Tunggu dulu … dia adalah pria yang mencium Elora di kelab malam seminggu yang lalu.
Elora berusaha menyembunyikan wajahnya dibalik gelas plastik kopi, yang tentu saja percuma, dan mendesak dirinya sendiri lebih ke sudut. Elora berharap bisa melebur bersama dinding lift, atau menghilang tiba-tiba dari kotak kecil ini.
Saat pria itu masuk, mata mereka bertemu, dan Elora langsung mengingatnya. Sepasang netra berwarna biru kobalt yang berpendar. Elora kira malam itu dia mengenakan lensa kontak, namun sepertinya itu warna asli matanya. Indah … dan dingin.
“Apa aku mengenalmu?” Si pria bertanya, suaranya tanpa minat. Mungkin dia sudah sering berhadapan dengan cewek-cewek, jadi dia bersikap seolah tak punya ketertarikan pada Elora. Seharusnya dia sadar bahwa Elora juga tidak punya minat untuk bercakap-cakap.
Elora tak lantas menjawab pertanyaan itu, ia menunduk dan mengangkat gelas kopinya agar menutup sudut wajah yang terekspos.
“Tidak,” jawab Elora, lirih.
Bukannya menjauh atau berbalik memunggungi Elora, pria itu justru semakin dekat. “Aku pernah melihatmu.”
“Tidak pernah.” Elora memajukan satu kakinya, menghentikan langkah model tinggi tampan sialan itu. “Jangan dekat-dekat.”
Elora membayangkan lelaki itu merengut penuh tanya. “Kenapa? Aku tidak akan menggigit.”
Ya, tapi kau bisa tiba-tiba mencium. Dan aku sangat takut pada laki-laki.
Ting!
Suara lift yang telah sampai di tujuan mengalihkan perhatian mereka berdua. Pintu lift terbuka, dan ada beberapa orang yang berdiri di baliknya. Salah satunya adalah Javier.
“Selamat siang, Caspian! Kau datang tepat waktu,” sambut kepala departemen produksi, yang Elora tak ingat namanya karena ia masih gamang atas kehadiran Caspian.
“El, kau sedang apa?” Itu suara Javier. Dia mengerenyit heran sembari memandang Elora dari atas ke bawah. Pasti Elora kelihatan seperti orang bodoh, yang berjengit di sudut seperti habis melihat hantu.
“Ah—maaf.” Elora bergegas keluar dari lift, melewati Caspian. Wangi tubuh Caspian langsung menyergap indra penciuman Elora. Bau hutan yang pekat, lembab, dan segar. Memberikan sebuah ketenangan yang misterius.
Sepertinya Elora berhenti sepersekian detik karena terpana oleh pesona wangi tubuh Caspian, sampai akhirnya ia menyadarkan diri dan kembali berjalan. Elora sudah tak bisa berpikir jernih, sampai Javier mencengkeram lengannya saat mereka berpapasan.
“Kau pikir kau mau ke mana, Nona muda?”
“Ke ruanganku.”
“Studio tiga. Sekarang,” desis Javier, yang lantas menyeret Elora tanpa ampun hingga nyaris menumpahkan kopi ke pakaiannya.
Caspian dan yang lainnya sudah berjalan lebih dulu menyusuri koridor tanpa jendela yang berdinding hitam. Cahaya lampu neon putih memberikan nuansa kontras yang terkesan futuristik pada lorong ini.
“Kau mengenalnya?” bisik Javier. Mereka berdua berjalan dalam jarak yang cukup aman dari jangkauan pendengaran yang lain.
“Nanti kuceritakan,” balas Elora, yang juga dalam bisikan.
Javier memicingkan mata, kelihatan senang. Seperti mereka tengah melakukan konspirasi licik saja. “Sepertinya cerita yang seru.”
“Cerita yang menyebalkan,” koreksi Elora cepat.
