Semua telah berakhir dalam waktu singkat, tetapi terasa cukup panjang dan melelahkan. Akhirnya, dengan gairah nafsu yang bercampur kesedihan, aku telah menjadi tersangka atas pembobolan gawang teman masa kecilku.
Semua terjadi tanpa pernah diduga. Bahkan bertemu kembali dengannya pun tidak pernah terpikirkan.
Aku bersandar pada punggung ranjang sambil memeluk Karina di dalam selimut. Keringat masih terasa lengket di setiap inci tubuhnya. Bau khas tubuhnya menguar.
Dia terpejam, lalu membuka mata dan mulai buka suara.
“Gue udah maafin lo, Adrian. Gue yakin nggak bisa membenci lo berlama-lama. Mana mungkin gue bisa benci sama lo selamanya, karena lo salah satu teman masa kecil berharga gue.”
Benar yang Karina katakan. Dua insan yang selalu bersama dalam suka dan duka memang tidak akan bisa saling membenci.
Meski membenci, pada akhirnya itu hanya sebuah perasaan sementara yang dapat berubah sewaktu-waktu. Rasa bahagia dan ingin memi
Kesuksesan besar film yang aku bintangi bersama Karina menuai banyak pujian dari para tim di agensi.Oleh itulah, maka pesta malam ini terjadi.Tiada yang bisa kukatakan untuk hal ini. Kebanggaan itu bahkan tidak bisa kusemarakkan karena aku merasa ini bukanlah pencapaian yang baik.Di antara gemerlapnya lampu-lampu yang mengiringi musik di halaman agensi, aku hanya bisa duduk sembari menenggak minuman yang beberapa waktu lalu diberikan pelayan.“Malam yang indah, kan, Adrian? Bagaimana perasaanmu saat ini?” tanya Elaine yang baru saja datang menghampiri setelah selesai memberikan sedikit kata pengantar di panggung kecil itu.Sementara itu, meski memandang dengan lamat ke arah para wanita yang sebagiannya tak kukenal sedang bersorak-sorai dan bersulang, aku ditelikung hampa sedemikian rupa.Sambil menunduk, aku menjawab, “Nggak ada perasaan istimewa, kok. Biasa aja.”“Ini pencapaian besar, Adrian. Saya pi
Sekarang, aku bisa merasakan sebuah kesendirian dalam rasa sakit. Tanpa orang yang bisa kuandalkan. Tanpa perhatian dari seseorang. Aku terkapar lemah di atas ranjang dengan napas yang tak beraturan.Hidup sendiri memang adalah pilihanku sendiri. Namun, dalam keadaan-keadaan tertentu seperti ini, aku butuh bantuan orang lain.Manusia tak pernah bisa hidup dalam kesendirian. Sebab, sepi adalah musuh terbesar paling sengit yang harus dikalahkan.Untungnya, aku telah menghubungi Gladis beberapa waktu lalu. Dia akan datang melihat keadaanku. Dan jika memungkinkan, kuminta dia untuk merawatku dalam beberapa waktu kedepan.Terdengar suara pintu terbuka. Aku tahu itu pasti Gladis yang telah tiba dengan langkah tergesa.Beberapa waktu lalu, aku berusaha bangkit untuk membuka gembok yang terpasang pada gerbang dan membuka kunci pintu agar gadis itu dapat masuk dengan mudah.“Adrian! Ya, ampun, Adrian.”Dia datang dengan kepanikan t
Kasihan Gladis. Sepertinya dia bergadang tadi malam sehingga pagi ini belum bangun. Kurasa, dia bukan gadis yang sering terlambat bangun.Jadi, sudah semestinya kesimpulan itu yang bisa aku pikirkan.Maka, dengan ketulusan hati yang sama seperti yang ia berikan, kuselimuti dirinya.“Tidur yang nyenyak, Glad. Berkat lo, gue jadi sembuh sekarang.”Dengan begitu, aku berangkat ke agensi untuk melakukan aktivitas seperti biasa. Meskipun sebenarnya senjata kelelakianku belum bisa digunakan dengan benar. Untungnya, tidak ada jadwal syuting.Paling-paling hanya sesi pemotretan biasa untuk majalah mingguan.“Jadi, kamu sudah sehat hari ini?”Elaine bertanya, lalu menyesap kopi yang masih terlihat hangat karena asap mengepul dari mug.“Ya, tapi gue belum bisa anu. Ya, lo ngertilah.”Lantas, Elaine terkikik. “Anu apa maksudmu, Adrian?”“Anu, ya, anu. Emang apa lagi selai
