"Bu Rena ada yang cari!” Pak Rahmat berseru dari ambang pintu kaca. Rena dan Mia sontak menoleh ke sana dan sudah bisa dipastikan siapa yang mencari Rena. Siapa lagi kalau bukan calon suami pura- puranya."Terimakasih, Pak!” Rena menyahut.“Aku pulang duluan ya Miaku sayang." Rena mengecup pipi Mia lalu bergegas keluar kantor.Teman-teman kantor Rena dibuat penasaran dengan siapa yang mencari Rena karena tahu kalau Rena tidak memiliki keluarga di Jakarta.Terlebih tadi siang Rena baru saja mendapat buket bunga. Berbondong-bondong teman sekantor Mia mengintip melalui pintu kaca, semuanya melihat Rena masuk ke dalam mobil sedan Eropa mewah keluaran terbaru berwarna hitam."Tuuuh ‘kan, pasti om-om …," celetuk Erin tanpa perasaan.Sontak Erin mendapat tatapan kesal dari semua teman sekantornya kecuali Dini dan tepat ketika mobil itu menghilang dari pandangan, mereka semua barulah membubarkan diri.***"Enggak sama Pak Syam, Mas?" Rena memulai pembicaraan karena sudah lima bela
Andra mengangkat tangan meminta pelayan membawa bill lantas memberikan kartunya tanpa melihat berapa yang harus dia bayar.Pelayan pergi lalu kembali membawa mesin EDC.Setelah membayar tagihan makan malam di kencan pertama ini, Andra bangkit dari kursi lantas mengulurkan tangan ke arah Rena.Rena meraih tangan Andra seperti mengerti maksud pria itu.Keduanya keluar dari Restoran saling bergandengan tangan dan mendapat tatapan tidak percaya dari Whenny beserta temannya.Mereka tidak terima pria sekelas Andra memiliki kekasih wanita biasa. Sementara itu, Rena yang tangannya digenggam Andra jadi salah tingkah pasalnya dia merasakan ada sengatan kecil di telapak tangan yang jemarinya sedang bertautan dengan jari Andra.Sedangkan Andra merasakan telapak tangan yang digenggamnya sangat lembut dan hangat.Petugas Valet sudah berdiri di samping mobil yang terparkir eksclusive di depan lobby.Pria kurus yang memakai baju kuning dengan list biru itu pun memberikan kunci mobil kepada
Hari Jum'at antrian Teller dan Customer Service sangat panjang, selalu seperti itu karena sabtu dan minggu Bank akan tutup.Antrian masih membludak hingga lewat jam tutup cabang, Rena mulai gelisah karena khawatir akan kehabisan tiket untuk pulang ke Bandung. Berkali-kali dia melirik arloji di tangan kirinya dan jam telah menunjukan pukul lima sore ketika antrian selesai.Pak Rahmat sang satpam kantor segera menutup pintu besi paling luar.Rena dengan tergesa membereskan nota dan menyelesaikan semua pekerjaannya.Setelah semua beres, dia berlari mengambil tas di locker."Buru-buru amat Ren? mau mudik ya?" celetuk Mia bertanya."Iya Mi..aku takut enggak dapet travel,” sahut Rena cemas."Ya udah yu, kita pulang.” Mia melingkarkan tangannya di lengan Rena.Keduanya berpamitan pada pak Rudi dan bu Firdha selaku supervisor sebelum akhirnya mereka keluar dari gedung kantor. Jari tangan Rena sibuk memesan ojeg di aplikasi pada handphone untuk mengantarkannya ke pool travel.Mia
Pagi sekali Rena sudah bangun dan sibuk di dapur memasak sarapan untuk keluarganya, bakat memasak yang dimiliki Rena menurun dari ibu Susi."Hem ... harum … masak apa, Kak?" tanya Amalia begitu sosoknya sampai di dapur."Masak kesukaannya bapak ... biar bapak cepet sembuh. Kamu beresin meja ya! Terus sekalian bawa semua makanan ini ke meja makan." Rena menunjuk piring-piring saji yang telah terisi masakan dengan cita rasa khas Indonesia.Di meja makan, satu persatu anggota keluarga berkumpul, sarapan pagi sambil bercanda tawa.Sudah lama sekali mereka tidak makan bersama.Hati Rena menghangat lantaran bahagia bisa pulang ke rumah bertemu keluarganya.Selama di Jakarta, Rena rindu merasakan kehangatan keluarga ini."Jam berapa pacar Kakak datang?" tanya bapak tiba-tiba disela sarapan pagi."Agak siangan,” sahut Rena acuh, berusaha terlihat biasa saja meski semua yang ada di sana bisa melihat pipi Rena merona."Kakak udah punya pacar? Memangnya ada yang mau sama Kakak?" celetuk
