Dimulai dari melihat potret dirinya yang di simpan secara rahasia di folder milik atasan sekaligus teman lamanya itu membuat hidup Liona berubah penuh tanda tanya. Niat awal ingin menjodohkan temannya dengan bos yang populer justru malah menjerumuskan dirinya sebagai umpan pancingan. Arka saputra yang adalah atasan dan teman lamanya sendiri. Seorang pria pemaksa, dia berusaha menginvasi Liona dengan posisinya, memaksa Liona untuk bersamanya dan berusaha memilikinya seperti seorang pencuri.Kedekatan mereka tidak berjalan mulus, banyak hempasan yang membuat ladang Dandelion terguncang, masa lalu, cemburu, orang ke tiga dan hal rumit yang melilit. Bagaimana cinta itu akan bertahan? Apakah masih ada jalan untuk pulang? Liona tersesat di ladang beracun terlalu dalam.
Lihat lebih banyak"Mau kemana?" Pria di sampingnya segera merasa tersinggung saat Liona berdiri dari posisi duduknya.
"Aku ke toilet sebentar."
Dirinya masih jengah dengan kedua temannya yang beberapa jam lalu memaksanya datang ke tempat itu, sebuah klub mewah yang mereka tahu adalah milik Arka Saputra, atasan Liona yang merupakan incaran salah satu temannya, Livy. Bukan rahasia lagi jika temannya itu sangat menggilai pria yang duduk di sampingnya sejak masa kuliah dulu.
"Aishhh baru minum beberapa teguk saja aku sudah pusing." Liona memukul kepalanya perlahan mencoba untuk tetap sadar sepenuhnya.
"Butuh bantuan?" Liona menatap cermin yang memperlihatkan sosok pria di belakangnya, dengan terkejut ia membalikan tubuhnya menghadap pria itu."Ini toilet wanita, kamu salah masuk." Liona memegang pegangan wastafel demi menumpu berat badannya yang mulai limbung.
"Aku hapal semua kejadian di tempat ini Liona, kamu lupa klub ini milikku?"
Jadi dia masuk dengan sengaja? Liona tak mau berpikir keras, ia sudah terlalu lama meninggalkan teman-temannya.
"Aku tahu, kalau begitu permisi." Baru saja melepas pegangan, Liona limbung lagi yang segera mendapat bantuan dari Arka yang tepat berada di depannya.
"Sepertinya kamu butuh bantuan, sini aku bantu." Tangannya masih terikat di pinggang Liona yang membuat pemilik tubuh itu tidak nyaman.
"Aku bisa jalan sendiri" Liona melepas tangan Arka dan berjalan sendiri.
"Na, kenapa lama banget, liat nih si Meta udah mabuk parah. Kayanya kita harus segera bawa dia pulang deh." Livy menunjuk teman di sampingnya yang sedang meracau tidak jelas.
"Kalian sudah mau pulang?" Arka mendengar percakapan mereka.
"Iya, kayaknya kita harus pulang sekarang. Padahal aku masih betah disini." Livy jujur.
"Na, lo bisa pulang naik taxi gak? Soalnya tempat lo paling jauh di antara kita bertiga. Kalau gue gak segera nganterin Meta, bisa- bisa gue marahin bang Andri."
Selalu seperti ini setiap mereka pergi, Liona ingin sekali memprotes tapi kalimat Livy memang benar juga.
"Oke gakpapa, gue bisa pulang sendiri." Liona membantu Livy membopong tubuh Meta yang sudah tak sadarkan diri sampai ke mobil.
"Na, thanks buat malam ini ya. Karena lo gue bisa ketemu Arka." Senyum sumeringah dari lawan bicaranya membuat Liona sedikit menghangat, bantuan kecil yang ia berikan sangat berarti untuk temannya.
Santai aja, itu bukan apa-apa kok.
Sudah hampir setengah jam Liona berdiri tapi tetap tak menemukan taksi yang lewat di dekatnya, ponsel yang sedari tadi dalam genggamannya sudah lama mati karena kehabisan daya.
