Dua dari tiga malam berikutnya Elora lalui dengan kecemasan. Ia nyaris tak pernah tidur, ada jam-jam di malam hari saat ia berubah. Demi keamanan, Caspian mengajaknya ke tengah hutan setiap kali Elora mulai merasakan gejolak pada tubuhnya.
Di luar itu, semuanya tampak baik-baik saja. Elora menjalani kehidupan normal di siang hari, dan menderita di malam hari. Sampai dengan hari terakhir syuting iklan, yang bertempat di Gibbston, Elora masih belum menemukan cara untuk lepas dari kekhawatiran akan keberlangsungan hidupnya.
“Kau hanya harus mengatakan bersedia, maka aku akan mendampingimu setiap detik.”
“Justru karena kau akan bersamaku dua puluh empat jam penuh setiap harinya, aku menolaknya dengan senang hati.”
Mereka berdua sedang melakukan pengambilan gambar di jalur sepeda di area Gibbston Valley, melewati jembatan kecil menuju ke ngarai, mengayuh sepeda melintasi jalan yang membelah padang rumput.
Sutradara membebaskan me
Syuting iklan telah selesai. Elora memulai cutinya beberapa hari setelah rapat penutupan proyek, memastikan bahwa semuanya beres sebelum ia pergi. Javier menangis seperti bayi di hari terakhir Elora masuk kerja.“Aku tidak mati, Javi.” Elora memutar mata setelah mengatakan itu.Javier menyambar kotak tisu di atas meja kerja Elora. “Aku bakal rindu badan baumu setiap kali mengerjakan iklan, El.”“Sialan.” Elora mengumpat, tetapi bibirnya menyeringai. “Cari aku kalau ingin bertemu. Tapi beritahu dulu beberapa hari sebelumnya, jadi aku tidak akan mandi sampai bertemu denganmu.”“Itu menjijikkan.” Tangis Javier langsung berhenti.Elora tidak mengatakan apapun soal kepindahannya ke kediaman Caspian, dan sampai detik ini Elora masih belum menceritakan hubungannya dengan Caspian. Javier sepertinya juga sudah lelah mendesak Elora dan menunggu Elora untuk menceritakannya sendiri suatu saat nanti.
Caspian mengajak Elora melompati jendela yang mengarah ke hutan.Mereka menuju ke satu titik yang Elora gunakan untuk berubah selama beberapa hari terakhir. Sebuah padang rumput kecil yang dikelilingi rapatnya pepohonan, jauh di tempat yang tak terjamah. Hutan di sekitar sini masih termasuk dalam tanah pribadi Caspian, sehingga tidak akan ada orang yang melewatinya. Sebuah tempat yang cukup aman untuk melakukan aktivitas tak biasa.Vegetasi di padang rumput itu telah mati terkena dampak dari perubahan Elora. Elora masih diserang rasa bersalah setiap kali melihat pepohonan di situ yang menghitam menjadi arang, dan semak-semak yang kering karena terbakar.“Seperti yang sudah kau tahu, perubahan tak harus dilakukan saat malam hari atau saat bulan muncul. Perubahan bisa dilakukan setiap saat tergantung kemauan kita. Hanya saja, perubahan pada malam hari memberimu lebih banyak kekuatan.” Caspian menerangkan seiring dengan langkah mereka berdua yang semaki
Tak butuh waktu lama bagi Zed untuk bisa menggali informasi soal Elora. Dengan bantuan beberapa kenalannya di Auckland yang punya jabatan penting di kepolisian dan pemerintahan, Zed kembali ke Queenstown dengan berita baru.Zed sampai di rumah Caspian pada malam hari, mendapati sang Alpha tengah duduk malas di kursi besi di beranda kamarnya, ditemani sebotol anggur Pinot Noir 2010. Caspian meminumnya langsung dari botol.“Hari yang berat?” sapa Zed. Caspian hanya mengerling kepadanya tanpa senyum. “Aku mendapatkan banyak informasi,” lanjut Zed.“Mulai besok, ajari dia bela diri.” Caspian tidak menggubris kata-kata Zed dan mengucapkan hal lain.“Bela diri?” Zed mengangkat satu alis ke atas, “Denganku?”“Dia membenciku.” Caspian mengatakan itu dengan hambar. “Calon istriku membenciku.”Zed tahu ini tidak pantas, namun ia ingin sekali tertawa melihat dan mendeng
Caspian seharusnya tak bisa seenaknya menyuruh Elora melakukan ini dan itu. Tetapi apalah daya Elora jika Caspian sudah berkehendak. Dengan wajah dinginnya Caspian mendatangi kamar Elora pagi ini. Dia masuk melalui pintu penghubung (percaya atau tidak, pintu itu tidak memiliki kunci sehingga Caspian bisa masuk kapanpun ia mau), dan mengatakan bahwa pelatihan Elora bersama Zed akan dimulai hari ini.“Kau sadar kan kalau Zed itu laki-laki?” Elora bertanya dengan ketus.“Sepertinya selama laki-laki itu bukan aku, dan dia tidak berada terlalu dekat atau menyentuhmu sembarangan, kau akan baik-baik saja.”Elora membuka mulut dan memicingkan mata. Apa pembicaraan mereka kemarin meninggalkan luka baru pada Caspian, sehingga membuatnya bersikap dan berkata sedingin es sekarang?“Kau masih marah?” tuduh Elora.“Apa aku kelihatan seperti itu?” tantang Caspian. “Aku tidak marah. Untuk apa aku marah.”
