Share
Penjelajahan Pertama Atlicorion
Nod mengamati sekeliling ruangan yang dipenuhi buku-buku tadi. ”Mungkinkah buku itu ada di sini?”
Fibrela mengangkat kedua bahunya. Dia ikut melihat deretan benda-benda antik yang ada di museum tersebut. Selain deretan buku, ada lukisan, ukiran, serta beberapa hasil pahatan peninggalan para atlic di zaman peradaban awal.
“Kalaupun ada, kita sudah terkurung di sini. Kita akan ikut tenggelam bersama para atlic,” gumam Brevis.
“Sebaiknya kita cari jalan keluar dari sini, Nod,” timpal Likos. Dia terus mengorek celah pintu yang tadi dilewati Urvi dan teman-temannya tadi.
“Aku masih tidak percaya Urvi tega meninggalkanku di sini hidup-hidup.” Fibrela berdesah tak bersemangat.
“Kau tidak dengar kata Todu tadi? Dia bilang kau yang membunuh seluruh keluarganya,” tukas Likos. “Mungkin Urvi juga punya dendam kesumat denganmu.”
“Aku tidak tahu-menahu tentang itu. Pasti ada kes
Bab terkait
Luxavar, Negeri di Dasar Samudera Ledakan di Paranis
Mregelen diantar memasuki kamarnya yang luas itu. Tak lama setelahnya, Trufer datang dengan wajah cemas. Dia langsung merangkul putrinya dengan erat.“Ayah?” Mregelen memanggil ayahnya lirih.“Kau baik-baik saja?”“Mereka membunuh Urvi. Mengapa mereka membunuhnya?”Trufer terdiam sesaat. Dia membelai kepala Mregelen dengan lembut. “Kau tahu tindakanmu menyelamatkan teman-temanmu itu sangat berisiko, Mregelen.”“Tapi kau tidak harus membunuh mereka semua,” ucap Mregelen.“Aku tidak bisa kehilanganmu. Jangan lakukan tindakan gegabah seperti ini lagi, kau tahu?”Trufer menatap tangan Mregelen yang kini terbalut rapi dengan kening berkerut. “Aku akan meminta mereka membuat lagi akses untukmu.”“Urvi tidak berniat membunuhku. Aku yang membuatnya ketakutan.”“Dia hampir mencekik mati dirimu, Mregelen. Kita tidak bisa memberika
Luxavar, Negeri di Dasar Samudera Lambang Luxavar
Mregelen menerbangkan yunishnya mendekati Museum Paranis dengan kecepatan penuh. Dia mencapai pintu depan Paranis dan melihat sebagian isi museum itu sudah runtuh. Sambil mengendap-endap dia menyusuri pintu utama, menghindari diri dari pengawasan para Cerecza.Dengan awas Mregelen menyusuri lorong tempat Urvi menahannya kemarin. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Nod dan yang lainnya di ruang peradaban awal tempat Urvi menahannya. Cerecza sudah menghancurkan tempat tersebut sampai tak bersisa.Dia mengamati meja yang sudah dipenuhi buku-buku tersebut dengan resah. Kedua matanya berbinar ketika menemukan buku karangan Zoticus yang masih separuh terbuka di atas meja tersebut.“Ternyata benar, buku ini ada di sini.” Mregelen bergumam seraya mengantungi buku tersebut. Dia masih harus mencari Nod dan Fibrela sebelum keluar dari tempat ini.Mregelen mengamati sekali lagi ruangan yang sudah hancur lebur tersebut sebelum beranjak keluar. Tidak ada jejak
Luxavar, Negeri di Dasar Samudera Menguak Kode Rahasia
Luxavar oh Luxavar… berjayalah kau selaluAtlicorion pelindung kami… Mregelen berhenti menyanyi. Dia merasa kelanjutan larik yang ada di buku tersebut jelas berbeda dengan yang hendak dinyanyikannya.Ketika dia tersesat kau akan meneranginya…Baik Fibrela dan Brevis tahu betul itu nada yang sama dengan yang dinyanyikan Mregelen. Bait pertama dan kedua juga terdengar sama. Tetapi bait ketiga dari kata kunci tersebut tidaklah sama. Fibrela menengok lagi buku tua yang ada dalam pelukannya. Buku itu begitu lapuk, hingga satu tekukan dapat membuat kertanya remuk dan tak lagi dapat dibaca.Sambil membaca, mereka memasuki sebuah aula besar yang masih menjad bagian dari bangunan tua itu. Lambang Luxavar terukir langsung di dindingnya yang menjulang. Terlihat betul bahwa lambang yang berada di Tablec sudah dibuat sejak ratusan tahun.Nod menat
Luxavar, Negeri di Dasar Samudera Porta Ad Mundum
Nod melangkahi dinding kolam yang tersusun dari batu marmer itu. Tindakannya diikuti Fibrela dan Mregelen. Jemarinya menggapai potongan kata yang melekat di dasar kolam. Tidak ada sekat yang bisa diselipkan untuk bisa mengangkat tulisan tadi.Nod mengembuskan napas kecewa. Sesuatu pasti dibuat dengan tujuan. Tempat ini sudah ratusan tahun tak terjamah. Jika memang mereka harus membuat secuil perubahan di tempat ini, tentu tidak akan mudah.Brevis berdiri di dalam kolam mencoba meraba permukaan dasar logam bingung. Fibrela menarik potongan tulisan yang terukir itu tanpa membuahkan hasil. Penyelidikan mereka tidak bisa berhenti di sini.“Mau sampai kapan kalian mengorek permukaan tanah tersebut?” cetus Likos dari luar kolam.“Ocehanmu tidak membantu sama sekali, Likos,” tandas Brevis.Likos duduk di tepi kolam mengosok ornamen di tepi kolam dengan jemarinya. Dia tak lanjut berdebat dengan Brevis.“Aku hanya mau me