Tanpa Elora sadari sedari tadi ia melekatkan tatapannya ke punggung Caspian yang bidang, yang dibalut kaos warna hitam legam. Sepertinya dia penyuka warna gelap. Memang warna-warna suram sangat cocok dengan tampilannya secara keseluruhan.
Caspian tengah sibuk berbincang dengan seseorang dari bagian copy writer, yang lagi-lagi namanya tersendat untuk muncul dalam ingatan Elora. Bagaimana bisa Caspian memberinya efek amnesia parah dalam waktu singkat. Tidak mungkin ketakutan dan kebencian Elora pada pria begitu mudah lenyap karena dirinya kan?
Akhirnya mereka sampai di studio tiga yang berada di ujung koridor. Sebenarnya syuting iklan akan dimulai dari trotoar di depan gedung perkantoran. Studio hanya digunakan sebagai tempat persiapan.
Semua pihak yang terlibat segera berkumpul untuk mendengarkan pengarahan singkat dari ketua proyek. Demi menjaga kelancaran pengarahan, Elora menyingkir cukup jauh di sudut. Ia tak mau keberadaannya mengganggu konsentrasi tim. Elora sibuk menyesap kopi yang mulai kehilangan kehangatan. Sebenarnya kopi di kafetaria tidak terlalu enak, tetapi Elora tak punya waktu untuk pergi ke luar.
“El!” panggil Javier, yang lalu menggerakkan tangan agar Elora mendekat. Elora membelalakkan mata, tanpa sadar ia melirik sekilas pada Caspian yang ikut melihatnya seperti semua orang yang ada di situ.
“Ya?” Elora menjawab panggilan itu dengan langkah ragu.
“Aku hanya ingin memastikan tidak ada perubahan pada konsep yang telah kita sepakati,” ucap ketua proyek.
“Tidak. Jika ada, tentu aku sudah memberitahumu sebelum kita mengeksekusi proyeknya kan?”
“Bisa kau jelaskan lagi secara singkat, cerita dari iklan ini? Hanya untuk memastikan bahwa pemahaman kita sama.”
Elora nyaris memutar mata. Ketua proyek kali ini sangat senang melakukan pengecekan sampai sepuluh kali pada setiap detail konsep iklan. Mungkin terdengar bagus, memastikan segala sesuatunya sampai beberapa kali. Tetapi tidak untuk sekarang, ini membuang-buang waktu.
Elora menyempatkan diri untuk menenggak kopinya hingga tandas sebelum memenuhi permintaan ketua proyek. “Iklannya bercerita tentang seorang pria yang datang ke kantor dengan hanya mengenakan celana dalam. Karena celana dalamnya sangat bagus, nyaman, dan membuatnya luar biasa keren, sehingga ia mau menunjukkan pada dunia seperti apa celana dalam itu.”
“Celana dalam yang kupakai sekarang juga keren. Mau kutunjukkan?” celetuk Caspian. Elora bisa menangkap seringai tipis di ujung bibir Caspian. Bukan seringai menggoda, tapi lebih seperti cemooh.
Elora mengatupkan rahang. Ia tak bisa menemukan jawaban cerdas untuk membungkam hinaan itu. Jadi Elora hanya mengatakan, “Tidak, terima kasih.” Lalu Elora kembali pada ketua proyek. “Bagaimana, Ketua? Apakah pandangan kita sudah sama?”
Ketua proyek mengangguk setuju sambil mengacungkan jempol.
“Oke. Sekarang, model silakan bersiap. Yang lain, laksanakan tugas sesuai dengan pembagiannya!”
Tanpa perlu disuruh dua kali, semua orang mulai berpencar dan melakukan tugas masing-masing. Elora berjalan menuju ke tempat sampah yang ada di dekat pintu masuk. Ia menginjak pedal untuk membuka tutup tempat sampah, lalu membuang gelas plastik ke dalamnya.
“Embusan napas panjang itu berarti sesuatu.” Suara Javier yang muncul tiba-tiba membuat Elora terlonjak.