"Kenapa malam ini begitu sial, aku ingin segera tidur." Liona berjongkok sewaktu-waktu, kakinya sudah sangat pegal.
"Kenapa belum pulang, bukannya teman kamu udah pulang dari tadi?" Kaca mobil terbuka, menampakkan wajah Arka.
"Aku lagi nunggu taksi." Liona berdiri dari posisi jongkoknya.
"Hampir tidak ada taxi yang lewat sini, apalagi malam begini. Ayo aku antar." Arka berbaik hati memberi tumpangan.
"Tapi_"
"Ayo, aku antar sampai rumah. Aku bukan orang asing." Arka meyakinkan.
Liona melirik selai di tangannya, hampir selai satu pagi. Akhirnya Liona pasrah menerima tawaran Arka untuk masuk ke mobilnya."Kamu sering datang ke klub milikku?" Arka melirik sekilas, wanita di sampingnya yang selalu terlihat ragu saat mengobrol.
"Tidak, ini pertama kali." Liona jujur.
"Pantas saja."
"Hah? Kenapa?"
"Kamu amatir saat minum tadi." Liona tertunduk, entah malu atau apa tapi ia membenarkan kalimat pria di sampingnya.
"Arka, belok kanan." Liona sadar saat Arka memilih jalur yang bersebrangan.
“Kamu pindah kosan?” Arka sempat menyernyit.
"Dari mana kamu tahu?" Setahu Liona, belum ada yang tahu kepindahannya yang baru-baru ini selain temennya.
"Hanya menebak." Balas Arka data.
"Jadi kamu benar-benar baru aja pindah? Kenapa sama tempat lama kamu?"
"Aku hanya merasa kurang aman."
Liona mengarahkan perjalanan mereka ke sebuah share house yang lumayan besar, biasanya di satu rumah di antara beberapa orang. Pemilik share house menyewakan rumah karena sudah lama menetap di rumah barunya.
"Kamu tinggal disini? Ini rumah keluargamu?" Arka penasaran saat pertama kali melihat rumah yang Liona huni.
"Ini share house yang di sewakan, ada beberapa orang yang tinggal," jelas Liona singkat.
"Apa semua penghuninya wanita?"
Liona mulai merasa jengah dengan banyak pertanyaan yang Arka lontarkan, Liona pikir Arka seharusnya tidak terlalu banyak tahu tentang kehidupannya yang tidak akan menjadi hal penting untuk dirinya.
"Ada satu pria, dan dua wanita. Arka, terima kasih tumpangannya. Aku pamit" Liona hendak membuka pintu mobil namun Arka mencekal tangannya.
"Bukannya justru tidak aman berada satu rumah dengan pria di dalamnya? Dia bisa saja pria jahat."
"Aku udah ketemu dia, dia pria baik. Arka, ini udah malam. Aku mengantuk, bisakah aku pergi sekarang?" Mata Liona berhadapan dengan pegangan Arka di tangannya yang segera lepas.
Sedikit berawan tapi tak berani hujan. Langit terlihat sedang dalam mode romantis. Liona tanggap anggun di lobi kantor yang baru saja menjadi tempat kerjanya beberapa bulan yang lalu setelah resmi pindah dari kerjaan sebelumnya.
"Liona, kamu panggil pak Arka ke ruangannya." Marko yang merupakan kepala di divisinya memanggil Liona yang baru saja mendudukan diri di kursi.
"Sepagi ini?" Bahkan Liona belum menghidupkan komputernya dan dia sudah harus menemui Arka di pagi buta, jam kerja baru saja di mulai lima menit lalu.
"Aku juga nggak tau, mungkin ada keperluan mendadak. Datang saja, sebelum dia marah," balas Marko bercanda.
Dua ketukan cukup untuk membuatnya masuk ke ruangan Arka, derap langkahnya menarik perhatian pria yang sedang fokus dengan komputernya beberapa detik lalu.
