“Apa kau yakin?” tanya Cooper. Dia masih belum percaya pada teori yang Zed kemukakan. Kawanan pelindung bulan sudah lama punah, dan tak ada cukup bukti bahwa mereka memang mewarisi kekuatan Hëna. Tetapi Zed sudah melakukan banyak penelitian, menghubungkan segala kejadian, hingga dia bisa mengambil kesimpulan; masih tersisa satu manusia serigala dari kawanan itu. Dan dia adalah seorang wanita.
“Tidak salah lagi,” jawab Zed.
Mereka tengah duduk di balkon restoran Sacred Storm. Malam ini bulan purnama, dan karena sedang musim liburan, banyak turis yang datang ke sini, diantaranya adalah para wanita lajang. Mangsa-mangsa empuk untuk memuaskan gairah Zed. Cooper senang menemaninya karena dia mengatakan wanita itu kelihatan lucu saat sudah jatuh dalam rayuan Zed. Walaupun Cooper sering mengatakan bahwa perilaku Zed tidak bermoral, tetapi Zed tahu kalau Cooper juga menikmatinya. Melihat bagaimana para wanita tak berdaya di hadapan mereka.
&
“Sisanya bisa kalian tebak,” ucap Zed. “Dia mengonfrontasiku, dan karena kami sama-sama merasa gelisah dengan rahasia kami masing-masing, kami mulai beradu mulut. Aku sengaja membawanya ke tepi hutan yang jauh dari kota. Aku merasa pembicaraan kami tidak akan berjalan lancar, jadi aku bersiap untuk kemungkinan terburuk.”“Kau—kau yang membunuh Cooper?” Caspian terkesiap.Elora tak bisa melihat Caspian saat ini, tetapi ia bisa membayangkan betapa hancurnya Caspian mengetahui satu demi satu kenyataan pahit yang terjadi di sekitarnya.Elora kira Zed akan tertawa dan mengakuinya dengan bangga. Namun, hanya ada reaksi dingin dari pertanyaan Caspian. “Apa kau tidak mendengar penjelasanku? Sahabatmu itu menjual obat-obatan!! Dan kau marah karena aku telah membunuhnya?? Kau seharusnya berterima kasih padaku!! Aku telah menyingkirkan masalah dari kawananmu!!”“Kau sudah membunuhnya! Kau membunuh Cooper da
“Hëna.”Suara Arapeta berada di ambang batas pendengaran Elora. Antara sadar dan tidak, Elora bisa melihat segala sesuatu di sekelilingnya, namun di saat bersamaan ia tak mampu merasakan kehadiran tubuhnya. Elora bagai melayang di lapisan dimensi yang lain, yang kenampakannya sama seperti dunia yang ia tahu.“Tidak,” sangkal seseorang. Napas Zed berada dekat dengan telinga Elora, membisikkan penolakan yang penuh keraguan. “Hëna tak akan sudi menemui manusia-manusia serigala rendahan seperti kalian! Dia terlalu suci untuk dipandang oleh mata yang tak tahu diri!”“Lihat siapa yang bicara,” sahut Javier. “Maksudmu, sang dewi bulan tidak sudi melihatmu kan?”Desing peluru membelah malam, dan lenguh kesakitan terlempar keluar dari bibir Javier. “Keparat.” Zed menggertakkan gigi saat tahu tembakannya hanya mengenai tepi lengan Javier.Zed kembali menarik pelatuk, tetapi pis
“Jangan bergerak,” ucap Brittany, sembari memukul dada Caspian dengan kepalan tangannya yang sekeras batu.“Aw!” Caspian mengaduh. “Brit, kau sadar kan kalau aku sedang sakit?”“Tidak. Lukamu seharusnya sudah sembuh sekarang.”“Aku masih dalam proses pemulihan.”“Omong kosong.”“Apa kau pernah ditembak dengan peluru perak??”Brittany berhenti menyanggah. Dia mengangkat bahu lalu mengerling ke arah nakas di samping ranjang Caspian. “Aku masih belum bisa menemukannya,” gumam Brittany. “Seolah dia menghilang dari dunia ini.”“Dia belum mati. Aku bisa merasakannya.”“Bagaimana kalau kau berhenti mencarinya? Ini sudah satu bulan, Cas.”“Baru satu bulan, Brit.”Brittany menghela napas panjang, lalu saat dia kembali menatap Caspian, seulas senyum tersungging di bibir merah mudany
“Elora!”Caspian berteriak memanggilnya, tetapi Elora terus berlari. Mereka memporak-porandakan salju di bawah kaki mereka, menerobos ranting-ranting kering dan menantang udara yang menggigit kulit. Elora berada dalam wujud manusia serigala, dan dia berlari lebih cepat dari pada Caspian.Caspian terus mengejarnya, tetapi yang bisa ia lihat hanyalah punggung Elora yang semakin menjauh. Sampai mereka tiba di tepi sungai yang gelap dan nyaris membeku. Elora tiba-tiba berhenti, lalu berbalik. “Jangan mendekat!” pekiknya. Caspian berhenti beberapa meter dari Elora. Paru-parunya terasa nyeri, dan lukanya berdenyut seperti jantung kedua.“Elora.” Caspian mengucapkan nama Elora dengan hati-hati, seakan namanya begitu sakral dan mengandung sihir. Satu kata itu mampu menggambarkan betapa rindu dan putus asanya Caspian. Dia berjalan mendekat, mengubah dirinya menjadi manusia lagi. Seketika, hawa dingin menyerbu Caspian, memperparah kondi
