisang tersebut. Aku berjalan mengendap-endap sembari melirik ke sekitarku. Rasa takut ku memang masih terasa. Meskipun hari masih siang tapi entah mengapa aku merinding berada di sekitar pohon pisang ini.

Saat langkah ku hampir sampai di dekat pohon pisang yang rindang itu tiba-tiba saja aku mendengar germercik dan riuhnya daun pisang yang sudah mati karena hembusan angin. Bunyi itu semakin membuat suasana terasa semakin seram.

"Kenapa anginnya kencang begini ya?" gumamku dengan menoleh ke belakang.

Namun aku tetap melanjutkan perjalanan ku. Dan akhirnya tibalah aku di dekat pohon pisang yang aku curigai itu.

"Kira-kira benar kah sosok yang aku lihat itu ada di balik pohon pisang ini?" gumamku yang bertanya sendiri pada diriku.

Aku mencoba mengintip secara perlahan. Dan apa yang ku lihat di sana yaitu kuburan yang berjejer rapi tapi seperti sudah tidak terawat.

"Astaga... Kenapa banyak kuburan sih di sini?Apakah sosok yang tadi ku lihat adalah penunggu tempat ini? Kok bisa dia menggangguku siang-siang begini?" Bulu tangan ku pun ikut berdiri karena melihat banyaknya kuburan di sana.

Aku kembali teringat bahwa saat ini jam menunjukkan pukul 12.00 siang. Yang mana jam segini adalah jam yang rawan dimana mahkluk kasat mata banyak berkeliaran. Sama halnya dengan di waktu senja.

"Ya Ampun... Aku baru ingat kalau sekarang masih jam dua belas. Pantas aku diganggu oleh mereka!" gumamku sembari mulai menjauh dari tempat itu.

Langkah kakiku kembali tertuju pada galian yang hendak ku gali itu. Aku berencana ingin menggalinya kembali. "Aku kan sudah sampai ke sini tadi aku harus bisa mencari tahu benda apa yang disimpan sosok misterius itu didalam galian ini!"

Aku berencana menggalinya kembali. Aku sudah kembali memegang ranting pohon yang runcing tersebut. Dan saat hendak menancapnya ke tanah tiba-tiba saja terdengar suara orang memanggil-manggil namaku.

"Nisa? Nisa kamu dimana?"

Lagi dan lagi aku kembali merinding. Kali ini aku sudah tak ingin melanjutkan untuk menggalinya lagi.

"Nisa?" Terdengar kembali suara seorang perempuan sedang memanggil namaku.

Aku mencoba mendengarnya secara seksama.

Suaranya semakin jelas terdengar. "Siapa sih yang manggil-manggil? Kok tempat ini angker banget!" Aku pun bergegas berlari meninggalkan tempat itu.

Aku terus berlari namun tak kunjung jua sampai padahal rumahku itu sangat dekat dari pohon pisang itu.

Aku sudah ngos-ngosan dan napasku sudah tersengal-sengal namun aku hanya berlari di tempat itu saja, padahal aku merasa sudah mengitari pohon pisang tersebut namun aku tetap kembali ke tempat itu lagi.

Aku berhenti sejenak. Aku mengatur napas kembali. Bibirku begitu pucat bahkan jika di iris dengan pisau mungkin sudah tidak lagi berdarah dan kaki ku terasa berat hingga tak bisa dilangkahkan lagi.

"Kenapa kaki ku gak bisa dilangkahkan lagi?" gumamku semakin cemas.

Bunyi gemericik dedaunan pun semakin keras hingga membuat ku semakin tegang.

Di saat kaki ku tak bisa dilangkahkan lagi tiba-tiba saja suara-suara yang tadi memanggil namaku kembali terdengar.

"Nisa? Nisa cepat ke sini!" Suaranya memintaku untuk menghampiri sosok yang memanggil ku itu.