Diluar dugaan, ternyata berlatih bersama Zed lumayan menyenangkan. Elora tidak tahu kenapa ia bisa merasa nyaman bersama Zed, tetapi hal itu bukan sesuatu yang penting untuk dipertanyakan. Mungkin sekarang, trauma Elora mulai sembuh? Semoga saja begitu.Elora kembali ke kastil saat matahari sudah tinggi. Zed mengajaknya makan bersama di ruang makan kastil yang luasnya seperti salah satu studio di Dreamcatcher. Ruangan itu terasa lengang karena hanya ada mereka berdua. Sebuah meja panjang ditempelkan ke dinding, penuh berisi berbagai macam makanan yang biasa kau temukan di restoran keluarga. Elora sampai bingung harus makan yang mana.Zed menemani Elora menyantap hidangan di salah satu dari dua meja panjang yang ditata di tengah ruangan. Bangku-bangku kayu tanpa sandaran mengelilingi meja itu. Elora memilih untuk duduk di sisi yang menghadap ke jajaran jendela panjang di dinding. Elora bisa melihat halaman depan kastil yang rimbun dari sini.“Kemana semua o
Caspian bisa merasakan panas di sekujur tubuh Elora melalui kulit mereka yang bertemu. Rasa panas itu perlahan membakar kulit Caspian. Ini bukan perubahan yang biasa Elora alami. Elora mengerang kesakitan sementara Caspian menggendongnya menuju ke dalam hutan.“Bertahanlah, El.” Suara Caspian tenggelam dalam angin yang timbul akibat kecepatannya saat berlari.Begitu mereka sampai di tempat yang biasa digunakan Elora untuk berubah, Caspian membaringkan Elora di tengah, kemudian Caspian mengambil langkah mundur. Elora menggeliat, tubuhnya kejang dan bola matanya memutar ke dalam, menyisakan hanya bagian putihnya untuk dilihat.Caspian ingin sekali menghampiri dan meminta rasa sakit itu dari Elora, tetapi tak ada yang bisa ia lakukan.Punggung Elora melengkung ke atas, diiringi dengan teriakan memilukan dan suara-suara patah yang Caspian tak yakin berasal dari mana. Elora kemudian berguling beberapa kali di tanah, hingga posisinya semakin jauh da
Elora mendengar suara retihan. Matanya menangkap cahaya samar yang menari dalam kegelapan. Butuh waktu lama baginya menyadari kalau matanya masih terpejam. Elora membuka mata, dan hal yang pertama tertangkap penglihatannya adalah sebuah perapian yang menyala. Cahaya kuning, oranye, dan emas memenuhi seisi ruangan dengan kehangatan.Elora terbungkus sebuah selimut, yang tidak cukup tebal untuk menghalau gigil yang menyerang sekujur tubuhnya. Elora mengerjap pelan, merasakan dingin dan perih yang ia tak tahu berasal dari mana.Ingatannya berputar pada kejadian di kamar, saat Caspian memberinya makanan kemudian mereka bertengkar, lagi. Ada di mana Elora sekarang? Tempat ini begitu asing. Elora berbaring di atas sofa di depan perapian yang meretih.“Akhirnya kau sadar juga.” Caspian muncul dari sudut kegelapan di ruangan itu. Napas Elora tertahan melihat Caspian yang seperti habis bertarung dengan segerombolan preman. Torehan luka-luka memanjang di dadan
Elora melewatkan beberapa hari ke depan dalam kesendirian. Tak sekalipun Caspian datang mengunjunginya. Elora menunggu kemunculan Caspian dari balik pintu penghubung, atau ketika ia keluar dari kamar, Elora berharap bisa berpapasan dengan Caspian di lorong. Namun sosok Caspian tidak ada dimanapun. Seolah Caspian hanyalah sebuah makhluk mitos yang selama ini muncul dalam mimpi Elora.Elora masih melanjutkan pelatihan dengan Zed. Zed memuji perkembangan Elora dari hari ke hari, hingga mereka sampai pada tahap dimana Zed menantang Elora untuk melakukan pertarungan sederhana.“Refleksmu sudah jauh berkembang dari pertama kali kita berlatih. Kau adalah pembelajar yang cepat,” puji Zed, setelah Elora berhasil mendesaknya hingga Zed nyaris jatuh.Elora mencoba untuk tersenyum senang mendengar pujian itu, tetapi sorot matanya gagal mengelabui Zed. Zed menghampiri Elora dan menyodorkan botol minum yang Elora letakkan di tepi tempat mereka berlatih.&ld