Beranda / Semua / G.A.L.E / Ancaman

Share

Ancaman

Penulis: Nadca
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-24 14:21:00

“Apa Anda suami pasien?” tanya seorang perawat menghampiri Frank.

“Saya pelayannya,” jawab Frank.

Menilik dari ekspresi perawat tersebut, sepertinya ada sesuatu yang mengkhawatirkan. “Ada apa, Sus?”

“Pasien harus dioperasi, Pak. Keadaannya sangat tidak memungkinkan untuk melakukan persalinan secara normal,” ucap perawat tersebut dengan wajah serius.

“Lakukan saja, Sus.” Tanpa banyak berpikir Frank langsung menyetujui.

“Tapi kami harus meminta tanda tangan keluarga atau suami.” Perawat berkata dengan tegas.

Jawaban itu semakin membuat Frank gusar. Ia tidak tahu Jam sudah sampai di mana sekarang. Belum tentu juga lelaki itu akan tiba di sini dalam waktu singkat mengingat hujan sudah mulai turun di luar.

“Apa tidak bisa diwakilkan?” Frank menaikkan sebelah alis. Mencoba untuk membuat negosiasi.

Sang perawat tersenyum. “Prosedur rumah sakit seperti itu, Pak.”

 “Tapi, ini masalah nyawa.” Frank masih mencoba untuk meluluhkan perawat tersebut. Wajahnya terlihat serius sekali.

“Maaf, Pak.” Perawat tersebut menunduk dengan sopan. Seolah mengatakan kalau ia hanya menjalankan tugas.

“Arghh!” Frank berseru kesal sambil memukul dinding.

Akhirnya, Frank kembali ke meja resepsionis untuk meminjam telepon. Beruntung, telepon pertamanya langsung diangkat oleh Jam.

“Aku sedang menuju ke sana,” ucap Jam sebelum Frank bersuara.

“Baguslah. Tapi, istrimu harus dioperasi.” Frank langsung mengatakan tujuannya tanpa berbasa-basi.

Hening sejenak. Jam tidak bersuara. Entah apa yang dipikirkan oleh lelaki itu, padahal istrinya sedang mempertaruhkan nyawa di dalam ruangan sana.

“Jam!” seru Frank tidak sabar. Giginya bergemeletuk, pertanda kalau dia sedang kesal. “Mereka butuh tanda tanganmu.”

“Berikan teleponnya!” perintah Jam.

Frank mengulurkan gagang telepon pada perawat yang tadi menghampirinya. Perawat tersebut menerima gagang telepon dan langsung menempelkan ke telinga.

“Tolong lakukan operasi pada istri saya dengan atau tanpa tanda tangan dari saya. Selamatkan mereka.”

Perawat tampak ragu karena itu berarti ia melanggar aturan. “Ta-tapi, Pak ....”

“Lakukan atau saya tuntut kalian semua kalau sampai terjadi apa-apa dengan mereka,” ancam Jam, “jangankan menuntut seorang perawat sepertimu, menuntut rumah sakit tempat kalian bekerja juga bisa kulakukan.”

Dengan nyali yang sedikit menciut, perawat masih mencoba untuk memberikan pemahaman pada keluarga pasiennya ini. “Saya hanya ....”

“Jam Adrion. Katakan nama itu pada mereka. Tentu kalian tahu siapa dia. Kabar baiknya, kalian sedang berurusan dengan keselamatan istrinya sekarang. Lakukan yang kuminta atau terima sendiri risikonya.” Lagi-lagi Jam memotong kalimat lawan bicaranya.

Mendengar nama itu membuat sang perawat ketakutan. Pasiennya kali ini tentu bukan orang biasa. Ia tak ingin mengambil risiko untuk itu. Akhirnya, dengan berat hati ia mengangguk. “Ba-baik, Pak. Nanti segera lengkapi proses administrasi begitu Bapak sudah sampai.”

“Iya,” jawab Jam pendek. Tangannya langsung menekan salah satu tombol di ponsel.

Telepon ditutup. Tangan sang perawat tampak bergetar. Sepertinya ancaman barusan benar-benar memengaruhi psikologisnya.

“Kami akan segera melaksanakan operasi.” Perawat memberi tahu Frank.

Frank yang mendengar kabar baik itu langsung semringah. Ia tidak peduli apa yang sudah dikatakan Jam sampai membuat perawat ini ketakutan. Yang pasti, sekarang Aleda akan mendapatkan penanganan yang semestinya.

