Share

Cinta Terlarang

“Makasih ya Arabel....” kata  Calista sambil menerima buku Arabel...membolak-balikkan halamannya lalu memasukkan ke tas. Dia terdiam sebentar saat melihat wajah dingin Arabel yang tidak seperti biasanya, namun tidak mengucapkan apa-apa.

“Aku balik dulu ya, Bel...Sampai ketemu....” ucap Calista sambil berdiri, sempat terdiam sejenak sebelum menanyakan sesuatu lagi. “Bu Riris ada nanya sesuatu tentang aku Bel?”

Arabel menaikkan alis, lalu tersenyum sinis. “Masih peduli sama sekolah, Bel?”

Calista mengernyitkan alisnya, lalu mendengus jengkel. “Kan aku cuma nanya...kok kamu jadi menyebalkan begitu, Bel!”

“Ya sudah.... terima kasih bukunya ya! Nanti aku kembalikan....” Calista menengok ke  arah Eden yang masih duduk memperhatikan mereka. “Ayo Den! Kita pulang!”

Eden berdiri lalu mengangguk pada Arabel, “Pulang dulu ya Bel....”

Arabel hanya tersenyum tipis dan memperhatikan Calista dan Eden yang berjalan ke arah motor. Calista sudah duduk di jok belakang sambil memegang erat pinggang Eden sementara Eden menyalakan starter motornya.

Arabel tersenyum kecut saat Calista sama sekali tidak menengok ke arahnya. Sepertinya sahabatnya itu masih kesal dengan sikap Arabel tadi. Motor mereka segera berlalu dan Arabel pun menutup pintu dengan perasaan sedih. Calista benar-benar dibutakan oleh cinta!

“Nggak usah peduli kalau ada teman yang ngomong begitu!” kata Eden keras-keras di tengah deru motornya. “Enjoy aja....nggak usah didengerin!”

“Iya....hanya saja aku kesal,” jawab Calista lagi. “Dia kan sahabatku, mestinya dia nggak usah ngomong begitu!”

“Ya....mungkin dia cemburu sama kamu,” jawab Eden lagi. “Yah kamu cantik, kamu juga menikmati hidup kan sekarang ini....”

Calista hanya terdiam, tidak menjawab ucapan Eden tentang sahabatnya itu. Namun dalam hati dia mengiyakan...mungkin juga yah. Kita kan nggak tahu pikiran seseorang, pikir Calista.

Motor Eden melaju dan semakin melambat masuk ke area kompleks rumah mereka. Calista melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul enam lewat.

            Bilang saja ada ekskul lalu ke rumah Arabel, pikir Calista yang mulai ingin mengarang cerita lagi. Sekarang dia sudah terbiasa dengan kebohongan-kebohongan kecilnya.

            Motor Eden berhenti tepat di depan rumah Calista. Gadis itu turun dan menapakkan kakinya dengan perlahan saat tatapan sedingin es itu menusuk ke punggungnya. Calista berusaha tidak melihat dulu, tapi dia dapat melihat dengan ekor mata....sosok seorang pria yang duduk di teras.

            Siapa lagi kalau bukan Paman Jorge! pikir Calista sedikit panik namun berusaha tetap bersikap tenang. Dia membuka helmnya, lalu memberikan pada Eden. Pria itu ikut turun dan berjalan mengantar Calista sampai ke halaman rumah, dia mengangguk pada Jorge tapi tidak ditanggapi olehnya.

            Calista berjalan sedikit salah tingkah karena hanya dipandangi oleh Paman Jorge dengan tajam. “Calista pulang, Paman....” katanya lirih.

            “Dari mana kamu?” tanya Jorge dengan nada dingin. Dia menatap Calista lalu sekilas memandang Eden yang berdiri terdiam di belakang gadis itu.

            “Tadi ada ekskul di sekolah, Paman....” kata Calista lagi, sambil menatap Jorge dengan pupil mata yang melebar.

            Ada keheningan di antara mereka sebelum Jorge menggelengkan kepala lalu berkata dengan nada dingin dan jengkel, “Bohong kamu, Calista! Kamu bukan dari sekolah kan?!”

            “Nggak, Paman....aku betul dari sekolah!” bantah Calista, yang langsung disanggah oleh Jorge.

            “Gurumu tadi telepon!!” bentak Jorge tiba-tiba yang membuat Calista tersentak kaget. Dia mundur beberapa langkah ke belakang dengan wajah pucat.