Gladis menatap lamat kehadiran Sakura di rumahku. Dia terlihat seolah-olah sangat terganggu dan merasa tak nyaman.“Dia siapa, Adrian?”Sambil menggaruk tengkuk yang tak gatal sama sekali, aku menjawab, “Sorry, Glad. Dia partner gue. Atasan gue di agensi minta untuk menampungnya.”“Orang asing, ya?” Gladis memicingkan bola mata.Kali ini, dia terlihat sangat tak ramah. Sepertinya aku memang harus memaklumi hal itu. Sebab, bagaimanapun Gladis menerimaku sebagai seorang kakak, dia tetaplah masih memiliki perasaan lebih dari hubungan seperti itu.Sakura menyunggingkan senyuman manis pada Gladis, lalu membungkuk.“Hajimemashite! Sakura desu!”Semangat yang berapi-api. Kurasa orang Jepang memang seperti itu. Ketegasan adalah ciri khas mereka.Dengan ekspresi malas dan terbilang tak bergairah sama sekali, Gladis menyambut perkenalan diri Sakura.“Gladis.”Sekar
“Aduh! Kenapa, sih, lo keterlaluan banget, hah?! Gue udah bilang sama lo buat nggak anu malam ini!”Mungkin aku memang sudah gila mengomeli seorang perempuan yang bahkan tidak mengerti bahasa yang kugunakan.Sayang. Kekesalan ini sudah mencapai tingkat paling tinggi sehingga sulit sekali untuk bersikap lembut pada Sakura.Aku langsung duduk di sofa sambil memijat pelipis. Sedangkan Sakura berdiri di depanku dengan mode hanya mengenakan dalaman.Dia meraih tanganku perlahan dan menuntunnya ke gundukan miliknya.“Mau apa lo?”Dia tersenyum tipis dan begitu manis, lalu menggeleng pelan. Sakura seperti orang bisu karena tidak bisa berbicara dalam bahasa lokal. Walau begitu, kuyakin dia mengerti hanya dengan melihat ekspresi wajahku.Keadaan tidak memungkinkan dan dia paham betul sehingga kemudian duduk di sebelahku. Kami hanya diam setelah itu tanpa kata apa pun bisa diucapkan.Dalam keheningan itu, seketika
“Kiana, gue boleh tanya sesuatu sama lo?”Gadis yang saat ini kacamatanya tengah berembun itu mengangguk dengan senyuman yang terlihat masih sama.“Boleh. Tanya hal yang gampang aja, ya. Jangan yang sulit-sulit.” Dia terkikik pelan.Keramahannya tidak pernah habis. Bahkan meski dilucuti dingin yang menusuk, dia tetap bersikap seperti tak terjadi apa-apa.Andai aku membawa sweater atau jaket, akan kuselimuti tubuhnya yang menggigil. Namun, seperti yang kuduga, ini tak seperti cerita dalam drama atau novel yang selalu berputar di situ-situ saja.Kemesraan yang terjalin antara dua insan, lalu saling memendam perasaan. Lebih dari itu, aku merasa hidup dalam negeri dongeng dan hanya bersamanya.“Cinta”-Aku menatapnya kali ini-”Menurut lo cinta itu apa?”Dia tampak berpikir sejenak. Memiringkan kepala sehingga dagu lancipnya terlihat tepat di mataku.“Sebentar, ya.”S
Sakura sepertinya telah lama menungguku pulang sehingga tertidur di sofa dengan masih hanya menggunakan dalaman.Memang dasar gadis Jepang lancang!Walau begitu, mengapa aku jadi tersentuh oleh tindakannya, ya?Dia benar-benar gadis yang sangat baik dan polos. Namun, tetap saja Sakura seorang artis film dewasa. Jadi, aku juga tidak boleh lengah pada sikap pantang menyerahnya.Setelah mengambil selimut di kamar, kututupi tubuh gadis itu. Perlahan, matanya terbuka dan menggapai tanganku dengan spontan.Dia hanya memberikan sebuah senyuman, lalu menarikku untuk duduk di sebelahnya.“Tidur aja. Gue nggak akan gangguin lo. Atau lo pindah aja ke kamar biar nyenyak.”Ini, sih, aneh sebenarnya. Dia mungkin memahami kata-kataku dari semacam kontak batin, begitu. Jadi, tidak salah juga jika aku berasumsi bahwa si gadis polos berhidung mungil ini punya semacam kekuatan supranatural.Atau jangan-jangan dia seorang peri yang dat
Ada satu hal yang membuat hati resah dan selalu dikelilingi pertanyaan begitu sulit. Kehadiran Kiana yang kerap kali ada di saat-saat aku sedang dilanda kegalauan.Oleh pemikiran itu, aku berusaha mencari tahu alasan. Dan jika memungkinkan, ingin kubawa ia ke rumahku.Ide yang sangat bagus. Aku perlu mencoba ketulusan yang ia miliki. Seperti yang kutahu, Kiana ialah seorang penulis yang begitu idealis.Seperti apa kira-kira respons yang akan dia tunjukkan ketika mengetahui bahwa diriku berprofesi sebagai aktor bintang panas?Maka, dengan sengajalah aku pergi ke sebuah taman, berharap bisa menemukannya. Di hari-hari tertentu, taman ini memang akan sangat sepi.Hanya saja, bukan hal yang tidak mungkin jika seseorang seperti Kiana menyukai sebuah kesendirian. Walau kemungkinan kami bisa bertemu tidaklah banyak, setidaknya aku telah berusaha.Aku tidak berharap dugaanku benar tentang Kiana. Atau mengharapkan dirinya untuk tetap menghormati laki-