“Na, kita mau pada makan di luar nih sama pak Marko, kamu mau ikut gak?”
Tanpa berpikir keras Liona langsung menggeleng sebagai jawaban, selain karena Liona malas keluar dia juga sedang tidak nafsu makan.
"Aku boleh nitip smoothies sama wafel gak Des, aku gak terlalu nafsu makan." Liona jujur."Boleh dong, cuma itu aja? Yakin gak laper?" Desi memastikan."Iya, itu aja." Getaran kecil berasal dari ponsel miliknya yang sengaja disimpan di meja samping komputer. Liona berpikir paling itu notifikasi grup chat seperti bisanya maka dari itu dia hanya menoleh tanpa membukanya dan melanjutkan pekerjaannya.Selang beberapa saat, suara langkah berhenti tepat di sampingnya.
"Di bayar berapa kamu sama perusahaan sampai jam istirahat aja kamu masih kerja begini." Hening, tak ada jawaban.Arka kesal di abaikan, tangan Liona yang semula berada di atas meja segera di raih Arka dan di tarik mengikutinya. "Arka, apa- apaan. Aku sedang kerja. Lepas." Tak ada seorangpun di sana, semua orang sedang menikmati jam istirahatnya."Lepas, ini di kantor Arka." Liona masih berjuang melepas lengannya, bagaimana kalau ada karyawan lain yang melihatnya. Liona cemas.Sampai di ruangan miliknya, Arka baru melepas pegangannya di tangan Liona. "Aku gak suka kamu mengabaikanku, kamu pikir dengan gak bales chat aku bakal diam aja?" "Aku sibuk kerja, gak sempet liat chat kamu. Lagian chat yang kamu kirim gak ada sangkut pautnya sama kerjaan." Liona mencoba untuk semakin berani, dia tidak mau Arka semakin seenaknya.Wajah Arka mulai memadam lagi tak suka dengan jawaban Liona, Arka berusaha menguasai emosinya dan berjalan ke atas meja membawa dua papperbag yang berisi dua set makanan yang sengaja ia pesan untuk makan siangnya."Kamu belum makan kan? Temani aku makan siang." "Aku gak nafsu makan." Balas Liona singkat ingin segera keluar dari ruangan itu."Kalau begitu diam saja di sini sampai pulang." "Apa- apaan. Aku gak suka ya kamu maksa aku kaya gini." Di sela protes Liona, ponsel yang di genggamnya menerima panggilan.“Na, kamu dimana? makanan kamu aku taro meja ya.”Suara Desi mengingatkan.“Oke, simpen aja disana aku bentar lagi balik ke meja.” Dan panggilan terputus.Liona menatap Arka yang masih berada di hadapannya kemudian melirik jam di ponselnya."Hanya makan, apa susahnya. Lagian aku cuma berusaha perhatian dengan karyawanku." Tak ingin lebih lama terjebak di ruangan itu, Liona pasrah mengambil sendok dan garfu untuk suapan pertamanya. Arka mengulas senyum, ia berhasil membuat Liona makan siang bersamanya."Kalau kamu seperti ini terus, karyawan akan menuduhku yang aneh- aneh." Pungkas Liona sembari menyingkirkan helai rambut yang merunduk ke wajahnya saat Liona makan. Hal itu mengundang perhatian Arka yang segera beranjak dari kursinya dan dengan karet gelang yang ia pungut dari meja lalu mengikat rambut Liona dengan itu. Liona terdiam saat tangan Arka melakukannya."Bilang aja kalau kita teman dekat, gampang kan. Atau lebih dari itu juga aku gak masalah." Balas Arka enteng.Liona menyudahi sesi makannya, jujur saja perutnya malah sakit saat di timpa makanan."Aku udah selesai makan, aku harus kembali ke ruangan aku. Bentar lagi jam makan siang berakhir." Liona memberesken bekas ia makan."Secepat itu? Kamu sengaja makan sedikit biar cepat keluar kan?" "Aku gak nafsu makan, aku udah bilang di awal." Liona membuang sampah makanannya beranjak dari kursi untuk pergi, Arka juga tidak mencegahnya kali ini."Lain kali jangan kebiasaan gak makan, kamu bisa sakit." Liona hanya mendengarnya tapi tidak merespon kalimat Arka barusan.Waktu berakhir, jam kerja usai. Liona bebenah mematikan komputernya. Saat mengecek ponsel ia menerima pop up masuk.“lo lupa kunci kamar lo, gue amanin takutnya ada yang masuk tanpa izin. Kabarin kalo lo mau ambil.” Kontak tanpa nama itu mengirim pesan padanya.