"Siapa kamu?" pekik ku berusaha memberanikan diri. Tak dipungkiri kaki ku semakin gemetaran mendengar suara tersebut.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bekal Santet Dari Bibiku    BAB 23

    "Ayah?" lirihku pada ayah dengan suara gemetaran. "Siapa disana? Sebaiknya kalian keluar sekarang! Jangan sampai aku yang ke sana menghampiri kalian!" Ucap kakek tua itu dengan suara lantang. Sepertinya kakek itu tahu bahwa aku dan ayah yang sedang mengintip mereka. Mendengar ucapan yang keluar dari mulut kakek tersebut membuat kedua bola mataku dan juga ayah membulat sempurna. Kedua kakiku serta bibirku ikut gemetaran. "Ayah?" lirihku dengan rasa yang semakin cemas. "Yah, bagaimana ini? Aku gak mau kalau kita ditahan lagi olehnya," imbuhku meminta pendapat ayah. "Lebih baik kita pergi dari sini!" Ayah menarik tangan kananku dan hendak membawaku lari menjauh dari tempat itu. Namun saat ayah membalikkan badan tiba-tiba saja tubuh ayah kembali lemah hingga ayah tersungkur ke atas dedaunan yang berserakan. "Ayah?" pekikku. "Ayah bangun!" ucapku kembali sembari mengulik-ulik tubuh ayah yang lemas. Ayah tak kunjung jua terbangun. Suara langkah kaki semakin terdengar mendeka

  • Bekal Santet Dari Bibiku    BAB 22

    Seminggu sudah berlalu, namun ayah tak kunjung jua sadarkan diri. "Ayah bangun! Ayok pulang yah! Kasihan ibu sama Geri di rumah gak ada yang menemani," gumamku sembari memeluk tubuh ayah yang terbaring lemah di atas sebuah tikar yang lusuh milik kakek tua yang sudah membuat ayahku seperti ini. Setiap hari, aku selalu menunggu kabar ayah berharap agar ayah cepat sadarkan diri. Setiap menit aku raba denyut nadi ayah. Aku khawatir jika ayah kenapa-kenapa. Sebenarnya aku ingin sekali pulang untuk menemui ibu dan adik tapi aku tidak tega meninggalkan ayah sendirian di tengah hutan ini. "Bagaimana caranya aku bisa membawa ayah keluar dari hutan ini?" Aku berencana akan membawa ayah keluar dari hutan itu dengan cara apa pun karena aku sangat mengkhawatirkan keadaan ibu dan Geri. kedua bola mataku merayap ke segala sudut ruangan. Dan aku melihat ada sebuah benda yang dihinggapi sarang laba-laba, ternyata sebuah gerobak bekas yang sudah tersandar di sudut gubuk tua itu. "Itu sepertinya sebu

  • Bekal Santet Dari Bibiku    BAB 21

    "Lepaskan anakku!" Lengkingan suara seorang laki-laki menggelegar meneriaki kakek tua genit itu. Di kala suasana makin mencekam dan perasaanku bercampur aduk tiba-tiba terdengar suara seorang laki-laki yang membuat kakek tua itu menghentikan aksinya. Suara itu tidak asing di telingaku. Suara seorang laki-laki yang biasa ku panggil dengan sebutan ayah. "Ayah?" Dengan tatapan penuh harap aku melihat cahaya dari sebuah senter sebagai penerangan oleh ayah. Cahaya itu bersinar dari balik pohon yang begitu rimbun. Sekali lagi ayah meneriaki kakek tua yang masih melingkarkan jari tangannya di pergelangan tanganku."Aku bilang lepaskan anakku!" Ayah benar-benar sudah geram pada kakek tua itu. "Kurang ajar! Siapa kau?" tanya kakek itu tanpa melepaskan pegangannya dari pergelangan tanganku. "Aku ayahnya Nisa. Sebaiknya kamu lepaskan anakku sekarang sebelum parang ini melayang ke arahmu," ancam ayah dengan mata merah sepertinya ayah benar-benar sedang marah pada kakek genit itu bahkan sepe

