Home / All / Devil (Indonesia) / 2. Iblis Di Dunia Nyata

Share

2. Iblis Di Dunia Nyata

Author: Abarakwan
last update Last Updated: 2021-01-28 05:49:10

Aku meraung keras sambil menangis. Kumohon, kumohon, kumohon ini semua hanya mimpi! Aku ... hanya bermimpi, kan? Ya, pasti hanya mimpi! Tidak mungkin ada iblis yang bisa menyentuh dan mengisap darah manusia! Tubuhku yang letih ini mungkin karena efek mimpi yang melelahkan! Tapi ... rasa sakit dan lengket di pundak tadi terasa nyata. 

Lelah setelah menangis berjam-jam, akhirnya mataku terpejam dan larut ke alam mimpi. Di dalam mimpi, aku kembali bertemu dengan iblis itu. Iblis bermata hijau yang telah menciumku setelah mengisap pundakku. Tubuhku lagi-lagi tidak dapat bergerak, terasa kaku. Sementara iblis itu berjalan mendekatkali ini ia tidak melayang.

Kuedarkan pandangan ke sekeliling. Ladang lavender yang cantik sejauh mata memandang, dengan aroma harum khasnya. Lavender adalah bunga kesukaanku. 

Iblis itu kemudian berhenti, menyisakan jarak beberapa langkah di depanku. Saat mataku kembali ke wajah tampannya, bibir iblis itu mengulas senyum yang kupikir sangat menawan dan mampu meluluhkan hati setiap wanita yang melihatnya, terkecuali aku.

“Nadja ... keinginanmu adalah ... berciuman dengan orang yang kaucintai di padang lavender, kan? Akan kupenuhi.”

Aku berusaha untuk berbicara, tapi hanya erangan yang keluar. Mataku memelotot padanya dengan penuh ketakutan. 

Bukan orang yang kucintai, tapi suami yang kucintai! Dan bukan kau orangnya!

“Lambat laun, Nadja ... aku akan menjadi satu-satunya pria yang kaucintai. Hanya aku di hati dan pikiranmu, di setiap helaan napasmu. Hanya namaku yang memenuhi otakmu, Xander ....”

Dengan sekuat tenaga mulutku mengeluarkan pekikan yang sangat keras, membuat telingaku berdenging sakit. Lalu bayangan si iblis bermata hijau dan juga ladang lavender bergoyang, lantas hancur berkeping-keping. 

Kemudian mataku terbuka dan mendapati langit-langit kamar temaram yang hanya diterangi cahaya keperakan bulan purnama. Napasku tersengal.

Aku ... hanya bermimpi! Air mata lega menuruni pipiku. Terima kasih, Tuhan.

Tapi ... bagaimana bisa aku bermimpi seperti itu? Terasa sangat nyata! Tubuhku seketika meremang. Aku tidak mau mengingatnya lagi!

Dengan jantung berdebar karena rasa lega, kembali kupejamkan mata, tidak menolak rasa kantuk yang datang. 

***

Aku terbangun saat cahaya matahari mengintip dari sela-sela dedaunan pohon akasia di dekat jendela kamar. Aku bangun dengan perasaan lega yang luar biasa. Bahagia. 

Hari ini adalah hari pertamaku di kampus setelah OSPEK yang dengan susah payah kulalui selama seminggu. Senyum tak pernah lepas dari bibir saat aku memakan roti panggang selai kacang yang disediakan Ibu. Sampai-sampai Lyla, adikku yang genit, menyebutku gila. Radja, kakakku yang tampan, hanya terkekeh melihat. Oh ya, Radja itu seniorku di kampus. Usia kami hanya terpaut tiga tahun. Dengan Lyla, usiaku empat tahun di atasnya.

“Apa roti selai kacang yang kaumakan telah berubah menjadi piza, Honey?” tanya Radja. “Apa itu berkat senior tampan di kampus?”

“Mungkin,” jawabku tak acuh. Aku bahagia. Yes, aku bahagia karena yang kualami ternyata hanya mimpi, meskipun terasa seperti nyata.

“Sebaiknya tidak menggoda saudara kalian di saat sarapan seperti ini,” tukas Ibu menggelengkan kepala sambil meletakkan nampan berisi tiga gelas susu di meja makan. Radja menyukai susu murni mix sirup coco pandan, Lyla menggemari susu murni mix vanila, dan aku sendiri merasa lebih nikmat meminum susu murni tanpa campuran, rasanya tidak ada duanya.