“Apa lagi kali ini?” Elora menatap Javier jengkel.
“Sekarang kita hanya perlu jadi mandor. Jadi kau punya waktu untuk bercerita padaku soal apa yang terjadi antara dirimu dan Caspian itu.”
“Kami berciuman.” Elora segera menyadari bahwa keterangannya salah saat melihat wajah syok Javier, jadi Elora segera meralatnya. “Dia tahu-tahu datang dan menciumku.” Elora pun menceritakan kejadian di kelab malam.
Wajah Javier berubah murung. “Kau tidak apa-apa?”
Elora tahu apa yang dimaksud Javier. Dia membahas soal trauma yang coba Elora sembuhkan.
“Aku terguncang … tapi selebihnya aku baik-baik saja.” Elora memaksakan senyum, yang hanya menjadi lengkungan lemah di bibirnya.
“Kalau kau perlu datang ke psikiater lagi—“
“Tidak, Javier. Sungguh, aku baik-baik saja.” Sepertinya Javier tidak percaya begitu saja, jadi Elora menambahkan, “Ya, itu menakutkan. Tapi anehnya, aku tidak merasa setakut yang aku kira. Setelah dia pergi waktu itu, aku langsung baik-baik saja.”
Elora tercenung mendengar pernyataannya sendiri. Bagaimana bisa ia baik-baik saja? Rasa-rasanya tidak mungkin … tapi nyatanya memang begitu.
Elora membuang pandangan ke tengah studio. Kenapa matanya kini selalu mencoba mencari keberadaan Caspian?
*
“Apa yang sudah aku lakukan?” tanya Archer. Ia tidak terdengar takut, malah cenderung penasaran.“Tak usah pura-pura bodoh. Kami mengawasi gerak-gerikmu di North Island, dan kami tahu kedatanganmu ke sini membawa sebuah misi.”Rahang Kate terkatup rapat. Seharusnya ia mendesak Archer agar mau mengatakan yang sebenarnya tadi, sehingga Kate tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Apakah Archer tengah menyelidiki sebuah kejahatan besar yang berkaitan dengan kawanan manusia serigala?Apa mereka termasuk dalam jaringan obat-obatan terlarang yang dulu diperdagangkan oleh Cooper?Terlalu banyak kemungkinan di dalam benak Kate, hingga membuat kepalanya sakit.“Aku tidak mengerti apa yang kalian katakan,” ucap Archer.Satu tembakan terdengar, disusul oleh suara sesuatu yang berat jatuh ke tanah.“Berani berboohong lagi, dan kali ini nyawa Alphamu akan melayang.”Kate mematung. Apa merek
Kate tak bisa menemukan Caspian dimanapun pagi ini. Dia tidak ada di ruang kerja, di kamar, di bagian manapun di kastil. Ia baru saja hendak menelepon Caspian, saat ponselnya berbunyi dan sebuah pesan masuk. Itu dari Caspian.Tolong berikan dokumen yang ada di atas meja kerjaku kepada Aiden. Kau harus memberikannya pagi ini juga.Kate mengangkat satu alis dan mengerenyit. Dokumen apa yang membuat Caspian memberi perintah yang begitu mendesak? Kate pun kembali ke ruang kerja Caspian dan mengambil sebuah amplop cokelat dari atas meja kerjanya. Sebuah amplop dengan tulisan RAHASIA berwarna merah.Karena hari masih pagi dan jarak yang ditempuh tidak begitu jauh, Kate memutuskan untuk berjalan kaki menuju ke tempat Aiden. Sesampainya di sana, bukannya bertemu dengan Aiden, Kate justru disambut oleh Archer di depan pintu masuk.“Aku mau bertemu Aiden.”“Ada apa?”Kate mengacungkan amplop cokelat ke hadapan Archer. “Ca