“belum balik kerja?” chat baru muncul setelahnya“Astaga.. apa aku lupa ngambil kunci pintu, barang aku di kamar gak ada yang ambil kan?” Liona langsung menekan tombol dial pada kontak yang dia tebak adalah salah satu tetangganya.“hallo, kunci kamar aku ada di kamu?”“lo ambil aja ke bengkel ya, gue masih lama baliknya, tar gue shareloc”“tapi aku gak tau ala_” Sambungan telpon terputus.“ihhh nyebelin banget sih, kebiasaan kalo orang belum selesai ngomong di potong, ihhhhh”Liona tak habis- habisnya menggerutu sampai akhirnya tetangganya itu mengirimkan lokasi tempat dirinya berada yang rupanya sebuah bengkel.Bengkel apa yang segini bersihnya, bahkan Liona tidak melihat noda oli yang menjadi ciri khas bengkel pada umumnya, yang dia lihat hanyalah jejeran mobil mahal yang sedang di cek entah di apakan. Aishhh apa ini yang namanya bengkel tempatnya mobil konglomerat. “nih kunci lo, lain kali jangan teledor, untung ada gue kalo enggak udah kebobol maling tuh isi kamar lo.”“Makasih bily, maaf aku ngerepotin kamu.” Akhirnya kali ini Liona mampu menyelesaikan kalimatnya dengan lengkap tanpa terpotong. Bily langsung meninggalkan Liona dan masuk ke salah satu mobil yang berjejer disana. Liona menghela nafas karena diabaikan lagi dan lagi oleh pria menyebalkan ini. Belum sampai kakinya meninggalkan bengkel sebuah Ferrari berwarna kuning menyala mendekat tepat di sampingnya. “Lo mau balik kan? Buruan masuk.”Bentar- bentar, tadi kan dia bilang bakal pulang malem makannya suruh dia ambil kunci ke bengkel, Lagi- lagi Liona lemot“Malah bengong, ayo masuk.”Tak mau banyak berdebat akhirnya Liona menurut tanpa banyak berpendapat, toh lumayan dia dapet tumpangan dan tidak perlu mengeluarkan uang untuk naik ojek online.Keheningan di mobil membuat situasi semakin canggung, Liona juga tidak tahu topik apa yang harus dibicarakan mengingat dia dan Bily tidak pernah sedekat ini. Hampir empat bulan Liona tinggal di share house yang ditempatinya dia jarang sekali berinteraksi dengan tetangganya, hanya beberapa kali menyapa jika mereka kebetulan bertemu di pintu masuk rumah. “Gue laper, belum makan dari siang, temenin gue makan bentar” Bily berucap, sambil berusaha memarkir mobilnya di salah satu restoran.“Kenapa gak bilang kalo kamu mau mampir, aku cape belum mandi Bil. Aku pulang duluan aja naik ojol.” Kesal Liona sambil membuka seat belt nya. Tapi sebelum benar- benar keluar pintu mobil, lengannya secara tiba- tiba di cekal Bily. “Gak usah ngeluh deh, anggap aja ucapan makasih buat gue yang udah amanin kunci kamar lo. Belum makan malem juga kan? Buruan gue laper, lagian bentar doang abis itu balik kok.”Malas untuk berdebat lagi- lagi Liona manut dan mengekor dari belakang Bily. “chicken steak sama ayam lada hitam, minumnya jus jeruk aja. Lo mau apa?”“samain aja,” Cetus Liona malas memilih makanan.Suasana makan yang lagi- lagi hening. Liona malah kelewat canggung. Kenapa pria yang ada di depannya ini bisa tidak terganggu dengan keheningan yang tercipta selama mereka bersama. Apa Liona satu- satunya yang merasa canggung disini?“Lo kerja dimana?” Akhirnya Bily bersuara.“Star Wijaya” “ohh.. sempit banget sih dunia.” Celetuk Bily“huh? Emang kenapa?” tanya Liona penasaran“Enggak, sepupu gue juga disana. Marko”"Huaaaahhhhghh.." Minggu pagi yang membabi buta, Liona bangun tepat saat matahari sedang di puncaknya, terlalu lelah membuatnya malas untuk bangun terlalu pagi apalagi di hari libur. Cukup hari sabtu saja ia bangun pagi untuk memenuhi schedule rutinnya untuk jogging di sekitar komplek, minggu adalah hari bermalas- malasan. Rambut panjangnya yang masih berantakan serta selimut yang masih meililitnya, Aishhh semua makhluk memang seperti ini di hari minggu bukan? Kepalang lapar, Liona merapel sarapannya bersama dengan makan siang. Omlet telur dengan ekstra bawang goreng favoritnya tak lupa yogurt segar yang terabsen di kulkasnya yang tinggal sisa tiga biji. Pertanda akhir bulan akan segera datang. Iseng membuka ponsel dan scroll random, Liona tak lupa menyempatkan untuk mengklik grup whatsup nya, tertumpuk tiga ratus chat di grup yang belum sempat ia baca. Entah kerusuhan apa yang di lakukan kedua temannya di grup sampai menghasilkan sampah memori sebanyak itu. “Ya ampun Na, lo bar