Apa? Kau bertanya ayahku di mana? Ayahku ada, entah di mana, mungkin juga masih tertidur lelap di kamar atau tengah mengurusi pekerjaannya yang tidak jelas, dan aku tidak peduli. Ia memang ayahku, tapi aku tak pernah menganggapnya, begitu juga kedua saudaraku; mereka tidak memedulikan Ayah. Sejak kelas empat di sekolah dasar, rasa benciku padanya mulai mengakar. Pria sialan itu menyelingkuhi Ibu, dan Ibu mengetahuinya namun tidak dapat berbuat apa-apa. Mungkin Ibu sudah tidak mencintai Ayah, tapi ia tidak bercerai karena memikirkan kami bertiga, terutama Lyla. 

Sejujurnya aku lebih suka jika mereka bercerai, karena sampai saat ini, kelakuan Ayah tidak berubah. Main perempuan dan berjudi. Ayah kerap memarahi Ibu tanpa alasan yang jelas, dan aku sangat membencinya. Memang Ayah tidak melakukan kekerasan fisik, tapi tetap saja, aku tidak menaruh simpati padanya. 

Ibu berkata pada kami para anaknya agar berhati-hati dalam memilih pasangan kelak, harus melihat seperti apa kepribadiannya, bukan hanya karena nafsu semata atau perasaan yang disebut cinta buta. Dulu Ibu mati-matian mempertahankan Ayah meski orang tuanya menentang, dan inilah hasilnya. Ibu didera perasaan menyesal, dan tidak ingin ketiga anaknya mengalami hal sama.

Gara-gara Ayah tidak menafkahi kami, Ibu dan Radja harus bekerja. Ibu bekerja sebagai karyawan di toko roti dekat rumah sementara Radja bekerja sebagai asisten dosen di kampusnya dan juga melakukan part-time di toko servis komputer. Aku juga ingin bekerja, tapi Ibu melarang. Ia bilang aku baru boleh bekerja jika sudah kuliah. Dan kini aku sudah kuliah, jadi dengan senang hati aku akan mulai bekerja membantu Ibu dan Radja.

Setelah berpamitan pada Ibu, kami bertigaLyla, aku, dan Radjamengayuh sepeda menuju tempat tujuan kami. Lyla berpisah dengan kami di tikungan kedua, lalu tak berapa lama, Radja mendahuluiku ke kampus karena ia harus mempersiapkan kelas, sementara aku mengayuh sepeda dengan santai, menikmati pemandangan deretan pepohonan di kedua sisi kanan dan kiri jalan yang bernuansa hijau, kuning keemasan, dan merah.

Rasanya dadaku sesak dipenuhi rasa bahagia, sampai kemudian mataku menangkap sesosok pria di dekat parkiran sepeda di kampus. Pria itu, iblis bermata hijau yang ada di dalam mimpi burukku! Dia tengah berdiri tak jauh dari posisiku saat ini, dengan pakaian serba hitam yang membalut tubuh tingginya. Mata hijaunya yang berkilat karena pantulan cahaya matahari pagi, menatapku tajam, dengan sorot yang kental oleh nafsu. Seketika bulu kudukku berdiri. Saat ini juga, rasa bahagiaku sirna. 

Bagaimana mungkin iblis dalam mimpiku kini ada di dunia nyata?!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Devil (Indonesia)   145. Nadja-The Luna (End)

    “Nadja…”“Nadja..” Bisikku.Aku melihat kelopak matanya bergerak perlahan. Sebuah kemajuan.“Nadja…”“Nadja..”Kepalaku terasa berat sekali, aku merasa berada di dalam dunia yang sangat gelap dengan tubuh yang sangat sakit. Seongatku...m Aku tadi memakan sebuah kue, lalu mengantuk. Tapi kenapa aku jadi seperti ini? Aku seperti sadar namun tidak bisa membuka mataku dan aku tidak bisa mengontrol tubuhku. Aku tidak bisa merasakan Jemima berada di dalam tubuhku lagi. Apakah aku sudah mati? Apakah kue itu beracun?Aku, dalam keadaan seperti ini... Dan merasa sangat lama, mungkin berhari-hari atau berminggu-minggu atau berbulan-bulan? Yang jelas, aku berada dalam kehampaan yang sangat lama. Sampai aku merasa ada sebuah sentuhan di tanganku yang sangat dingin, teramat dingin seperti aku terkena frost note, seperti aku tertimpa oleh es batu yang teramat b

  • Devil (Indonesia)   144. Perut Roti Sobek

    “Tidurkan ia di kasur!” Perintah Devanna saat tiba di kabin. Aku sangat khawatir dengan Nadja, karena tubuhnya tak sehangat biasanya.Setelah Nadja kutidurkan di ranjang, Devanna memeriksa tangannya…mungkin memeriksa nadinya, Chralie terlihat memucat… pandangannya beralih dari Nadja kepadaku.“Kau tak merasakan apapun, Xander?” Tanya ayah kepadaku, apa maksudnya?“Nope. Aku baik-baik saja. Apa maksudnya?”“Kalau terjadi apapun yang berbahaya kepada Nadja, kau akan merasakannya… setidaknya kau tak merasakan apapun…berarti tak ada yang serius dengan Nadja.” Jelas Charlie.Aku mengembuskan napas lega, ia benar. Aku tak merasakan apapun, tak ada rasa sakit. Masalahnya adalah aku tak bisa memanggil Jemima, dan Nadja di kepalanya. Aku sama sekali tak bisa menghubungi mereka scara telepati.Devanna, berdiri dan memandang Charlie dengan pandangan cemas. “Ini jauh lebih berbahaya daripada lu

