Tubuh mungil wanita itu bergetar, tamparan yang pria itu layangkan meninggalkan luka pada bibirnya. Tidak tahu bagaimana , tetapi pria dengan tubuh kekar itu berhasil menguasai tubuhnya. Air mata mengalir dari mata indah wanita yang terkurung di bawah pria tersebut.
ia memalingkan wajahnya saat pria itu mencoba untuk menciumnya. Marsha tidak mampu lagi melawan kekuatan Albert. Dirinya hanya pasrah ketika pria itu mengikat tali yang entah dari mana pria itu dapatkan pada tangannya yang sudah memerah.
Ah, tidak lupa juga Albert membuka seluruh pakaian wanita itu hingga tak ada lagi kain yang menempel pada tubuhnya. Rintihan memohon untuk di lepaskan tidak di hiraukan sama sekali olehnya. Sungguh, Marsha sangat membenci Albert yang mengancamnya dan bertindak kasar padanya.
Tubuhnya menggelinjang ketika jemari pria itu meraba setiap jengkal tubuhnya. Dengan tatapan mesum pria itu menghirup aroma tubuhnya, serta b
Joe melangkahkan kakinya dari parkiran menuju pintu masuk kantor. Pria itu berjalan dengan menjinjing tas kerja serta tumpukan berkas yang ia bawa pada tangan kanannya. Jari telunjuknya menekan tombol lift, setelah terbuka pria itu di kejutkan dengan kehadiran pria lain yang memakai pakaian serba hitam.Pria itu keluar setelah pintu lift terbuka, bahkan bahu pria tersebut juga mengenai bahu Joe yang membuat pria itu bergeser dari tempat dia berdiri. Joe tidak masalah dengan pria itu, kakinya lalu melangkah memasuki lift dan menekan nomor untuk mencapai tempat dirinya bekerja.Akan tetapi , sebelum pintu lift tertutup pria yang berpakaian serba hitam tersebut berbalik badan dan mengeluarkan seringaian. Membuat Joe melebarkan matanya serta mengerutkan keningnya , untuk memastikan dirinya tidak salah lihat dengan apa yang ia lihat barusan.Lift mengantarkannya pada lantai tempat dirinya bekerja, seperti biasa pa
Media di gemparkan oleh penemuan mayat yang telah terpotong tubuhnya dalam sebuah tempat sampah yang jarang di jangkau oleh seseorang. Bermula dari seorang pengangkut sampah yang mencium bau tidak sedap membuat dirinya segera mencari asal bau tersebut.Semula ia mengira jika itu adalah bangkai tikus, tetapi dugaannya salah ketika dirinya menemukan bungkusan plastik hitam besar. Dan sialnya, bau tidak sedap tersebut datang dari plastik hitam besar yang baru saja ia temukan. Dia mencoba membuka plastik itu, jika tebakannya benar ada bangkai tikus atau binatang lainnya terpaksa dirinya harus membuang bangkai tersebut agar tidak tercampur oleh sampah yang dapat di daur ulang.Tetapi, di luar dugaan. Ia menahan mual setelah melihat apa isi dari kantung plastik tersebut. Sebuah mayat dengan tubuh yang telah di potong menjadi beberapa bagian dan tentu sudah membusuk. Pria itu berteriak, mengagetkan rekan kerjanya yang menunggu di da
Marsha mendudukkan dirinya setelah lelah karena berjalan dari supermarket. Ia baru saja membeli beberapa bahan makanan dan juga kebutuhan pribadinya. Jujur saja, dia berjalan sedikit berlari. Setelah melihat berita tentang penemuan mayat yang telah termutilasi membuatnya parno.Sudah satu minggu sejak kejadian penemuan tersebut, namun sampai sekarang belum diketahui siapa pelaku dari pembunuhan tersebut. Ia bergidik ngeri, sebisa mungkin dirinya harus berjaga dari orang asing yang tidak ia kenali sama sekali. Ah, dirinya lupa. Ia memang tidak mengenali siapapun di sini selain Joe dan juga Albert pria b*ngsat tersebut.Deringan telepon menyadarkannya dari lamunan. Entah apa yang ia pikirkan, sampai membuatnya melamun seperti itu. Ia menatap layar telepon miliknya. Tatapan matanya terlihat gusar, sedikit tatapan kebencian pun terlihat dari manik mata indah itu.Albert, pria itu kembali menelponnya. Tidak kah pr