“Ya ampun Na, kamu demam. Ini panas banget. Aku ke kamar Bily dulu ya kita kerumah sakit minta anter Bily.”“Enggak usah Mbak, minum obat aja kayanya mendingan ko. Aku juga udah izin sama atasan aku gak masuk kerja.” Melihat badan Liona yang mulai lemas dan wajahnya yang memucat, Risti langsung menuju kamar Bily tanpa menggubris kalimat Liona. Berhasil membangunkan Bily dari tidurnya yang baru saja terpejam 30 menit yang lalu karena kebiasaannya untuk nongkrong. Bily tak keberatan bahkan langsung tanpa pikir panjang untuk segera datang.“Kenapa gak ngasih tau gue dari semalem.” Geram Bily yang terlanjur kesal pada Risti yang sudah ia beri kepercayaan untuk menjaga Liona.Risti tak menjawab hanya pasrah dengan rasa bersalahnya, Liona juga tak berani menolak saat tubuhnya di bopong ke mobil untuk dibawa kerumah sakit.“Minum obatnya secara teratur ya, dia punya riwayat lambung juga jadi saya kasih tambahan obat. Salepnya jangan lupa dioles untuk kakinya supaya cepat sembuh. Jangan di
“Masuk aja, gak aku kunci” teriak Liona dari dalam kamar. Tak mau lagi jatuh seperti tadi siang Liona sekarang sengaja tidak mengunci kamarnya agar tidak perlu berjalan untuk membuka pintu yang berkemungkinan besar mencelakai kakinya lagi. “aku bawa kerang saus tiram sama udang, kamu suka kan?” Satu anggukan tanda meng- iyakan dari Liona.“Na kamu belum mandi? Baju kamu masih sama. Mau aku bantu mandi?” “maksud kamu?” Biasanya Risti akan menawarkan diri untuk membopong Liona semenjak Liona sakit, tapi hari ini Risti belum muncul.“Bantu kamu mandi, a.a.. I mean, bantu kamu ke kamar mandi gitu bopong kamu jalan.”Liona mengerjap terlihat bodoh, apa harus menerima tawaran Arka, tapi gimana caranya. Dia bahkan kesulitan saat memakai celana nya, dan biasanya Risti yang sigap membantu.“Aku bantu bawa kamu sampe pintu kamar mandi, kalo bisa kamu pake dress atau dasteran aja selama kamu sakit. Pasti susah pake celananya kan?”Wohalaaa apa Arka cenayang, ko bisa baca pikiran Liona. Daster
"Sabar dikit kenapa sih?"Notifkasi grup whatsup nya berulang kali terdengar nyaring dari kamar mandi bersautan dengan suara nyaring hair dryer yang sedang digunakannya. Ngaret dan lelet adalah nama tengah Liona, begitulah Meta dan Livy mendeskrifsikannya. Liona bisa menghabiskan hampir satu jam di kamar mandi, hanya untuk bersiap.Pintu kamar mandi terbuka dengan rambut yang semi kering, handuk masih melilit ditubuhnya. Tangannya sibuk memilih pakaian mana yang akan ia kenakan. Apa semua wanita sepertinya juga? Pilihannya jatuh pada jeans longgar warna biru dan baju kaos putih kedodoran yang menjadi favoritnya. Hanya sapuan kecil untuk wajah mungilnya karena Liona kepalang irit menggunakan make up. Jarinya sibuk antara membalas chat untuk menenangkan teman- temannya sekaligus membuat janji dengan ojek online yang juga sudah nangkring di depan gang rumahnya.Dengan tergopoh- gopoh Liona berjalan setengah lari ke arah meja yang telah di pesan temannya itu. Dari jarak sepuluh langkah L