  • Bekal Santet Dari Bibiku    BAB 20

    Sudah lebih dari lima menit aku berlari-lari mengitari hutan yang dipenuhi semak belukar ini. Rasanya aku sudah berlari cukup jauh dari posisi kakek tua yang baru saja aku dorong itu. "Sepertinya kakek tua itu sudah tidak akan menemukan aku lagi," gumamku dengan wajah sedikit sumringah. "Tapi kenapa aku tidak menemukan jalan keluar?" batinku berkata dengan perasaan sedikit cemas. Aku belum melihat celah-celah cahaya yang akan mengantarkan aku keluar dari sunyinya hutan ini. Suara siulan burung hingga sahutan burung kadang masih terdengar di telinga. Bahkan sesekali suara rauangan binatang buaspun terdengar jelas olehku. Tentu saja hal itu membuat jantungku berdebar semakin kencang dan badanku pun seketika menggigil ketakukan. "Ya Tuhan... Suara apa itu?" Kedua bola mataku tertuju pada bayangan pohon yang nampak bergoyang di tengah hutan belantara itu.Dalam kesunyian dan ketakukan aku memutuskan untuk menghentikan langkah kakiku sejenak. Sesaat kemudian aku merasa ada hal yang jangg

  • Bekal Santet Dari Bibiku    BAB 19

    Di sepanjang jalan bulu roma ku merinding. Meskipun hari masih siang dan cahaya matahari masih menyingsing tapi rasa seram jalan yang ku lewati saat ini terasa. Sesekali kedua bola mataku melirik ke kiri dan ke kanan. Untungnya aku hanya melihat pepohonan yang sedang melambai-lambaikan dedaunannya. Semakin jauh ke dalam hutan Bibi pun semakin mempercepat langkah kakinya. "Kenapa Bibi tergesa-gesa begitu?" gumamku sembari berlari agar tidak ketinggalan oleh Bibi. Dan setelah jauh berjalan menyusuri semak belukar tersebut, tiba-tiba Bibi mampir di sebuah gubuk yang terlihat reot di tengah hutan itu. "Kok Bibi singgah di gubuk itu sih?"Aku pun memperhatikan sekeliling dan tidak terlihat orang lain ataupun gubuk lainnya di sana. Aku terus memperhatikan gerak-gerik Bibi dari balik pohon yang memiliki batang cukup besar yang jaraknya tidak terlalu jauh dari gubuk reot itu. Kini Bibi berdiri di ambang pintu. Sebelum melangkah masuk, kedua bola mata Bibi nampak celangak-celinguk meliha

  • Bekal Santet Dari Bibiku    BAB 18

    Semakin lama aku mendengar cerita ibuk-ibuk itu semakin menakutkan saja dan suasana pun semakin menegangkan. Dan yang lebih mengejutkan dari cerita mereka itu aku mendengar kejadian seperti ini bukanlah kejadian yang pertama kali tapi kejadian yang ke sembilan puluh sembilan kalinya nya. Sontak saja bulu romaku merinding dan teringat dengan kejadian yang terjadi ditengah malam tadi. "Buk-Ibuk kalian benar-benar harus menjaga anak kalian dengan ketat karena bisa jadi anak kalian akan jadi korban selanjutnya. Aku bukan ingin menakut-nakuti kalian tapi aku pernah mendengar cerita dari orang-orang bahwa anak-anak yang meninggal itu berhubungan dengan tumbal yang dilakukan oleh seseorang demi menyempurnakan ilmu hitam yang sedang ia tuntut. Dan para pencari tumbal ini akan terus mencari anak kecil yang sehat dan bugar hingga mencapai seratus orang sesuai dengan target tumbal yang mereka inginkan," jelas seorang ibuk paruh baya yang cukup berperan di kampung tersebut. Seketika semua pasan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status