“Terima kasih, Sus,” sahut Frank dengan wajah berbinar.

Tanpa banyak bicara, perawat itu hanya mengangguk dan kembali ke ruangan. Mungkin ia akan berbohong dan mengatakan kalau suami pasien sudah menandatangani surat persetujuan. Atau mungkin akan mengatakan hal yang sebenarnya bahwa ia baru saja mendapatkan ancaman. Apa pun itu, Frank juga tidak peduli. Sekarang tidak ada yang lebih baik dibanding keselamatan Aleda dan bayinya.

Tidak lama kemudian, Aleda dibawa keluar oleh beberapa orang tenaga kesehatan. Brankar didorong dengan cepat menuju ke ruang operasi. Frank juga mengikuti pergerakan orang-orang itu.

“Bertahanlah, Aleda! Jam sedang menuju ke sini,” ujar Frank sambil terus berjalan dengan cepat.

Di sisa-sisa kesadaran, Aleda masih sempat tersenyum. Ia merasa bahagia mendengar nama Jam. Meski sebenarnya akan lebih bahagia lagi kalau suaminya itu ada di sini.

Tidak lama, semua orang menghilang di balik pintu ruang operasi. Tinggal tersisa Frank seorang diri yang duduk di kursi bercat biru. Ia menyandarkan kepalanya ke dinding dan memejamkan mata. Keadaan ini benar-benar membuat kepalanya berdenyut.

“Frank!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • G.A.L.E   Telur Mata Sapi

    “Maaf untuk apa, Sayang? Kau tidak perlu minta maaf. Aku senang karena akhirnya kita bisa bertemu lagi. Aku takut sekali kalau kau hilang.” Gil mengelus rambut Kate dengan halus.Kalimat tersebut terdengar menyakitkan di telinga. Membuat air mata Kate tidak berhenti mengalir. Bahkan sampai membasahi baju Gil.Lihatlah, lelaki itu begitu menyayanginya. Namun, ia sama sekali tidak bisa menceritakan apa yang sudah terjadi. Ia tidak ingin Gil kecewa. Karena hal itu pasti akan berakibat buruk pada kesehatan Gil nantinya.Dalam hati, Kate bertekad untuk menyimpan semua cerita ini sendiri. Alangkah lebih baiknya jika tidak diketahui oleh siapa pun, termasuk Gil. Biarlah kejadian kelam malam itu menjadi kenangan buruk yang jauh tertinggal di belakang sana.“Kau ke mana saja?” Gil melepaskan pelukan dan mengusap air mata di pipi Kate. Bibirnya tampak bergetar ketika mengatakan hal ini. Pertanda betapa hebat gejolak perasaannya di dalam sana

  • G.A.L.E   Maafkan Kate, Ayah!

    Entah butuh waktu berapa lama untuk Kate sampai di rumah. Yang pasti, matahari sudah sempurna tenggelam ketika akhirnya ia sampai di depan pintu rumah.Rumah kecil di permukiman padat penduduk itu terlihat sepi. Kate mendongak dan menatap tulisan Gil Dalton dengan nanar. Hatinya langsung mencelos mengingat ayahnya.Tangan kecil Kate mendorong pintu yang tidak terkunci. Pelan-pelan sekali ia melakukannya. Seolah takut bangunan ringkih ini akan roboh karena sentuhan tangannya. Begitu pintu sudah terbuka sempurna, hanya ruangan kosong dan lengang yang menyapa. Sama sekali tidak ada orang.“Ayah ke mana?” Kate berbicara dalam hati. Ia belum berani mengeluarkan suara. Lebih tepatnya tidak ingin Gil melihatnya dalam keadaan berantakan seperti ini.Pelan-pelan sekali ia mencoba masuk. Kemudian menutup pintu di belakangnya tanpa suara. Ia terlihat seperti maling yang sedang mengendap-endap memasuki rumah orang. Padahal ini adalah rumah ayahnya sendiri

  • G.A.L.E   Lihatlah Gadis Itu!

