Tetanggaku Kesakitan Tiap Malam

Tetanggaku Kesakitan Tiap Malam

By:  Rahma La  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
4 ratings
44Chapters
13.5Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Terdengar teriakan kesakitan tiap malam. Asalnya dari tetanggaku. Tidak pernah berhenti, membuatku penasaran. Sementara tetangga lain seolah tidak peduli. Ada apakah dengan tetanggaku? ***

View More
Tetanggaku Kesakitan Tiap Malam Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Ratna Purnama Dewi
keren banget
2023-03-20 15:38:26
0
user avatar
Ita Terebina
bgus cerita nya, sukaaaa banget
2022-12-03 23:16:05
0
user avatar
Bunda Upik
lanjut donk Thor, update
2022-01-24 22:32:03
2
user avatar
Saralee
Lanjut kak. Aku penasaran. Terus semangat nulisnya. Jaga kesehatan ^_^
2022-01-07 07:14:26
4
44 Chapters
Ketukan Tengah Malam
"Aduh, sakit, Pa! Sakit!" Teriakan itu kencang sekali. Aku meringis sendiri setiap kali mendengarkannya. Aduh, rasanya tidak sanggup mendnegar teriakan itu.  "Sakit, Pa! Udah, Pa! Ampun, sakit!" Teriakan itu terdengar kembali, aku mengambil bantal, menutupi telingaku dengan bantal, astaga aku terganggu sekali.  Aku memperbaiki posisi tidur beberapa kali, suara itu tetap saja terdengar menyeramkan dan menyakitkan. Aduh, bagamana cara agar aku tidak bisa mendengarkan teriakan itu kembali? Setiap mendengarkannya, aku malah merasa semakin kasian dengan orang yang berteriak. Aku menghela napas beberapa kali. Ini benar-benar mengganggu ku.  "Sakit, Pa! Udah, Pa! Ampun!" Teriakan iyu kembali terdengar. Ini tidak bisa dibiarkan. Aku beranjak. Menghela napas beberapa kali, tidak bisa tertidur akibat suara itu. Kalau tidak ada suara itu, mungkin aku tidak akan merasa terganggu seperti sekarang. Suaranya benar-benar memekakkan telinga. 
Read more
Ziva Meninggal?
"Tutup pintunya cepetan, Nay!" Dengan tangan gemetar, aku menutup pintu rumah. Jantungku berdetak kencang sekali.  "Kenapa kamu buka pintu rumah? Jangan macam-macam lagi, ah." Aku menelan ludah, yang aku peluk tadi— Astaga, sulit dicerna oleh nalar manusia. Aku tadi melihat anak kecil dengan darah di wajahnya yang hancur.  "Jangan dibayangin lagi. Tidur, besok kesiangan." Aku merasa, ada yang aneh dengan keluarga Zifa. Bukan hanya hubungan anak tiri dengan papanya yang jahat itu. Ah, aku harus mencari tahu. Membela hak Zifa. *** "Zifa abis dari mana?" tanyaku sambil menyapu halaman rumah. Zifa lewat depan rumahku.  Wajahnya tampak pucat, mungkin karena Papanya tadi malam.  Zifa berhenti sebentar. Dia menoleh ke aku. &
Read more
Luka itu Tidak Ada di Tubuh Ziva
Sebelum baca, yang belum Subscribe/Berlangganan, disubscribe/Berlangganan dulu, yaa. *** "Aku gak kerja hari ini. Bantu-bantu di sana aja." "Serius, Mas? Kamu gak bohong, kan? Gak mungkin Zifa meninggal. Jelas-jelas tadi dia bicara sama aku." Uhuk! Mas Fahri yang sedang minum tersedak. Dia menatapku terkejut.  "Kamu halusinasi atau gimana, Nay? Jelas-jelas Mas lihat jasadnya Zifa dibawa tadi. Udah pucat, kaku juga. Kalau Mas perhatiin, meninggalnya tadi malam. Baru ketemu tadi subuh." Aku mengusap wajah. Kalau benar tadi malam habis teriakan Zifa kesakitan, aku akan merasa bersalah sekali.  Astaga, kenapa aku membiarkan anak kecil disiksa papanya sendiri?  "Siap-siap. Jangan melamun. Kita gak salah apa-apa. Gak ada yang salah di sini. Ingat, jangan merasa bersalah, Nay."&nbs