Hari sabtu Bandung selalu dipadati dengan kendaraan berplat B belum lagi kendaraan dari berbagai daerah di sekitar Kota Bandung seolah berlomba mencari hiburan atau ketenangan di kota sejuk yang terkenal dengan kuliner dan tempat wisata berudara dingin itu.Beberapa kali Andra membunyikan klakson mobilnya, jalanan begitu sembrawut dengan kendaraan yang berjubel. Semenjak mobil yang mereka tumpangi keluar dari halaman rumah orang tua Rena, tak sedikitpun kata terucap dari bibir tipis Andra. "Abang Ojol aja masih mau ngajakin ngobrol, atau sekedar say hay atau tanya kabar! Lah dia … diem mulu," gerutu Rena dalam hatiGadis periang seperti Rena justru merasa tidak nyaman jika tidak mengobrol dengan siapapun makhluk yang berada di dekatnya.Maklum saja, sebagai customer service di Bank BUMN terbesar di Negaranya selain melakukan pelayanan Rena juga dituntut banyak bicara untuk menjual produk Banknya.Maka dari itu dia memecah keheningan agar pria yang dari tadi tampak mengumpat dala
"Rena ... Om tinggal sebentar ya. “ Om Salim kemudian menatap Andra. “Ajak Rena mencicipi makanan,” kata om Salim kepada keponakannya.Beliau pergi setelah mendapat senyum manis dan anggukan kepala samar dari Andra.Tante Mery masih memindai Rena mencari-cari kekurangan fisik dari kekasih sang keponakan, Andra yang menyadari hal itu kemudian melangkah mengikis jarak dengan tante Mery."Tante jangan gitu liatin Renanya,” bisik Andra, sorot matanya tampak memperingati.Tante Mery balas memberikan tatapan tidak suka kemudian memanggil seorang gadis."Sheryl ... sini sayang, kenalkan ini Andra keponakan Tante.” Tanpa perasaan—di depan Rena—tante Mery mengenalkan seorang gadis-anak dari teman sosialitanya.Gadis cantik dengan tinggi semampai yang Rena yakini adalah seorang model karena memiliki body goals berjalan slow motion mendatangi mereka. "Sheryl ..." Sheryl memperkenalkan diri sembari menjabat tangan Andra dan Rena bergantian."Sheryl ini adalah anaknya temen Tante, dia bar
Jalanan di daerah Dago-Bandung dipadati oleh muda-mudi yang sedang menikmati malam minggu bersama kekasih atau sahabat, berjejer tenda-tenda kuliner di sepanjang trotoar membuat para pejalan kaki harus turun ke jalan menambah kepadatan di jalan raya membuat mobil yang Andra dan Rena tumpangi hampir tidak bergerak.Rena memegang perutnya, bisa merasakan sesuatu bergemuruh di dalam sana, di pesta om Salin tadi Rena baru ingat kalau dia hanya mencicipi sedikit kudapan.Ingat kalau kue ibu bagian Andra maka dia ulurkan tangannya ke belakang meraih kotak kue yang kemudian disimpan di atas paha.Tanpa permisi kepada pemiliknya, gadis itu pun membuka kotak kue tersebut kemudian menikmati dengan mengunyah penuh nikmat tanpa dosa.Andra melirik Rena sekilas, lirikan mata tidak suka yang merupakan kode agar Rena berhenti memakan kue ibu tidak bisa gadis itu tangkap dengan baik, Rena malah sudah melahap kepingan kedua. "Itu kueku!” seru Andra pelan, dingin dan tegas. "Boleh minta?” Tapi
"Ada apa Ma? Kok mukanya cemberut gitu?" Om Salim bertanya lantas menyeruput kopinya dalam cangkir, beliau mengambil satu keping kue ibunya Rena yang disajikan asisten rumah tangga di atas meja.Tante Mery menghela napas panjang sebelum akhirnya bicara, "Mama enggak suka sama calon istrinya Andra ... dia bukan siapa-siapa, bukan anak dari siapa-siapa, Mama malu memperkenalkannya sama teman-teman sosialita Mama," gerutu Mery dengan ekspresi muram."Ya ampun Mama ... kirain ada apa?! Ini berkas Rena, tadi pagi Ricko memberikannya sama Papa, sudah Papa baca semua ... Rena hanya orang biasa dari keluarga biasa, Bapaknya pensiunan Kepala Sekolah SMA, Ibunya pernah buka toko kue tapi tutup semenjak bapaknya Rena sakit-sakitan ... Mereka tidak mempunyai hutang konsumsi, hanya ada beberapa hutang untuk biaya pengobatan bapaknya Rena, mereka hidup sederhana, tidak ada skandal yang bisa mempermalukan kita juga. Kalau menurut Papa sih, Rena cocok untuk Andra.” Kalimat panjang lebar om Salim