Aredel menutup kedua matanya, menghembuskan nafasnya pelan, kemudian berkata, “Peta ajaib, tolong tunjukkan di mana letak kapsul terbang kami.”
Peta tersebut bersinar terang, lalu dalam sekejap peta tersebut menunjukkan arah menuju kapsul terbang mereka.
“Aciel petanya sudah menunjukkan kita jalan. Ayo kita bergegas pergi!” seru Aredel kemudian melangkahkan kakinya ke depan.
“Haah … baikhlah,” ucap Aciel lemas, kemudian pasrah mengikuti Aredel.
“Kalau sampai dia menyesatkan kita lagi, akan langsung ku buang,” ucap Aciel sambil melangkahkan kakinya ke depan.
“Jangan bilang seperti itu, ini adalah peta ajaib. Umurnya pasti lebih lama dari kita berdua, kita harus menghormatinya,” ucap Aredel sambil berjalan.
“Huft, kau membelanya seperti membela orang tua saja sampai-sampai membahas usia.” Aciel mengerucutkan bibirnya sebal.
Mereka berdua berjalan beriringan di dalam goa yang gelap, meskipun banyak obor yang menempel di dinding, t
Kemarin Malam di Ibukota AlacanistLaboratorium kerajaan terlihat ramai dengan banyak ilmuwan di dalamnya, mereka terlihat sibuk menyempurnakan robot-robot berbentuk manusia.“RM-01 sepertinya sudah bisa kita uji,” ucap salah satu orang dengan inblet di tangannya.“Iyah kau benar, sebaiknya kita masukan dia di ruang pengujian,” timpal yang lain.“RM-01 silahkan masuk ke ruang pengujian,” ucap salah satu orang.Robot berebentuk manusia laki-laki tersebut berjalan masuk ke dalam ruangan putih kosong seluas enam meter dengan tinggi tujuh meter, serta kaca di depannya yang membuat para ilmuwan tetap bisa mengawasi robot tersebut dari luar ruangan. Salah satu ilmuwan menutup pintu ruangan tersebut, lalu menekan tombol merah pada meja yang ada di depan kaca ruangan itu. Beberapa detik kemudian, dari bawah lantai muncul lubang seluas dua meter dan dari lubang tersebut keluarlah seekor ular cobra dengan
Aredel masuk ke dalam tenda, lalu disusul Aciel di belakangnya. Aredel mendudukkan dirinya di karpet bulu yang berada di atas lantai. “Aku tidur disini.”Aciel menggelengkan kepalanya lalu berkata, “Tidak, kau harus tidur di tempat tidur.”“Tapi kau tidur lebih lama dari ku, jadi kau yang seharusnya tidur di tempat tidur,” ucap Aredel lalu merebahkan dirinya di karpet.“Tidak, kau itu perempuan jadi aku sebagai laki-laki harus mengalah,” timpal Aciel lalu mendekati Aredel.“Tapi aku ini kan elf, aku tahan dingin dan tidur ku hanya empat jam jadi kau tidak perlu mengalah,” jelasnya lagi kemudian mulai menutup kedua matanya.“Sepertinya perdebatan ini tidak aka nada habisnya,” batin pria bersurai merah itu.Aciel menghela napasnya kecil lalu berjongkok di sebelah tubuh Aredel. Dia menyelipkan kedua tangannya di bawah lutut Aredel, dan satu tangannya di tengkuk Aredel, lalu
Aciel dan Aredel menengokkan wajah mereka ke arah sumber suara. Aredel terkejut melihat seorang pria muda, dengan rambut putih dan matanya yang berwarna hijau. Orang tersebut tidak terlihat sama sekali seperti Alkemis pada umumnya yang tua, keriput, dan beruban. Sedangkan pria di depan mereka ini terlihat seumuran dengan Aciel, tingginya sekitar 178 centimeter, berkulit putih, serta lengkap memakai jas lab berwarna putih, celana bahan, baju kaos, dan sepatu hitam.“Kau terlihat terkejut sekali melihat ku nona. Apa aku tidak sesuai dengan ekspektasimu?” tanya pria berambut putih tersebut sambil berjalan mendekati Aredel.“Kau Alkemis kan?” tanya Aciel.Pria berambut putih tersebut mengangguk, kemudian berjalan ke arah burung phoenix yang menjadi perhatiannya sejak mereka datang ke rumahnya. “Kau membawa barang bagus, jadi apapun yang kalian minta akan ku turuti.”“Maaf, tapi Felix tidak kami jual,” ucap Arede
Setelah berjam-jam Rayzeul membuatkan penawar racun untuk adiknya Aciel, akhirnya penawar racun tersebut selesai juga. Rayzeul memasukkan cairan tersebut ke dalam suntikan, dan suntikan tersebut dia masukan ke dalam koper kecil berwarna abu-abu.“Kau membuat berapa?” tanya Aciel.“Aku hanya membuat tiga, cukup susah membuatnya jadi maaf kalau lama dan hasilnya hanya sedikit,” jelas Rayzeul.“Tidak apa-apa, aku rasa tiga juga sudah lebih dari cukup,” ucap Aciel.“Kalau begitu, mari kita rombak kapsul terbang mu itu.” Rayzeul melangkahkan kakinya keluar dari lab tersebut.“Kemana?” tanya Aciel bingung.“Ada ruangan khusus untuk membuat peralatan-peralatan sains di atas rumah ku, kau terbangkan saja kapsul mu ke atas rumahku, nanti akan kubukakan atapnya,” jelas Rayzeul kemudian berjalan menaiki tangga, yang diikuti Aredel dan Felix di belakangnya.Aciel segera kelua
Aciel menghela napasnya lega, dia menidurkan tubuhnya di lantai sambil memandangi langit malam yang berisikan banyak bintang-bintang kecil dari atap rumah Rayzeul yang terbuka. “Ini sudah jam sepuluh malam tapi si Aredel itu belum juga kembali,” ucap Rayzeul sambil meminum kopinya. “Aku akan menyusulnya nanti, aku istirahat dulu sebentar.” Aciel memejamkan matanya kemudian menggunakan kedua tangannya sebagai bantal kepalanya. “Cepat, malam hari di hutan ini sangatlah berbahaya, aku jadi khawatir padanya.” Rayzeul berbicara dengan nada yang datar lalu berjalan ke meja komputernya. “Benarkah?! Aku harus cepat menyusulnya!” panick Aciel yang langsung berdiri dari tidurnya, lalu melangkahkan kakinya ke tangga. “Kau mau mencarinya naik apa?” tanya Rayzeul yang berhasil menghentikan langkah Aciel. “Jalan kaki?” tanya Aciel sambil menggarukkan kepalanya. “Dasar bocah. Sini, aku pinjami kau sesuatu agar bisa mencari Aredel dengan cepat
Aredel dan Aciel kini tengah berjalan santai berdampingan, dengan tangan mereka yang saling bergandengan satu sama lain. Felix terbang di atas mereka, sambil sesekali mengeluarkan suara kicauan yang sangat keras menikmati sejuknya angin malam di padang bunga.Aredel tertawa kecil, kemudian bertanya pada Aciel. “Apa kau sudah puas sekarang Aciel?”Aciel mengerutkan kedua alisnya bingung lalu bertanya balik, “Puas apa?”“Melihat banyak hal baru. Kau telah bertemu berbagai macam makhluk, dan salah satu dari mereka bahkan menjadi temanmu.” Aredel melepaskan gandengan tangan mereka, menatap manik keemasan pria bersurai merah di depannya dengan hangat.“Ya, dan salah satunya menjadi kekasihku,” goda Aciel kemudian menggandeng tangan Aredel kembali“Tapi aku minta maaf, karena perjalanan kita tidak seperti dongeng-dongeng indah pengantar tidur lainnya. Padahal baru setengah perjalanan, tapi aku sudah b
Aciel, Aredel, Felix, serta penumpang baru mereka Rayzeul sedang menikmati sarapan pagi di mini jet. Aciel menyalakan mode auto pilot, agar dia bisa menikmati sarapannya dengan tenang dan nyaman.“Kau tahu kan arah jalan kita?” tanya Rayzeul lalu meletakkan mangkuknya yang sudah kosong di meja belakang, samping microfast.“Ada peta ajaib yang menunjukkan jalan, jadi aku yakin kita tidak akan tersesat kok. Rayzeul tidak perlu khawatir.” Aredel menggigit apel hijau yang ada di tangannya, kemudian mengunyah apel tersebut.“Ya, meskipun aku masih trauma dengan peta ajaib itu,” jawab Aciel lalu meletakkan mangkuk kosongnya di samping mangkuk Rayzeul.“Oh iya, apa perjalanan menuju Gunung Rinjanist itu berbahaya? Maksudnya seperti akan ada serangan dari para Orc, Troll, atau makhluk lain?” tanya Aredel.Rayzeul menggelengkan kepalanya lalu berkata, “Tentu saja tidak ada, kalian pasti mengalami hal ber
Aciel, Aredel, dan Rayzeul sedang berada di dalam rumah tua. Rumah tua tersebut milik tiga penyihir. Rumah itu berwarna abu-abu yang di dalamnya ada beberapa kursi kayu, kuali besar berwarna hitam dengan cairan hijau di dalamnya, dan beberapa kandang yang berisikan hewan-hewan seperti ular kecil, tikus, dan katak.“Bisakah kalian mengatakan apa yang kalian inginkan? Karena jujur saja, kami tidak memiliki banyak waktu,” ucap Aredel dengan nada sinis.“Jangan terburu-buru begitu, kita bahkan belum berkenalan,” jawab salah satu penyihir berbaju hijau dengan burung hantu hitam yang bertengger di pundaknya.“Iyah aku belum kenal kalian semua kecuali Rayzeul,” ucap penyihir dengan baju berwarna kuning.“Rayzeul kau kenal dia?” tanya Aciel sambil menunjukkan jarinya ke penyihir berbaju kuning dengan burung hantu putih yang bertengger di kepalanya.“Iyah, sebenarnya aku kenal mereka karena sering lewat