"Ada apa Bapak memanggil saya." Meski panggilan formal itu selalu membuat Arka jengah, tapi Liona melarang untuk memanggilnya dengan formal di jam kerja.
"Ikut denganku untuk bertemu kali ini."
"Tapi Nadine_"
"Aku tidak akan menyuruhmu kalau dia ada, pergi bersiap dalam lima menit. Aku menunggu di lobi." Liona bersungut dalam hati, kenapa harus dia. Perusahaan tidak harus membayarnya lebih karena pekerjaan ekstra yang dia lakukan.
Liona membuka laptop milik Arka untuk mempersiapkan tayangannya sebentar lagi. Namun matanya tertarik pada nama folder yang serupa dengan namanya dan sengaja mengklik folder tersebut.
"Arka, apa semua ini?"
"Cerai?" Kosa kata itu sangat berat ke luar dari mulut Liona."T-tapi kenapa Arka? A-aku melakukan kesalahan?" Liona seperti pengemis ulung yang memohon agar Arka menatap matanya untuk setidaknya bersuara. Tapi tidak, suaminya itu bahkan memalingkan wajahnya menghadap tembok."Apa kamu bosan denganku? A-apa--""Cukup" satu kata tidak membuat Liona berhenti mempertanyakan arti secarik kertas dalam genggamannya."Apa ada wanita lain? Apa kamu menyesal kita bersama? Kita--"Kalimat selanjutnya hanya menggantung di tenggorokan Liona setelah Arka menyumpal mulut itu dengan lidahnya. Ciuman itu membuat Liona pusing dan kewalahan, seakan isi mulutnya di jelajah dengan semua kehangatan. Ia perlu bicara lebih banyak tapi bibir Arka di bibirnya terasa begitu menggairahkan. Liona lumpuh oleh cumbuan suaminya. "Huhh hnggh" suara itu lolos dari celah bibirnya.Tapi, ada sesuatu yang salah dalam ciuman ini. Liona merasa pipinya mulai basah, tapi ia tidak menangis. Saat ia membuka matanya, ia me
"Arka, apa kamu serius?" Ini pertanyaan ke tiga kalinya dari Adit semenjak Arka menelponnya beberapa menit yang lalu."Kerjakan saja dan berikan padaku kalau sudah selesai" cengkraman di ponselnya kini semakin erat."Tapi--"Arka menutup sepihak panggilan telpon tanpa repot- repot mendengar kelanjutan dari suara asistennya.Ia mengusap wajahnya yang berkeringat, lalu berbalik menuju kamarnya dan Liona."Ar--""Vio sudah tidur?" Arka mendahului kalimat Liona yang menggantung di udara."Ya." Liona mengangguk meski Arka tak sedang melihatnya.Liona mengunyah bibir bawahnya saat merasa Arka tak akan melanjutkan kalimat apapun."Sayang, Adit bilang kamu belum sempat makan malam. Mau aku masak sesuatu sebelum tidur?" Liona bergerak selangkah lebih maju dan duduk di ujung kasur miliknya berdua."Aku lelah sekali, aku akan langsung tidur" Liona menatap jarinya yang tertaut di pangkuannya, ini lebih menakutkan melihat Arka menjadi pendiam seperti sekarang. Bahkan Arka tak bereaksi seperti bi
"DI MANA KALIAN SEMUA?! CEPAT DATANG!"Arka berteriak di seluruh ruangan, tanpa sadar bahwa tak ada orang lain selain pembantu rumah tangga yang baru saja datang baru- baru ini. Dirinya lupa bahwa itu adalah rumahnya dan Liona yang terisolasi, bukan di rumah Mamanya yang penuh dengan security."I-iya tuan." Melihat wanita paruh baya itu hanya membuat kemarahannya semakin meledak."SIALAN, CEPAT PANGGIL AMBULANCE!!"Dengan nafas yang sepuluh kali lebih cepat, wanita itu mengangkat gagang telpon dengan suara bergetar. Ia melakukan apa yang di minta tuannya."Akhh.. A- Arka.. S-sakit" Mata khawatir Arka jatuh kembali ke pangkuannya dimana sang istri yang tengah meringis memegangi perutnya membuat pria berbadan tegap itu kelimpungan."Sayang, bertahan sedikit lagi. Ambulance akan segera datang. Tolong sayang, bernafas dengan baik. Jangan panik, pegang tanganku. Aku akan ada di sampingmu. H-hanya tolong bertahan.." Arka menyuarakan kalimat terakhirnya dengan sedikit bergetar melihat kon