“Aku rasa aku bertemu jodohku.” Caspian melengkungkan sebelah alis mendengar kata-kata Kate. “Aku rasa?” ulang Caspian, sangsi. “Kalau kau masih ragu dan menggunakan kata ‘aku rasa’, kupikir dia bukan benar-benar jodohmu. Kau bisa langsung mengetahui jodohmu begitu kalian bertatapan mata. Seperti aku dan—“ Kate mengangkat satu tangan ke hadapan wajah Caspian, memintanya untuk berhenti. “Aku tahu.” Ia lalu menggaruk bagian belakang kepala yang tidak gatal. “Maksudku—yeah… dia jodohku.” “Tapi?” sahut Caspian. “Tapi … aku tidak tahu apakah dia merasakannya juga.” Caspian meletakkan buku yang tengah ia baca ke atas meja kerja. Dia sedang membaca jurnal peninggalan Alpha yang menyinggung soal keluarga leluhur Elora saat tiba-tiba Kate masuk ke ruang kerja dan mengatakan hal yang membuat Caspian mengernyit. “Begini saja,” kata Caspian sembari memijat pangkal hidung, “ceritakan padaku dari awal pertemuanmu dengannya.” Kate mengangkat bahu lal
Pesta tahunan manusia serigala.Menurut Amber ini adalah acara paling konyol yang diadakan oleh sekumpulan makhluk mitos terkuat di muka bumi. Sebagai keturunan langsung dari salah satu pimpinan kawanan manusia serigala terbesar di Inggris, sedari kecil ayah Amber sudah menanamkan pikiran bahwa pesta perjodohan membuat manusia serigala terlihat lemah. Romansa bukanlah hal yang cocok untuk kaum mereka.“Kau akan mengenakan pakaian seperti itu ke pesta?” Brittany menusuk Amber dengan tatapan khasnya yang sinis dan menyebalkan. “Lebih baik kau kembali ke Inggris sekarang juga dan katakan pada ibumu kalau aku tidak akan membantumu mencari pasangan.”“Kenapa aku harus punya pasangan?” protes Amber, yang lalu menoleh ke cermin panjang di sampingnya. Benda itu memantulkan sosok Amber yang pucat, dengan rambut merah keriting yang mencolok, serta sebuah sweater usang warna biru dan celana jins yang robek di bagian paha dan lutut. Oh, j
Elora bergeming saat pria yang hampir memasuki usia seratus tahun itu menjatuhkan cangkir teh dari tangannya. Itu wajar. Tidak akan ada orang yang tidak terkejut menyaksikan kehadiran tamu tak diundang di salah satu ruangan pribadi di rumah penuh penjagaan seperti ini. Lelaki ini pastilah hendak bersantai, mungkin sembari membaca buku favoritnya, menikmati masa pensiun di rumah megah yang dibangunnya dari kerja keras.“Selamat malam,” sapa Elora. Ia berusaha bersikap sopan, setidaknya mungkin itu bisa menebus kelancangannya karena sudah menerobos masuk ke rumah Alfonso. Ya, dia adalah pria kaya raya yang dulu pernah Elora kunjungi bersama Caspian dan Brittany. Secara teknis mereka belum pernah bertemu dan bercakap-cakap dengan layak, karena yang Elora temui waktu itu adalah manusia serigala yang menyamar menjadi Alfonso.Elora melepaskan diri dari dinding, setelah cukup lama bersandar di sana sembari menunggu kedatangan Alfonso.“Maaf karena ak
“Siapa kau?”“Kau tak punya hak untuk tahu.”Elora memastikan tali yang melilit seorang pria di hadapannya bersama dengan kursi yang didudukinya sudah kuat, sebelum Elora menyeret kursi pria itu melintasi ruang tamu, menuju ke luar.“Hei! Apa yang kau lakukan! Ke mana kau akan membawaku!” Pria itu berteriak, setengah marah setengah takut. “Lepaskan aku! Aku akan memberikan apapun yang kau inginkan! Lepaskan aku!”Awalnya Elora tak menanggapi teriakan itu, tetapi lama kelamaan ia merasa terganggu. Walapun tak ada orang lagi dalam jarak setidaknya satu kilometer dari tempat Elora berada sekarang, dan saat ini sudah lewat tengah malam, tetap saja Elora merasa gelisah, khawatir jika ada orang yang mendengar mereka. Bagaimanapun juga, pekerjaan seperti ini tidak pernah Elora lakukan sebelumnya.Hëna lah yang menuntunnya ke rumah ini, yang berada jauh di tengah hutan, tempat di mana nyaris mustahil ada
