POV LINGA
PLAK!Baru saja kembali, sebuah tamparan cukup keras mendarat di pipiku. Seharian ini aku memang mencari informasi tentang Dila dan tidak menemui gadis yang mereka suruh untuk kutemui. "Kamu itu memang hobinya bikin malu keluarga Lingga!" geram Papa. Semua orang di ruang keluarga menatapku sinis. "Kenapa kamu tidak menemui Kartika, Lingga? Dia hampir seharian menunggu kamu! Untung ada Adi yang Papa suruh menemuinya!""Nah, kenapa Papa sibuk menjodohkan aku, Pa? Papa bisa menjodohkan Kak Adi. Toh dia itu lebih tua dari Lingga usianya. Lingga tidak mau dijodohkan sama siapapun, Pa. Cinta Lingga hanya untuk Dila!" tegasku penuh penekanan. "Jangan pernah atur hidup Lingga! Lingga yang akan menjalani rumah tangga. Bukan Mama, Kakek, Kak Adi ataupun Papa! Mulai saat ini, aku tidak akan menerima perjodohan dengan siapapun! Lingga akan mencari pendamping Lingga sendiri!" kesalku kemudian memiPOV RARA Dua minggu kemudian setelah Mas Bima melamarku bersama Kakek dan Neneknya…. "Sah!" ucap para saksi bersamaan. Hatiku merasa lega. Segera aku pun mencium punggung tangan seseorang yang telah menjadi suamiku ini. Sekarang aku sudah menjadi istri sah dari Mas Bima Rangga Prayoga, seorang CEO muda lagi tampan. Terpancar kebahagiaan di raut wajahnya. Terlihat dia sangat bahagia. Mama yang duduk di dekat Eyang terlihat mengusap air mata. Apa yang Mama pikirkan? Seandainya pernikahan ini disaksikan oleh semua keluarga besarku. Mama, Papa, Tante Tania, Dila. Pasti akan lebih bahagia. Benar ternyata ucapan Papa dulu, dia tidak akan menjadi wali nikahku. Rencananya, acara pernikahan ini diselenggarakan dengan cara sederhana, tapi ternyata hasilnya banding terbalik. Mas Radit menyiapkan semua semewah mungkin. Pernikahan kami pun diselenggarakan di sebuah gedung megah. Mas Radit bilang, tidak mungkin seorang Bima mengadakan acara per
POV RARA "Bim, perlakukan Rara semanis mungkin untuk malam ini. Jangan terlalu agresif!" canda Mas Radit setelah kami turun dari mobilnya. Belum sempat Mas Bima membalas ucapannya, ia telah melajukan mobilnya dengan kecepatan yang tinggi. Seperginya Mas Radit dari pandangan, aku merasa sedikit kikuk dibuatnya. Rasanya hari ini segala sesuatunya sangat berbeda. Malu, itu kata yang tepat untuk mengungkapkan perasaanku saat ini. "Tuan putri, silahkan masuk?" ujarnya menggandeng tanganku masuk ke rumah. Ternyata Mama belum tidur, ketika aku ingin menekan bel, Mama sudah lebih dulu membukakan pintu. Aku dan Mas Bima segera masuk dan mencium punggung tangannya. "Kalian langsung istirahat sana. Pasti sangat merasa lelah," ujar Mama. Kami pun mengangguk dan segera naik ke atas. Kebetulan aku memilih kamar yang berada di atas. Sedangkan Mama di lantai bawah berada di kamar utama. "Kami naik duku ya, Ma," ujarku. Mama men
POVRARA Sebulan berlalu, kami semua sudah pindah dan menempati rumah baru. Rasanya rumah semakin bernyawa dengan berkumpulnya kami. Mas Bima dia tidak membiarkan kami bekerja sedikitpun untuk merapikan rumah ini. Semua diurus pembantu. Namun tidak dengan makanan, kalau makanan aku dan Mama yang mengambil alih untuk memasak. Mama, dia sangat menyayangi Eyang seperti orang tua sendiri. Begitupun dengan Eyang. Drrrrt … derttt ….! "Siapa nelpon, Ra?" tanya Mama. Aku hanya menggeleng karena tidak ada nama di sana dan menggunakan private number. "Orang iseng mungkin," ujar Mama.