            “Semua gara-gara dia, kan?!” ujar Jorge lagi dengan jengkel, sambil menunjuk ke arah Eden. “Sudah kubilang berkali-kali, nggak boleh pacaran! Ternyata malah membuat kamu sekarang semakin buruk, Calista!”

            “Ta...tapi....” ucap Calista dengan bibir gemetar. “Ini bukan salah Eden, Paman...Calista yang salah....”

            “Masuk, Calista!!” bentak Jorge sambil menunjuk ke arah pintu dengan wajah merah padam menahan emosi.

            “Tapi....” ucap Calista sambil memandang Eden dengan mata berkaca-kaca.

            “Nggak ada tapi-tapian, masuk Calista!” Jorge mengulang perkataannya lagi dengan nada yang tidak kalah keras dari sebelumnya.

            Calista cepat-cepat masuk ke dalam rumah dengan wajah merah, sementara Jorge berdiri diam mengamati Calista yang sudah masuk ke dalam rumah lalu menatap Eden dengan dingin.

            “Kamu....jangan bawa pengaruh buruk untuk Calista! Mengerti!!” ujar Jorge dengan ketus, sambil hendak membalikkan badannya.

            “Paman....Calista udah bukan anak kecil lagi! Dan kami saling menyayangi...” seru Eden yang membuat Jorge terdiam, lalu menatap sengit ke arah anak muda itu.

            “Tahu apa kamu soal sayang-menyayangi! Kalau memang sayang, jangan ajak Calista berbuat aneh-aneh!!” bentak Jorge kesal. “Kalian fokus aja ke sekolah dulu! Anak masih bau kencur kok udah belagu....”

            Jorge membalikkan badannya lagi dan melangkah masuk ke dalam rumah tanpa mempedulikan Eden yang berdiri mematung di halaman sambil mengepalkan tangannya kesal.

            Dia meludah ke tanah lalu membalikkan badannya.....berjalan kembali ke motor. “Pria tua belagu! Sok banget mukanya....”

            “Awas saja kamu, pria brengsek! Aku nggak akan menyerah soal Calista,” ucapnya sambil menggertakkan gigi lalu pergi menjalankan motornya dengan kecepatan tinggi.

Calista yang masuk ke dalam rumah, rupanya sudah ditunggu oleh ibunya, Emily. Ibunya itu duduk dengan posisi tegak kaku, sambil menatap anak gadis satu-satunya itu sambil menautkan alisnya dengan tajam.

            “Calista...duduk di sini!” ucap Bu Emily sambil menunjuk bangku di depannya.

            Calista duduk dengan wajah pucat, dia tidak berani menatap ibunya lama-lama. Maka perlahan dia menundukkan kepala karena sudah tahu kelanjutannya.

            “Calista...! Bu Riris menelepon Ibu barusan, katanya kamu sekarang sering kabur dari sekolah....!” seru Ibunya jengkel. “Nilai kamu juga turun....padahal sebentar lagi ujian tengah semester kan?! Dan setelah itu kelulusan sekolah!”

            “I...iya, Bu....” jawab Calista dengan sedikit gemetar. “Maaf, Calista salah...”

            “Dan ini semua karena kamu sekarang pacaran dengan anak baru ya...siapa namanya tadi? Ibu lupa...” kata ibunya sambil memijit-mijit kepalanya karena mendadak pening.

            “Eden!” pungkas Jorge yang baru saja ikut masuk ke dalam rumah.

Dia berdiri tegak sambil melipat tangannya di depan dada. Ikut mengamati Calista yang masih menundukkan kepalanya, siap untuk dimarahi.

“Oh iya....Bu Riris bilang...kamu selalu kabur dengan dia lewat kantin, itu laporan dari bu kantin!” ucap ibunya lagi sambil menatap Calista dengan tatapan lelah. “Anak nakal itu....jangan pacaran dengan dia kalau membawa pengaruh buruk!”

“Nggak, Bu. Eden nggak seperti yang semua orang sangka. Dia anak baik, Bu...” ucap Calista lagi dengan cepat, tiba-tiba dia mendongakkan kepala dan menatap ibunya dengan lekat.

“Anak baik bagaimana, Calista....Kamu jangan terlalu naif,” ucap Jorge dengan kesal. “Coba deh lebih rasional....Kalau memang anak baik, dia nggak akan mengajak kamu kabur-kaburan dari sekolah!”