Read more
Peringatan dari Orang Tak Terduga
Sebelum membaca, klik SUBSCRIBE atau BERLANGGANAN dulu, yaa. *** "Bicara apa?" tanyaku sambil beranjak.  "Di dapur aja, Bi. Saya butuh privasi." Aku mengangguk, mengikutinya ke dapur rumah.  Sebelum mengatakan sesuatu, abangnya Zifa diam sejenak. Dia terduduk di kursi. Membuatku sedikit heran. Ada apa dengan pria ini? "Bibi dititipkan sesuatu oleh Zifa?" Dari mana dia tahu? Bukankah waktu Zifa menitipkannya, Zifa sudah meninggal? Mataku menyipit. Sepertinya, ada yang dirahasiakan oleh pria ini.  "Bi?" Dengan pelan, tanganku mengambil kalung yang diberikan Zifa tadi pagi. Ah, entahlah. Siapa yang memberikannya. Yang pasti, Zifa harusnya sudah meninggal.  "Zifa memberikannya tadi pagi. Ketika warga sudah menemukan jasadnya. Ketika—"
Read more
Halusinasi Mama Ziva
SEBELUM MEMBACA, JANGAN LUPA DISUBSCRIBE ATAU BERLANGGANAN, YAA. *** "Aduh, pisaunya kenapa bisa jatuh sendiri, sih?"  "Bukannya tadi yang jatuhin—" Pembantu itu tampak bersungut, tapi dia melirikku tajam, seolah tidak suka.  "Bi, kenapa tiap malam saya dengar Zifa teriak kesakitan? Apakah ada sesuatu yang terjadi sama dia?" Aku berusaha memancingnya. "Aduh, Bu. Jangan tanya itu lagi. Saya gak tau apa-apa soal Non Zifa." "Tapi gak mungkin Bibi gak dengar. Di rumah saya saja terdengar jela—" "Bu, tolong. Berhenti soal itu semua. Saya pusing dengan meninggalnya Non Zifa. Sudahlah, potong sendiri." Dia langsung pergi, membuatku tersenyum tipis. Sekarang aku yakin, pembantu Zifa ada sesuatu dengan misteri teriakan Zifa ini.  *** "Ser
Read more
Pembicaraan Pembantu Ziva di Telepon
SEBELUM MEMBACA, JANGAN LUPA KLIK TOMBOL SUBSCRIBE ATAU BERLANGGANAN, YAA. *** "Heh! Kamu ngapain Ibu?" Aku mundur selangkah, ketika pembantu Zifa tiba-tiba muncul dari belakangku.  "Ibu kenapa? Diapain sama orang jahat itu?" Astaga. Belum apa-apa, dia sudah menuduhku. Aku menggelengkan kepala. Sedikit tidak percaya dengan kalimatnha barusan.  "Ta—tadi ada Zifa, Bi." Aku kembali menoleh ke belakang. Tidak ada siapa-siapa. Atau mungkin aku yang dikira sebagai Zifa tadi? "Non Zifa udah meninggal, Bu." "Lalu tadi?" Aku malengkah maju, menyalami Mama Zifa.  "Saya Nay, Bu. Tetangga yang paling dekat dengan Zifa." Dia diam sejenak. Beberapa detik, akhirnya mengangguk. Wajahnya tampak cerah kembali. "Ah, iya. Tadi saya ny
Read more
Titik Terang
SEBELUM MEMBACA, JANGAN LUPA KLIK SUBSCRIBE ATAU BERLANGGANAN, YAA. *** "Siapa di sana?" Aku membulatkan mata, tidak sadar kalau bayanganku terlihat di balik pintu.  Buru-buru aku mundur selangkah. Bersembunyi di balik meja. Semoga saja pembantu Zifa tidak curiga.  "Hm. Bersembunyi? Terang-terangan saja. Aku tidak menyukai orang yang mengganggu ketenanganku." Apakah dia tahu kalau aku yang baru saja menguping pembicaraannya? Ah, tidak mungkin. Beberapa menit bersembunyi, akhirnya pembantu itu tidak ada lagi. Aku menghela napas pelan. Keluar dari persembunyian.  Aku menatap ponsel yang dititipkan Mas Fahri tadi, tersenyum penuh kemenangan.  "Untung sempat merekam tadi." *** "Bibi pulang dulu, ya, Ngga." "Iya. Makasih