Sepuluh tahun kemudian ….Caspian mematut diri di depan cermin panjang yang ada di kamarnya. Hari ini merupakan hari yang sangat penting dalam hidupnya. Hari yang ia tunggu-tunggu kedatangannya selama sepuluh tahun terakhir.Caspian sengaja membuka pintu kamar, karena ia tengah menunggu kedatangan seseorang. Saat Caspian sedang membetulkan posisi jas yang melekat di tubuhnya, pintu kamar menyentak terbuka dan seseorang berlari masuk sambil berteriak.“Paman!!”“Sudah ibu bilang, panggil dia Alpha!”Satu pukulan keras terdengar, dan suara anak kecil yang berteriak kesakitan menyusul setelahnya. Caspian mengernyit, ikut merasakan sakit di kepala anak lelaki itu. “Tidak apa-apa, Kate. Dia kan keponakanku.”“Kalau aku biarkan, dia akan bersikap seenaknya padamu, Cas!”“Mama menyebalkan!” teriak Cooper, lalu dia berlari pergi meninggalkan Caspian dan Kate.Caspian te
Suasana malam di bulan Maret membawa kenangan tersendiri pada Elora. Ia memandang jernihnya langit gelap dan terangnya rembulan dari balik pepohonan lebat di hutan utara South Island. Satu tahun hampir berlalu setelah Elora berada dalam pengasingan. Hidup berpindah-pindah seperti manusia zaman dahulu. Tanpa rumah. Tanpa keluarga. Tanpa harta.Untungnya Elora sudah terbiasa. Ya, ia sempat punya keluarga, dan mendapatkan perhatian penuh dari orang yang mencintainya bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilupakan. Namun, kesendirian sudah menjadi takdir hidup Elora.Sejauh ini Hëna belum pernah menampakkan wujudnya langsung. Dia hanya muncul dalam mimpi-mimpi, di tengah tidur Elora yang selalu gelisah. Dalam dunia di bawah alam sadar itu, Elora selalu berada di tempat yang sama. Padang rumput tanpa batas, dan wanita bercahaya itu bersuara dalam bahasa yang tidak pernah Elora dengar, tetapi ia mengerti artinya.Hëna memerintahkan Elora untuk hidup layaknya pen
“Siapa kau?”“Kau tak punya hak untuk tahu.”Elora memastikan tali yang melilit seorang pria di hadapannya bersama dengan kursi yang didudukinya sudah kuat, sebelum Elora menyeret kursi pria itu melintasi ruang tamu, menuju ke luar.“Hei! Apa yang kau lakukan! Ke mana kau akan membawaku!” Pria itu berteriak, setengah marah setengah takut. “Lepaskan aku! Aku akan memberikan apapun yang kau inginkan! Lepaskan aku!”Awalnya Elora tak menanggapi teriakan itu, tetapi lama kelamaan ia merasa terganggu. Walapun tak ada orang lagi dalam jarak setidaknya satu kilometer dari tempat Elora berada sekarang, dan saat ini sudah lewat tengah malam, tetap saja Elora merasa gelisah, khawatir jika ada orang yang mendengar mereka. Bagaimanapun juga, pekerjaan seperti ini tidak pernah Elora lakukan sebelumnya.Hëna lah yang menuntunnya ke rumah ini, yang berada jauh di tengah hutan, tempat di mana nyaris mustahil ada
Elora bergeming saat pria yang hampir memasuki usia seratus tahun itu menjatuhkan cangkir teh dari tangannya. Itu wajar. Tidak akan ada orang yang tidak terkejut menyaksikan kehadiran tamu tak diundang di salah satu ruangan pribadi di rumah penuh penjagaan seperti ini. Lelaki ini pastilah hendak bersantai, mungkin sembari membaca buku favoritnya, menikmati masa pensiun di rumah megah yang dibangunnya dari kerja keras.“Selamat malam,” sapa Elora. Ia berusaha bersikap sopan, setidaknya mungkin itu bisa menebus kelancangannya karena sudah menerobos masuk ke rumah Alfonso. Ya, dia adalah pria kaya raya yang dulu pernah Elora kunjungi bersama Caspian dan Brittany. Secara teknis mereka belum pernah bertemu dan bercakap-cakap dengan layak, karena yang Elora temui waktu itu adalah manusia serigala yang menyamar menjadi Alfonso.Elora melepaskan diri dari dinding, setelah cukup lama bersandar di sana sembari menunggu kedatangan Alfonso.“Maaf karena ak