POV DILA Waktu bergulir begitu cepat. Tidak terasa sudah lima tahun ini aku menghindar dari masa lalu yang teramat menyakitkan. Di tempat ini aku merasa seperti orang baru. Tidak ada lagi cacian dari masyarakat. Aku benar-benar tenang dibuatnya. Lingga, laki-laki itu hingga saat ini masih bersemayam di hatiku. Meski aku berada di kejauhan, tetap saja hatiku merasa sangat dekat dengannya. Bukan hanya dekat dengannya saja, tapi juga dengan Rara dan keluarganya. Aku lihat dia sudah menikah dengan pria tampan yang pernah aku jumpai di warung pecel ayam-nya. Mereka juga terlihat sangat bahagia setiap kali memposting foto-fotonya. Rara, aku turut bahagia untuknya. Seringkali aku melihat wajahnya berseliweran di televisi dan juga akun media sosial lainnya. Perubahannya sangat luar biasa. Aku selalu kepo-kepo akun mereka menggunakan akun kloningan. Sekedar untuk mencari informasi kabar mereka dan aktivitas terbaru mereka. Aku bahagia saat mengetahui mereka
POV LINGGA "Bima!" jawab Papa. Mereka berdua langsung berjabat tangan dan berpelukan. "Lingga!" sapa Bima menghampiriku. Aku menghampiri lalu berpelukan khas cowok. Begitupun dengan Kak Adi. "Kebetulan sekali kita bertemu di sini? Kamu nginep di Vila ini juga?" tanya Papa pada Bima. Rara bertutur sapa dengan Mama, Keyla dan juga Kak Rahma. Perempuan yang pernah mencuri hatiku itu nampak sangat cantik. "Liburan mendadak sebenarnya. Semua orang rumah tengah liburan ke puncak," ujar Bima. "Apa kalian menginap di villa ini juga?" ulang Papa bertanya. "Betul, Pak Bram …," ucap Bima semangat. "Sat!" panggilku pada Bima. Bima segera menghampiri, sementara semua orang masuk duluan ke Villa. Sepertinya liburan kali ini sangat berkesan. "Gimana udah goal?" tanyaku menggoda. "Apanya?" "Gimana ya gue ngomongnya? Bingung
"Lingga!" soraknya. "Roel!" balasku masih menunjuk-nunjuk wajahku. "Woh apa kabar lo? Gila bisa ketemu di sini" ujarku sambil memeluknya. Tentu saja pelukan khas laki-laki jantan. "Baik gue. Disini juga?" tanyanya. "Iya nih liburan bareng keluarga. Kenalin," Roel dan perempuan itu pun langsung menghampiri dan memperkenalkan diri kepada semua orang. "Siapa?" tanyaku berbisik. "Istri," ucapnya membuat mataku terbelalak. Sudah pada nikah rupanya. Roel ini adalah temanku saat SMP dulu. "Anak mana anak?" tanyaku. Roel dan istrinya yang memperkenalkan diri bernama Rani itu hanya terdiam. "Belum punya, Lingga. Doain aja ya?" ucapnya. "Pasti," jawabku mantap. Entah kenapa mata perempuan yang disamping Roel tiba-tiba saja berembun. Rara yang melihat itu segera menghampiri. "Sabar," ucapnya seperti mengetahui kesedihan pe
POV DIlA Aku menelan ludah saat mendengar suara Lingga berteriak ingin ikut juga ke rumah. Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak dapat berkata apa-apa. Aku bingung ….' "Sayang, dia siapa?" Pertanyaan perempuan di samping Lingga tadi itu, membuatku terasa sesak kembali. Entah kesialan apa aku bisa bertemu mereka di sini. Harusnya aku tidak menuruti rengekkan Gara untuk bermain di pantai. "Hai, Gara!" sapanya pada anakku saat dia sudah berhasil menyusul kami dengan nafas yang masih terdengar ngos-ngosan. Aku diam saja sambil tetap berjalan. Kebetulan rumahku tidak terlalu jauh dari pantai. Jadi masih bisa ditempuh dengan berjalan kaki. "Hai, Om," balas Gara. "Kamu anak siapa? Ganteng banget kaya om waktu kecil?" tanyanya, aku menelan air liur, segera Lingga mengangkat Gara dan menggendongnya. Sementara Rara dan Mas Bima hanya terdiam sambil sesekali tersenyum. "Anak Mama!" jawab Gara.
POV LINGGA Kenapa kamu diam saja? Tidak ada jawaban?" tanyanya menghujam hatiku. Bukan aku tidak punya jawaban, hanya saja aku menyaring ucapannya saat ini. Kalau aku tidak menikahi Dila, selain harus mengesampingkan perasaanku, juga bagaimana dengan Gara? Aku harus bagaimana sekarang? Apa yang harus aku lakukan? Aku bingung dengan perasaan saat ini. Benar kata Dila, harusnya aku menunggu kalau memang aku mencintainya. Bukan seperti ini, mudah sekali aku berpaling. "Dila, tekadku sudah bulat. Akan kukatakan pada Keyla masa lalu kita. Aku yakin Keyla akan mengerti. Lama aku mencarimu, aku takan pernah lagi melepaskanmu!" 'Aku harus bisa mendapatkanmu, Dil.' "Lihat mata aku!" ucapku sambil meremas bahunya. Dila menunduk. "Aku bilang lihat mata aku, Dil. Aku tidak memintamu untuk menunduk!" "Apa kamu tidak mencintaiku?" tegasku bertanya. "Dila jawab!" Aku masih meremas kedua bahunya. "Sakit! Lepasin!" ucapny