    “Hei! Lihatlah gadis itu!” Seorang ibu paruh baya berbicara pada temannya sembari menunjuk Kate.Yang ditunjuk hanya bisa menunduk sembari berjalan dengan tertatih. Ia tahu pasti akan menyita perhatian orang. Bagaimana tidak? Penampilannya sungguh acak-acakan. Rambut berantakan, wajah kusut, baju dan celana sobek, badan membiru dan lebam. Tentu saja orang akan bertanya-tanya.Rupanya seruan itu membuat orang-orang yang ada di jalan refleks menoleh. Tentu saja sama seperti yang dipikirkan oleh Kate. Mereka semua memandangnya dengan heran. Kening-kening berkerut, jari-jari menunjuk, mulut-mulut berbisik.“Mama, Mama, apakah itu orang gila?” Seorang anak kecil bertanya pada ibunya sambil menunjuk Kate.Wajar saja kalau anak kecil itu berpikir demikian. Penampilan Kate memang sangat tidak meyakinkan untuk disebut manusia normal.Dituduh seperti itu, hati Kate rasanya sakit sekali. Ia benar-benar tidak memiliki harga diri sekaran

  • G.A.L.E   Aku Harus Pulang!

    Bumi berputar sebagaimana mestinya. Sama sekali tidak peduli dengan seorang gadis malang yang kembali tidak sadarkan diri di lantai sebuah bangunan kosong. Gadis yang kehilangan seluruh harapan hidup karena tingkah manusia serakah tak punya hati.Kadang semesta memang memberikan rasa sakit tak berkesudahan untuk segelintir orang. Rasa sakit yang tidak akan pernah ditemukan obatnya. Yang setiap harinya akan terus mengalirkan darah tak kasat mata. Luka menganga yang tidak akan bisa dilihat oleh mata manusia normal. Hanya orang-orang berhati bijak yang akan menyadari betapa dalamnya luka tersebut.Akan tetapi, semesta selalu bekerja dua sisi. Ketika memberikan rasa sakit, ia juga sedang menyiapkan alasan di balik semua itu. Sama seperti yang dialami oleh Kate sekarang. Memang saat ini ia belum mengerti atau mungkin tidak akan pernah mengerti. Namun, kejadian hari ini sangatlah berarti untuk seseorang di masa depan sana. Seseorang yang tidak sengaja terhubung dengannya nan

  • G.A.L.E   Kenapa Aku, Tuhan?

    “Apa yang sudah terjadi?” Kate berseru histeris. Entah kekuatan dari mana yang membuatnya bisa berteriak sekuat itu.Bagaimana tidak histeris? Ia terduduk di atas tanah tanpa ada selembar benang pun yang menempel di badannya. Dengan cepat ia mengedarkan pandangan. Bajunya berceceran tidak jauh darinya.Tanpa pikir panjang, gadis malang itu beringsut untuk memungut pakaian. Wajahnya bersemu merah. Sedih, marah, malu, semuanya bercampur di sana. Benar-benar tidak bisa dideskripsikan dengan kalimat. “Apa yang sudah terjadi sebenarnya?” batinnya sambil terus bergerak.Sayangnya, baju itu tidak lagi utuh. Selain kotor, ada beberapa bagian yang sobek. Sepertinya ditarik dengan paksa. Namun, ia tetap mencoba untuk mengenakannya. Lebih baik ada yang sedikit sobek daripada tidak memakai selembar kain pun.Setelah bersusah payah untuk menggerakkan badan ketika memakai baju, sekarang penampilan Kate sedikit lebih baik. Meski masih sama kacaun

  • G.A.L.E   Tolong Aku!

    Arizona, 1984Matahari sudah keluar dari peraduannya sejak tadi. Menghangatkan tanah yang diguyur hujan deras semalam. Menguapkan embun yang masih bertengger di atas dedaunan.Di ujung gang dekat rumah kosong, Kate tergeletak tidak berdaya. Hangatnya matahari pagi bahkan tidak bisa membuatnya tersadar. Ia masih diam di tempat. Tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Kalau saja gang ini dilewati orang, pasti mereka akan berpikir kalau Kate adalah seorang mayat.Tanpa peduli dengan tubuh lemah yang tergolek di bawah sana, matahari terus saja beranjak naik. Melaksanakan tugas hariannya. Menghangatkan bumi untuk kemudian memanggangnya. Seperti siang ini misalnya. Suhu bumi meningkat beberapa derajat dibanding tadi pagi. Matahari sedang semangat-semangatnya memancarkan sinar.“Bangun, Kate!” Kesiur angin seolah berbisik membangunkan gadis tersenyum.Perlahan-lahan, Kate menggerakkan jari. Untuk kemudian mulai membuka mata. Namun, r

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status