“Ka, kita mau kemana? Kamu bawa aku kemana?” Liona panik.Tak mendengar jawaban, Liona berkicau kembali.“Ka, kita mau ke mana? Aku mau pulang.” Tak lama mobil terparkir di bawah gedung apartemen mewah, Liona diam terpaku saat melihat sekelilingnya menatap curiga pada pria di sampingnya. Apa dia benar- benar pria baik? Apa sebaiknya ia lari setelah pintu mobil terbuka. Liona tambah panik dibuatnya.“Temani aku makan malam, jangan harap aku ngenterin kamu pulang setelah kamu hancurin semua rencan pesta ulang tahunku sendiri.”“Tapi kenapa harus disini, kamu bisa makan di restoran.”“kamu gak dalam posisi bernegosiasi, ini semua salah kamu, setidaknya bertanggung jawablah.”Takut dengan hal terburuk Liona menurut dan masuk ke unit milik Arka yang terlampau mewah. Semua yang dilihatnya berwarna charcoal, ada beberapa debu yang dilihatnya di beberapa pajangan menyiratkan bahwa Arka jarang menempatinya. Dua puluh menit menunggu, bel berbunyi dan pesanan makanan sudah tersaji lengkap di me
"Apa harus dia?" irisnya berputar, seperti sedang mencoba memutuskan sesuatu.Minggu pagi, Liona tengkurap di kasurnya dengan lemon tea yang dibuatnya. Otaknya memutar mengingat dan berdiskusi. Jalan apa yang akan dia lalui. Kenapa bisa sangat serumit ini. "Aishh ya sudahlah, aku coba dulu." Liona mengerutkan alisnya, lalu menggeleng tak mengerti. Entah apa yang sedang dirajut di otak kecilnya itu. Beberapa saat kemudin terlihat dirinya yang sedang mencari salah satu kontak di ponselnya. “Halo Bil. Apa kamu ada di kamar?” Terdengar percakapan di telpon“Gue di luar, kenapa? Pintu lo rusak lagi?” Tuduh orang yang berada di sebrang telpon.“Enggak ko, mmm.. Bil bisa ketemu bentar gak, ada yang mau aku diskusikan.”“Tunggu gue balik aja ya, maleman kayanya.”“Oke, gak papa aku tunggu. Kabarin aja kalo udah di kamar.”Liona cemas menunggu, apakah ini akan menjadi keputusan yang tepat. Apa dengan ini dia bisa lari dari Arka dan bisa mengembalikan pertemanannnya seperti semula.Suara ses
“Makasih Bil.” Ucap Liona dalam mobil. Meski belum menyelesaikan sesi latihannya Bily langsung bergegas mengantar Liona pulang. Ia merasa membawa Liona ke sana adalah kesalahannya.“Lo udah bilang itu ribuan kali, sekarang lo tau kan kenapa gue nyuruh lo ganti kostum dari awal?” Liona diam pasrah di ceramahi“Gue gak akan bawa lo ke tempat itu lagi,”“Tapi kesepakatan kita? “ Liona cemas Bily akan membatalkan kesepakatan yang telah mereka buat.“Soal itu lo tenang aja, lo bisa tetap masakin gue buat makan malam. Gue cuma harus nganter jemput lo doang kan? Bikin orang kantor lo percaya kalo kita pacaran.”Liona mengangguk lagi, sebenarnya target utamanya adalah Arka tapi mungkin teman-temannya di kantor akan lebih membantu . Jika Arka tahu Liona punya pacar ia akan berhenti untuk mengganggu Liona...Liona tampak sedikit khawatir, pasalnya ini adalah hari pertama skenarionya akan dimulai. Ia takut mengacaukan semuanya. Apa aku harus kursus acting? Batin Liona.Sampai di area kantornya
Bukkk..bukk..Liona semakin panik tak bisa melerai pertengkaran yang memanas ini, ia juga tak paham apa yang dibicarakan Arka. Sebisa mungkin Liona memisahkan mereka, menghadang di depan tubuh Arka untuk melindungi Bily yang sudah lebih dulu melemah karena pukulan Arka yang tidak di duganya.“Ini alasan kenapa gue gak setuju Tasya sama lo dari dulu, dan sekarang lo jadiin Liona sebagai selingkuhan lo. Lo memang pantes dapetin ini semua.” Bukkk.. Lagi- lagi kepalan Arka mengenai wajah Bily yang sudah tak terbentuk.“STOP… Stop.. aku gak pacaran sama Bily.” Liona berteriak.Arka sontak menghentikan pukulannya.“Aku cuma pura-pura, semuanya bohong. Aku ngelakuin semua ini biar kamu gak gangguin aku. Bily gak salah” Liona menatap Arka nyalang. Berusaha membangunkan tubuh Bily dengan memeluk dan mengangkatnya, namun di cegah oleh Arka yang langsung menarik pergelangan tangan Liona dan menggusurnya paksa menuju parkiran. Liona berontak dan berusaha melepaskan, dia tidak mungkin membiarkan