Read more
Nenek yang Penuh Misteri
"Kok kamu bisa tahu? Berarti penyiksaan itu dari—" "Udah aku bilang. Bukan hanya tau, aku kenal dengan Mamanya Zifa. Kamu tau Papanya Zifa meninggal gimana?"  "Gimana?" tanyaku penasaran.  Putri mendekat. "Gak wajar. Tabrak lari, hancur semua wajahnya." Astaga. Aku tersentak di kursi. Sangat sulit dipercaya.  "Setelah masa iddah, Mamanya Zifa langsung nikah sama Papa tiri Zifa sekarang. Padahal, dia gak pernah dekat sama laki-laki lain." Hm. Aku merasa ada sesuatu di sana. Ini benar-benar misteri luar biasa.  "Kamu kenal sama Papa tirinya Zifa?" "Gak terlalu kenal, sih. Setengah tahun Mamanya Zifa menikah, ada suara teriakan itu selama setengah tahun itu. Aku pindah, deh, setelah itu." Aku mengusap wajah. Semuanya harus terbongkar secepatnya.  "P
Read more
Papa Penghancur Segalanya
"Repot sekali sampai kalian datang kesini.""Enggak, Nek. Kebetulan ada yang mau kami bicarakan." Putri menyenggol lenganku. Dia melotot, menyuruh untuk menyampaikan tujuan kami kesini. Tapi bukankah Nenek tadi bilang dia sudah tahu tujuan kami?"Nenek sudah tahu mengenai Zifa yang sudah—""Sudah tahu, Nak." Nenek itu memotong perkataan Putri. "Zifa meninggal."Ah, mungkin Nenek ini tahu, karena dia memang keluarganya. "Tujuan kami mau menanyakan soal teriakan Zifa setiap malam, Nek. Siapa tahu Nenek punya alasannya."Nenek itu tertawa, terdengar menyeramkan. Beberapa detik, dia mengambil pena dan kertas. Menuliskan sesuatu di sana. "Ini alamat rumah papa tirinya Zifa, Nak. Kalian berdua bisa cari tau di sana.""Tapi, Nek—""Kalau kalian mau tahu, hanya itu solusinya.""Di sini ada kamar Zifa, Nek?" tanyaku beberapa detik setelahnya. "Ada. Mau kesana?"Aku menganggukkan kepala. Nenek itu menunjukkan jalan ke kamar Zifa. "Kamu sendiri kesana, ya. Nenek mau melanjutkan memasak mak
Read more
Mengintai Rumah Zifa
"Sudah selesai memeriksa kamar Zifa, Nak?"Eh? Kami berdua menoleh ke belakang. Nenek itu sudah menunggu di depan pintu. "U—udah, Nek.""Makan, yuk. Nenek udah masak.""Iya. Ayo, Nay. Beresin itu dulu."Aku mengangguk. Buru-buru membereskan kotak dan buku yang berserakan. Juga mengantongi foto dan kertas tadi. Kami sampai di dapur. Aku menelan ludah, melihat makanan yang tersaji. Seperti bubur yang diaduk-aduk saja. Entah apa rasanya. "Ayo, Nak. Dicicipi."Patah-patah aku mengangguk, mengambil sendok. Kemudian memakan bubur itu. Benar saja. Rasanya aneh, campur aduk. Baunya juga amis sekali. Aku langsung mengambil tisu, pura-pura membersihkan mulut. Putri menyenggolku. Wajahnya juga tampak aneh."Makan-makan aja, telan pakai air. Jangan dibuang, nanti Nenek itu gak suka sama kita," bisik Putri. Masalahnya, gimana cara menelan makanan ini. Entah rasanya asin, pedas, manis, campur aduk. Akhirnya, sdiaduk-aduk makan bubur ini setengah hati. Aku menghela napas pelan, rasanya peru
Read more
DMCA.com Protection Status