"A-apa yang terjadi Dokter, kenapa- k-kenapa dia menutup matanya?" Liona lolos masuk di antara celah tubuh yang berbaring dan Dokter di sampingnya. Gavin, sang mantan kekasih sekaligus jiwa penolongnya kemarin tengah terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan kepala di perban, mata halusnya tertutup membuat Liona benar- benar ketakutan dengan pikirannya."Tenang nyonya, dia hanya tidur setelah lukanya di jahit. Semuanya baik- baik saja" Terdengar helaan nafas lega dari mulut Liona, ia mengelus dadanya sedikit merasa tenang. Dia tidak yakin lagi apa yang akan dia lakukan jika sesuatu terjadi dengan orang lain demi menyelamatkan dirinya."Terima kasih Dokter" kepalanya menunduk sopan, berterima kasih terhadap kerja keras Dokter yang menangani Gavin.Hatinya terus merasa bersalah, karena beberapa jam yang lalu dirinya bahkan hampir melupakan Gavin karena sibuk menangis di kamar suaminya yang juga sama- sama terluka."Aku selalu membuat orang- orang di sekitarku terluka, kenapa aku
Cekitttt... Pedal rem bergesekan dengan aspal di parkiran basement apartment."CASIE.. TUNGGU.." Gavin melakukan hal yang sama dengan mobilnya, ia memarkir dengan sembarang dan langsung mengejar wanita setengah mabuk itu yang tengah masuk ke dalam lift apartment."Dia gila, astaga" dia terus mengutuk sepanjang kakinya berlari. Setelah memutuskan untuk kembali ke Indonesia untuk mengurusi beberapa hal mengenai pekerjaannya, Gavin di datangi Casie yang menuntut padanya tentang dirinya yang di nilai tidak kompeten terhadap kesepakatan mereka. "Bagaimana kamu bisa membiarkan Arka membawa Liona? Kamu tahu aku sedang mencoba mendapat Arka kembali. Apa kamu lupa?" Kalimat itu yang terlempar dari bibir setengah mabuk wanita itu. Setidaknya sebelum dirinya hilang kendali saat Gavin menjelaskan tentang kehamilan Liona yang baru di ketahui oleh Casie."D-dia hamil? dia hamil anak Arka? Tidak. Tidak.. aku tidak akan membiarkan mereka bersama apapun yang terjadi, aku tidak rela. Liona mengamb
Lenguhan samar tak tertahankan saat sarafnya di ambil alih. Lidah Arka menjelajah ke area yang sudah di kenali, melesak mencari celah untuk menggedor kewarasan Liona yang sedang berperang dengan egonya."Aku.. rindu.. mendengar suaramu, jangan menahannya sayang.."Liona terus menggeliat sambil membungkam bibirnya dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya berusaha memberikan dorongan yang sama sekali tak berarti pada tubuh Arka yang menempel begitu mengikat."Keluarkan.. aku ingin mendengarnya.." Arka menggusur lidahnya semakin dalam, jarinya dengan tanpa di instruksi membantunya membuka jalan untuk membuka dua kancing baju Liona untuk memudahkan aksesnya sampai lidahnya bertemu dengan kedua puting yang merekah seakan siap menjadi hidangan."Hhnggghhh.. akhh..mmff" suara lenguhan dari bibir istrinya membuat Arka tersenyum di sela- sela aktifitas sedangkan Liona justru mengutuk diri karena jebol dari pertahanannya. Tubuhnya rindu dengan sentuhan hangat Arka yang memabukan. Gelen
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen