POV DILA
Waktu bergulir begitu cepat. Tidak terasa sudah lima tahun ini aku menghindar dari masa lalu yang teramat menyakitkan. Di tempat ini aku merasa seperti orang baru. Tidak ada lagi cacian dari masyarakat. Aku benar-benar tenang dibuatnya. Lingga, laki-laki itu hingga saat ini masih bersemayam di hatiku. Meski aku berada di kejauhan, tetap saja hatiku merasa sangat dekat dengannya. Bukan hanya dekat dengannya saja, tapi juga dengan Rara dan keluarganya. Aku lihat dia sudah menikah dengan pria tampan yang pernah aku jumpai di warung pecel ayam-nya. Mereka juga terlihat sangat bahagia setiap kali memposting foto-fotonya.
Rara, aku turut bahagia untuknya. Seringkali aku melihat wajahnya berseliweran di televisi dan juga akun media sosial lainnya. Perubahannya sangat luar biasa. Aku selalu kepo-kepo akun mereka menggunakan akun kloningan. Sekedar untuk mencari informasi kabar mereka dan aktivitas terbaru mereka. Aku bahagia saat mengetahui merekaPOV LINGGA "Bima!" jawab Papa. Mereka berdua langsung berjabat tangan dan berpelukan. "Lingga!" sapa Bima menghampiriku. Aku menghampiri lalu berpelukan khas cowok. Begitupun dengan Kak Adi. "Kebetulan sekali kita bertemu di sini? Kamu nginep di Vila ini juga?" tanya Papa pada Bima. Rara bertutur sapa dengan Mama, Keyla dan juga Kak Rahma. Perempuan yang pernah mencuri hatiku itu nampak sangat cantik. "Liburan mendadak sebenarnya. Semua orang rumah tengah liburan ke puncak," ujar Bima. "Apa kalian menginap di villa ini juga?" ulang Papa bertanya. "Betul, Pak Bram …," ucap Bima semangat. "Sat!" panggilku pada Bima. Bima segera menghampiri, sementara semua orang masuk duluan ke Villa. Sepertinya liburan kali ini sangat berkesan. "Gimana udah goal?" tanyaku menggoda. "Apanya?" "Gimana ya gue ngomongnya? Bingung
"Lingga!" soraknya. "Roel!" balasku masih menunjuk-nunjuk wajahku. "Woh apa kabar lo? Gila bisa ketemu di sini" ujarku sambil memeluknya. Tentu saja pelukan khas laki-laki jantan. "Baik gue. Disini juga?" tanyanya. "Iya nih liburan bareng keluarga. Kenalin," Roel dan perempuan itu pun langsung menghampiri dan memperkenalkan diri kepada semua orang. "Siapa?" tanyaku berbisik. "Istri," ucapnya membuat mataku terbelalak. Sudah pada nikah rupanya. Roel ini adalah temanku saat SMP dulu. "Anak mana anak?" tanyaku. Roel dan istrinya yang memperkenalkan diri bernama Rani itu hanya terdiam. "Belum punya, Lingga. Doain aja ya?" ucapnya. "Pasti," jawabku mantap. Entah kenapa mata perempuan yang disamping Roel tiba-tiba saja berembun. Rara yang melihat itu segera menghampiri. "Sabar," ucapnya seperti mengetahui kesedihan pe
POV DIlA Aku menelan ludah saat mendengar suara Lingga berteriak ingin ikut juga ke rumah. Apa yang harus aku lakukan? Aku tidak dapat berkata apa-apa. Aku bingung ….' "Sayang, dia siapa?" Pertanyaan perempuan di samping Lingga tadi itu, membuatku terasa sesak kembali. Entah kesialan apa aku bisa bertemu mereka di sini. Harusnya aku tidak menuruti rengekkan Gara untuk bermain di pantai. "Hai, Gara!" sapanya pada anakku saat dia sudah berhasil menyusul kami dengan nafas yang masih terdengar ngos-ngosan. Aku diam saja sambil tetap berjalan. Kebetulan rumahku tidak terlalu jauh dari pantai. Jadi masih bisa ditempuh dengan berjalan kaki. "Hai, Om," balas Gara. "Kamu anak siapa? Ganteng banget kaya om waktu kecil?" tanyanya, aku menelan air liur, segera Lingga mengangkat Gara dan menggendongnya. Sementara Rara dan Mas Bima hanya terdiam sambil sesekali tersenyum. "Anak Mama!" jawab Gara.
POV LINGGA Kenapa kamu diam saja? Tidak ada jawaban?" tanyanya menghujam hatiku. Bukan aku tidak punya jawaban, hanya saja aku menyaring ucapannya saat ini. Kalau aku tidak menikahi Dila, selain harus mengesampingkan perasaanku, juga bagaimana dengan Gara? Aku harus bagaimana sekarang? Apa yang harus aku lakukan? Aku bingung dengan perasaan saat ini. Benar kata Dila, harusnya aku menunggu kalau memang aku mencintainya. Bukan seperti ini, mudah sekali aku berpaling. "Dila, tekadku sudah bulat. Akan kukatakan pada Keyla masa lalu kita. Aku yakin Keyla akan mengerti. Lama aku mencarimu, aku takan pernah lagi melepaskanmu!" 'Aku harus bisa mendapatkanmu, Dil.' "Lihat mata aku!" ucapku sambil meremas bahunya. Dila menunduk. "Aku bilang lihat mata aku, Dil. Aku tidak memintamu untuk menunduk!" "Apa kamu tidak mencintaiku?" tegasku bertanya. "Dila jawab!" Aku masih meremas kedua bahunya. "Sakit! Lepasin!" ucapny
POV Dila Aku tidak dapat berpikir dengan jernih malam ini. Aku benar-benar tidak tahu apa tindakanku salah atau benar. "Mama, Om Tampan mana? Mama dari mana saja? Kenapa baru pulang?" tanya Gara saat aku baru saja masuk ke rumah. Ya, setelah meninggalkan Lingga tadi, aku tidak langsung masuk dan memilih untuk duduk di teras. Menikmati cahaya bintang yang berkedip-kedip. Tak bisa aku bohongi perasaanku pada Lingga. Aku mencintainya tapi, aku sendiri tidak ingin menyakiti hati Keyla. Aku yang meninggalkannya, kenapa aku harus mengharap kembali padanya saat dia sudah menjadi milik orang lain? Dasar aku ini memang egois. "Mama!" panggil Gara lagi. Aku bersimpuh di hadapannya lalu memegang tangannya. "Kenapa, Sayang? Mama tadi duduk di teras. Lihat bintang yang bertaburan di atas langit," kilahku. Gara mengusap air mata yang menetes tiba-tiba di pipiku. "Mama kenapa nangis?" "Mama senang, bangga, punya Gara di dunia ini. T
POV LINGGA "Gara, Papa boleh tanya sesuatu?" ucapku bersimpuh di hadapannya saat telah selesai membelikannya es krim. Saat ini, aku berada di taman dekat rumah Dila. Kubayangkan juga saat ini Dila duduk di samping Gara. "Boleh. Papa mau tanya apa?" Kugenggam sebelah tangan anak itu. "Gara sayang, Papa?" tanyaku. Gara mengangguk. Secepat kilat anak itu turun dari tempat dudukku dan memelukku erat. Sontak saja aku kaget dibuatnya. "Gara sayang, Papa. Gara mohon, Papa jangan pergi ke laut lagi," ucapnya masih memelukku erat. Dapat kurasa mataku berkaca-kaca mendengar ucapannya. "Papa janji. Papa tidak akan tinggalin Gara. Kecuali jika nyawa Papa tiada," lirihku memeluk Gara. Rasanya aku sayang banget sama dia. Berat hati ini kalau harus berpisah dengannya. "Sekarang Gara duduk lagi dan makan es krimnya ya?" "Baik Papa." Beberapa kali kuambil fotonya takut kalau suatu saat aku tid
POV ADI Malam ini, di rumah kami masih membicarakan Lingga. Membicarakan bagaimana kalau Lingga tidak kembali dan lebih memilih Dila. Keyla juga masih berada di sini. Mama yang memintanya untuk menginap karena perempuan itu masih saja menangis. Keluarganya berada di Jakarta. Rencana, besok dia akan kembali ke Jakarta diantar oleh karyawan Papa. "Mama benar-benar tak habis pikir dengan Lingga, Pa. Bisa-bisanya dia lebih memilih anak dari perempuan gila itu!" kesal Mama. "Pokoknya Mama nggak mau, nggak rido. Amit-amit Mama harus punya besan orang gila. Nanti nikah sama Lingga, malah Lingga diselingkuhin bagaimana? Ngeri ah!" cerocos Mama. "Mama tenang saja. Lingga pasti kembali. Mana mungkin dia bisa hidup tanpa kita? Papa akan blokir semua aksesnya supaya dia tidak punya apa-apa. Mau cari kerja dimana? Sedangkan ijasah dan semua berkas ada di rumah ini. Berani dia menikahi perempuan itu, maka … Papa coret namanya dari kartu
POV KEYLA Aku masih tak habis pikir dengan kejadian yang baru saja kualami. Diputusin pacar, gara-gara pacar ketemu mantan? Emang sih aku salah. Aku yang memaksa Lingga membuka hati untukku. Dia terus menolak, tapi aku meyakinkan kalau aku bisa mengobati luka hatinya. Awalnya hanya hubungan antara bos dan karyawan. Namun, karena kelihaianku yang pandai mengambil hati semua orang, aku dan Lingga naik status jadi seorang teman. Lalu seringnya berkomunikasi, naik lagi jadi sahabat, setelah mengerti kegundahan hatinya, aku mulai ingin menjadi pasangannya. Aku juga yang mengungkapkan perasaan lebih dulu. Karyawan mana sih yang tidak jatuh hati pada bosnya yang tampan juga single? Banyak yang mencari perhatian Lingga disana, termasuk cewek asli Jepang juga ada yang mengincarnya. Tapi Lingga terlalu dingin. Pun dia mau membuka hatinya karena aku yang pengaruhi otaknya. Setiap kali bertanya, kujawab bisa saja perempuan itu sudah me