“Nggak....Paman sama Ibu nggak paham. Eden itu...” kata Calista dengan mata berkaca-kaca. “Dia beda sama pria lain....”

Jorge hanya mendengus kesal sementara Bu Emily terdiam dengan wajah khawatir.

“Aku cinta Eden, Bu...Dia juga pernah menolongku...” kata Calista lagi, berharap kalau ibunya lebih mengerti daripada Paman Jorge yang kaku itu.

“Menolong apa?” tanya Jorge penasaran.

Calista terdiam sesaat, menimbang-nimbang apakah diceritakan atau tidak....

“Eden menolongku waktu aku hampir diperkosa, Paman....waktu kami ke pantai...” ucap Calista lirih. “Dia berani memukul laki-laki itu, padahal ada dua orang...dia penolongku, Paman.”

Jorge dan ibunya terdiam sesaat, sebelum ibunya berkata lagi, “Terlepas dari dia menolongmu atau tidak....kamu fokus dulu belajar, Calista. Sebaiknya jangan pacaran dulu. Kalau memang dia pria baik, jodoh itu nggak ke mana...”

Calista menatap ibunya dengan bola mata yang membesar, bingung dengan pernyataan wanita yang malam itu tetap tampak anggun walaupun hanya memakai daster.

“Kamu putus dulu dengan Eden. Bilang baik-baik, saya mau fokus belajar....” ucap sang ibu lagi, membuat Calista mengernyitkan alis.

“Nggak mau, Bu. Aku mencintai Eden.....ini cinta pertamaku,” ucap Calista yang mendadak bernada tinggi.

“Calista!” bentak Jorge sambil menatap gadis muda itu dengan jengkel. “Kamu dengar perkataan ibumu!”

“Nggak mau....Paman yang dengar! Aku selama ini sudah jadi gadis penurut, baik, rajin....nilaiku selalu bagus...!” ucap Calista lagi dengan perkataan yang terbata-bata karena bercampur emosi. “Sekarang Calista ingin mengejar kebahagiaan dan cinta Calista sendiri. Kenapa sekalinya Calista ingin sesuatu, itu nggak diijinkan?!”

“Calista...kamu ngomong apa sih?!” balas Jorge lagi dengan nada sengit, sementara Bu Emily hanya terdiam dengan mata yang membulat kaget.

“Ibumu dan saya, Pamanmu...” ucap Jorge, sekilas merasa pedih karena sebutan paman. Namun ditepisnya perasaan itu lagi, memang dia kan paman Calista secara status! “Kami selalu berusaha menjagamu, Calista....agar kamu selalu bahagia dan sukses di masa depan!”

Calista menggelengkan kepala lalu beranjak berdiri dan berjalan meninggalkan ruangan dengan wajah marah. “Kalian egois! Itu kebahagiaan kalian....sekarang ini kebahagiaanku adalah Eden!”

Gadis itu melangkah dengan cepat ke kamarnya lalu membanting pintu keras-keras, meninggalkan kekagetan dan rasa shock pada Jorge dan kakak iparnya.

“Baru kali ini, Calista seperti itu....” ucap Bu Emily sedih, dia meremas kedua tangannya dengan gugup. “Anak itu selalu penurut....”

Jorge menghempaskan diri di sofa sambil mengusap-usap wajah dengan kasar, pertanda sangat lelah. Dia lalu menatap Bu Emily, merasa kasihan pada kakak iparnya yang tampak sangat terpukul.

“Nggak apa, Kak....dia hanya sedang dimabuk cinta. Sebentar juga dia lupa, Kak...” hibur Jorge lagi. “Mungkin aku yang salah, terlalu overprotektif padanya...”

“Jangan menyalahkan dirimu....kalau nggak ada kamu, entah bagaimana aku dan Calista. Apalagi tanpa kehadiran Alexus....” ucap Emily sambil menatap foto suaminya yang terpajang di dinding dengan perasaan sangat rindu.

Jorge terdiam sambil ikut memperhatikan foto kakak angkat kesayangannya itu. Kak Alexus....pria yang diidolakannya sewaktu dia baru diangkat menjadi anak dari keluarga Ardhias. Gagah dan bersahaja.

Entah apa Jorge harus bersyukur sekarang karena masuk ke keluarga Ardhias atau malah menyesal....

Cintanya terlarang.... Sosok yang dilindunginya itu, yang sangat dicintainya malah sekarang membencinya.

Entah bagaimana.....membuat semuanya menjadi normal kembali....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status