  • Devil (Indonesia)   143. Leher Paman Abe

    Aku mencari Charlie dan Devanna di kabinnya. Ya, dugaanku benar. Mereka ada di sana."Apa yang kalian lakukan di sini?" Tanyaku heran."Xander? Dimana Nadja?" Tanya Devanna menghampiriku dengan wajah gusar. Aku melihat ke arah ayahku yang duduk bersandar di sofa. Ada sebuah cast di kakinya yang terluka."Aku menyembunyikannya di trap door di kamar." Jawabku terus terang.Devanna tak langsung menjawab, ia menengok ke arah Charlie. Aku bisa merasakan ada yang salah di sini."Pamanmu datang!" Ucap Charlie! "Ia mau membunuhku! Sepertinya ia sudah mengambil alih pack house, entah yang lain." Jelas Charlie dengan wajah suram.Aku ingin percaya bahwa Nadja baik-baik saja. Ia aman, hanya aku yang tahu tempat itu...ya ia aman."Xander, ka

  • Devil (Indonesia)   142. Packhouse yang Sepi

    Aku dan Xander sampai di pack house, aku sempat kebingungan bagaimana cara kembali berubah menjadi manusia...karena aku akan berubah dalam keadaan telanjang, atau aku naik ke atas dalam bentuk serigala?"Wait! Kau pakai pakaianku!" Ucap Xander di dalam kepalaku.Aku menengok ke arahnya, serigala Xander berubah menjadi bentuk pria tinggi besar dan tanpa pakaian, ia dengan cepat memakai celana bahannya yang ternyata ia simpan di moncongnya, jadi selama ini ia membawa pakaian dengan menggigitnya! Wow! Smart!Ia lalu memberikan kausnya dan menunjukkannya kepadaku. Aku berubah...aku membayangkan diriku berkaki dua, dan rambutku yang sebahu... Jemari tangan, dan detik berikutnya aku berubah menjadi tubuh manusiaku. Xander langsung meloloskan kaus lewat kepalaku dan memasangkannya dengan sempurna.Jadilah aku dan Xander berada di depan pack house,

  • Devil (Indonesia)   141. Test Pack

    ‘Kau penghianat!’ Ucapku kesal kepada Jem.‘Aku hanya memberitahu Cain!’ Jawabnya merasa tak bersalah.‘Sama saja!’Setengah jam setelahnya, Xander datang dengan membawa satu buah plastic berisi beberapa test pack. Ia sudah gila!Aku memandang aneh ke arahnya. “Kau beli berapa?”“Satu…untuk setiap merek.” Jawabnya menyerahkan semuanya kepadaku. Ada sekitar dua puluh stik pemeriksaan kehamilan dalam plastic itu.“Kau kira aku bisa mengeluarkan urin satu gallon? Untuk mengetes semua alat yang kau beli?” Jawabku kesal, aku berdiri dan masuk ke dalam kamar mandi, setelah membaca instruksi aku melakukannya, walau dalam box instruksi dikatakan bahwa terbaik dilakukan pada urin pertama di pagi hari…ini hanya untuk memastikan saat ini. Besok pagi aku akan men

  • Devil (Indonesia)   140. Japan or Korea?

    Aku dan Lidya ada di kelas ke dua dan terakhir kami di kampus hari ini.“Praktically, Kau akan keluar dari kampus ini…jadi kurasa kau di skors atau tidak, tak akan berpengaruh dnegan IPKmu? Kan?” Tanya Lidya.“Kau mengingatkanku atas derita hidupku Lidya!” Ucapku kesal.“Kapan kau pergi?” Tanyanya.“Xander bilang dalam dua minggu, ia harus berada di dalam pack. Aku meminta liburan, jadi mungkin kami akan pergi lebih awal.”“Kemana?”“Entahlah… Japan or Korea.”“Japan is cool. South Korea…is mouth watering.”“Mungkin Jepang. Ada yang ingin kulakukan di sana.”Lidya mengangguk dan diam, dosen kami telah datang. Aku berpikir, memang Lidya ada benarnya, mau aku belajar atau dapat skors sekalipun…tak akan berpengaruh dengan nilai akhirku. Karena pada akhirnya aku takkan berkuliah di sini lagi.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status