Suasana malam di bulan Maret membawa kenangan tersendiri pada Elora. Ia memandang jernihnya langit gelap dan terangnya rembulan dari balik pepohonan lebat di hutan utara South Island. Satu tahun hampir berlalu setelah Elora berada dalam pengasingan. Hidup berpindah-pindah seperti manusia zaman dahulu. Tanpa rumah. Tanpa keluarga. Tanpa harta.Untungnya Elora sudah terbiasa. Ya, ia sempat punya keluarga, dan mendapatkan perhatian penuh dari orang yang mencintainya bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilupakan. Namun, kesendirian sudah menjadi takdir hidup Elora.Sejauh ini Hëna belum pernah menampakkan wujudnya langsung. Dia hanya muncul dalam mimpi-mimpi, di tengah tidur Elora yang selalu gelisah. Dalam dunia di bawah alam sadar itu, Elora selalu berada di tempat yang sama. Padang rumput tanpa batas, dan wanita bercahaya itu bersuara dalam bahasa yang tidak pernah Elora dengar, tetapi ia mengerti artinya.Hëna memerintahkan Elora untuk hidup layaknya pen
Sepuluh tahun kemudian ….Caspian mematut diri di depan cermin panjang yang ada di kamarnya. Hari ini merupakan hari yang sangat penting dalam hidupnya. Hari yang ia tunggu-tunggu kedatangannya selama sepuluh tahun terakhir.Caspian sengaja membuka pintu kamar, karena ia tengah menunggu kedatangan seseorang. Saat Caspian sedang membetulkan posisi jas yang melekat di tubuhnya, pintu kamar menyentak terbuka dan seseorang berlari masuk sambil berteriak.“Paman!!”“Sudah ibu bilang, panggil dia Alpha!”Satu pukulan keras terdengar, dan suara anak kecil yang berteriak kesakitan menyusul setelahnya. Caspian mengernyit, ikut merasakan sakit di kepala anak lelaki itu. “Tidak apa-apa, Kate. Dia kan keponakanku.”“Kalau aku biarkan, dia akan bersikap seenaknya padamu, Cas!”“Mama menyebalkan!” teriak Cooper, lalu dia berlari pergi meninggalkan Caspian dan Kate.Caspian te
“Elora!”Caspian berteriak memanggilnya, tetapi Elora terus berlari. Mereka memporak-porandakan salju di bawah kaki mereka, menerobos ranting-ranting kering dan menantang udara yang menggigit kulit. Elora berada dalam wujud manusia serigala, dan dia berlari lebih cepat dari pada Caspian.Caspian terus mengejarnya, tetapi yang bisa ia lihat hanyalah punggung Elora yang semakin menjauh. Sampai mereka tiba di tepi sungai yang gelap dan nyaris membeku. Elora tiba-tiba berhenti, lalu berbalik. “Jangan mendekat!” pekiknya. Caspian berhenti beberapa meter dari Elora. Paru-parunya terasa nyeri, dan lukanya berdenyut seperti jantung kedua.“Elora.” Caspian mengucapkan nama Elora dengan hati-hati, seakan namanya begitu sakral dan mengandung sihir. Satu kata itu mampu menggambarkan betapa rindu dan putus asanya Caspian. Dia berjalan mendekat, mengubah dirinya menjadi manusia lagi. Seketika, hawa dingin menyerbu Caspian, memperparah kondi