Suara ketikan keyboard komputer memenuhi seluruh ruangan dalam gedung tinggi tersebut, semua pegawai yang berada di dalamnya pun tengah sibuk dengan tugas masing-masing. Dengan leader dari bagian posisi pekerjaan masing-masing yang berlalu lalang mendatangi bawahan mereka untuk menambah tugas yang harus mereka kerjakan.Begitu juga dengan gadis itu. Ah salah, wanita cantik tersebut. Ia tengah menyusun kegiatan pertemuan untuk rapat yang akan membahas tentang pembukaan gedung cabang gabungan dengan perusahaan Deon. Joe sendiri sibuk dengan proses pembangunan , ia harus rela bolak-balik ke kantor untuk memberikan laporan pada Albert mengenai kesiapan serta proses pembangunan gedung baru tersebut.Sedangkan Albert , pria itu juga tengah sibuk dengan membaca ulang berkas yang akan ia tanda tangani untuk persetujuan kerjasama dengan perusahaan lainnya. Ini masih pagi hari, tetapi pria tampan itu tampak sedikit berantakan dengan ke
Rintihan menyakitkan terdengar merdu di telinga seseorang yang tengah menghabisi nyawa seorang wanita. Di tempat yang sepi, dengan pemandangan yang sekelilingnya adalah hutan membuat aksi kejam tersebut tidak di ketahui oleh siapapun.Wanita itu terikat, jika bisa di tebak mungkin ia baru saja berumur 23 tahun atau 25 tahun. Pukulan serta cambukan yang pria itu layangkan membuat luka baru pada tubuh wanita yang terkulai lemas. Dengan tubuh yang telanjang dan tangan yang terikat serta bibir yang tertutup oleh lakban.Ia adalah korban dari kekejaman pria yang asik melecehkannya, semula dirinya baru saja ingin pulang ke rumah. Tetapi dirinya di hadang oleh pria berpakaian serba hitam dengan penutup kepala yang menutupi seluruh wajahnya, hanya menyisakan Mata dan bibir yang terlihat dari balik penutup kepala tersebut.Dia di seret, setelah mendapatkan pukulan pada leher belakangnya yang mengakibatkan dirinya pingsan seketika. Setelah
Joe menyamakan langkah kakinya mendekati Marsha. Setelah bergelut dengan pekerjaan yang memakan banyak tenaga dan juga pikiran, akhirnya mereka mendapatkan kelegaan setelah jam pulang tiba. Pria tampan itu berencana mengantarkan pulang wanita cantik tersebut. Ingat, Joe menganggap Marsha masih gadis karena dirinya tidak tahu jika Marsha sudah di renggut kesuciannya oleh Albert. Jangan marah jika Joe selalu memanggilnya gadis manis atau semacamnya."Marsha, tunggu aku!" Joe berjalan cepat, menyamakan langkahnya agar berdampingan dengan wanita itu."Ada apa Joe?" Tanya Marsha melihat Joe yang sudah ada di sampingnya."Tidak ada, aku hanya ingin menawarkan mu untuk pulang bersama," ujarnya."Tidak perlu, kamu bisa mengantarkan kekasihmu. Aku tidak mau dia salah paham jika kamu mengantarkan aku," tolak Marsha pada pria itu."Tidak apa-apa, kekasihku itu ada acara sendiri se
Albert berjalan mengendap memasuki rumah sewa yang ditinggali Marsha. Dengan pakaian serba hitam dan juga topeng yang ia kenakan membuatnya terlihat samar dalam kegelapan malam. Bercak darah terlihat mengering pada jaket yang dikenakan pria itu, entah apa yang baru saja ia lakukan.Ia dengan gampang membuka pintu rumah tersebut, dengan santai ia masuk kedalam rumah dan menuju ke kamar gadisnya. Ah, dirinya melupakan kejadian sore tadi. Ia seharusnya marah pada gadisnya itu, lalu menghukumnya dan membuat gadisnya jera serta menurut padanya.Untuk sekarang lupakan, dirinya harus mandi karena bau amis darah sangat mengganggu penciumannya. Matanya melirik sejenak pada gadisnya yang tertidur nyenyak, bahkan gadisnya itu tidak menyadari kehadirannya."Sepertinya kau tidur nyenyak gadis kecil," ujar Albert memandang Marsha dan tersenyum misterius.Albert selesai dengan mandinya bersamaan dengan pons
"Berhenti menangis!" Albert menatap Marsha yang menangis serta terduduk lemas pada lantai keramik di dalam kamar mandi.Percintaan mereka telah usai, dengan Albert yang menyemburkan air cintanya di dalam tubuh Marsha. Pria itu menghidupkan kembali air dari shower yang ia matikan sebelumnya. Aliran itu jatuh mengenai tubuhnya serta tubuh Marsha yang masih lemas terduduk di lantai.Wanita itu memalingkan wajahnya, pasalnya ia berhadapan langsung dengan milik Albert yang mulai melemas. Pria itu sama sekali tidak malu dengannya, dia bersikap cuek dengan membiarkan inti tubuhnya terlihat oleh Marsha."Bangun!" Perintah Albert.Marsha diam, ia tidak melakukan perintah Albert yang menyuruhnya untuk bangun . Mata tajam Albert menatap datar gadisnya. Haruskah dia berlaku kasar lagi? Ah, gadisnya ini selalu memancing amarahnya."Aku bilang bangun!" Tegas Albert pada Marsha.