Luxavar, Negeri di Dasar Samudera Simpang Siur
SERANGAN ASTEROID DI LUXAVARMeliput langsung dari pengamat Badan Antariksa Luxavar, sebuah asteroid yang mengorbit di angkasa luar sejauh 80.000 km akan menghantam langsung Luxavar dalam 4 jam ke depan. Pemberitahuan ini selanjutnya diteruskan ke Biro Pertahanan Luxavar. Namun hingga tengah malam, tindakan lanjutan tampaknya belum mendapat keputusan dari Presiden Trufer. Ribuan Atlic memadati halaman luar Bashtar. Mereka berdatangan dari berbagai wilayah di Luxavar, berbondong-bondong menuntut agar gerbang Bashtar segera dibuka demi keselamatan semua Atlic.“Bashtar harus dibuka,” kata seorang atlic yang ikut mengantre di depan menara Bashtar. “Itu jalan satu-satunya bagi kita untuk selamat.”Berdasarkan pengakuan atlic tersebut, Luxavar tidak memiliki jalan lain selain mengungsi ke daratan. Sementara Badan Keamanan Bashtar tidak menggubris demonstrasi yang terjadi. Hal ini disebabkan karena belum adanya perintah langsung dari Presiden T
Luxavar, Negeri di Dasar Samudera Dinding Pembatas
Ruangan yang untuk ketiga kalinya mengurung Fibrela itu berada di salah satu bilik terujung yang diapit ruang eksekusi dan ruang peradilan. Fibrela langsung menghampiri Mregelen saat anak itu membuka pintu tak bersekat tersebut.Nod duduk sambil mengeringkan celananya yang basah saat di Tablec tadi. Fibrela meringkuk kedinginan di sampingnya. Memar di tubuhnya belum pulih sempurna dan ruangan yang dingin ini berhasil membuatnya makin menderita. Brevis duduk membaca buku tua yang sejak awal belum ditelitinya.Ketika Mregelen masuk, keempatnya langsung bangkit. Dia tahu Mregelen akan menyelamatkan mereka lagi.“Kita harus ke Tablec sekarang.” Mregelen berkata dengan penuh semangat.Nod mengangguk. Mereka tidak punya banyak waktu lagi. Tempat ini akan hancur bila mereka terlambat menjalankan misi ini.Yunish yang membawa mereka memelesat dengan cepat menuju kembali ke Tablec. Tempat yang masih sama seperti yang mereka tinggalkan sebelumnya
Luxavar, Negeri di Dasar Samudera Kenyataan yang Terungkap
Nod mendapati dirinya terbangun di atas kursi besar. Kawat tipis melingkari pergelangan tangan dan kakinya, membuat tubuhnya tak berdaya berkutik. Nod berusaha memandang ke segala arah untuk menerka keberadaannya. Lagi-lagi dia mengutuki dirinya yang begitu sial sampai tertangkap berulang kali.Suasana seperti ini tampak tak asing. Ini ruangan yang pernah ditunjukkan Fibrela padanya. Bau wewangian yang khas mengingatkannya pada saat-saat dia bertemu dengan rokern cantik buatan Edvard. Ini bau pelembap kulit rokern. Dia ingat betul bau ini.Kepalanya terasa nyeri setelah menghantam tanah tadi. Nod sadar kalau mereka mereka tidak memiliki banyak waktu untuk menyelamatkan diri. Sudah berapa lama dia tidak sadar. Matanya menatap ke segala arah.“Fibrela?” panggil Nod.Nod melihat Fibrela di sampingnya juga sudah sadar. Dia diikat di kursi dengan jenis yang sama dengan Nod. Pandangan Fibrela datar tanpa mimik. Benturan keras saat di yunish menyorak
Luxavar, Negeri di Dasar Samudera Lobus Kaca
Sandaran kursi yang menindih Fibrela kini hampir mencekiknya. Dudukan yang keras itu menimpa sebelah tungkainya, menggeseknya dengan keras hingga jemari kakinya membiru sekarang. Posisi tubuhnya tampak begitu menyedihkan. Fibrela mencoba mengerang dengan hembusan panjangnya. Giginya gemeretak hebat.Nod membenarkan kursi Fibrela dan memposisikan duduknya seperti semula. Dia merasa sedikit iba melihat sekujur tubuhnya kini bersimbah darah. Namun dia juga tidak berdaya memutuskan mengakhiri penderitaannya.Meski begitu, Fibrela membalas ucapan Nod dengan tawa. Nod mengernyit heran. Fibrela tak berhenti tertawa. Mengapa dia masih tertawa walau dalam keadaan mengenaskan seperti ini? Apakah Fibrela menganggap urusan kematian ini hanya permainan belaka? Dia sangat kesal berada dalam situasi seperti ini.Edvard di sampingnya tersenyum ringan. Dia terlihat tidak mau kalah dengan menimpal perkataan, “Kau tidak perlu menunggu dia menjelaskannya padamu, Nod. Kau hany
Bab terbaru
- Luxavar, Negeri di Dasar Samudera PROLOG LUXAVAR 2
- Luxavar, Negeri di Dasar Samudera Ayah
- Luxavar, Negeri di Dasar Samudera Mengepel Balorop
- Luxavar, Negeri di Dasar Samudera Perdamaian
- Luxavar, Negeri di Dasar Samudera Penyesalan
- Luxavar, Negeri di Dasar Samudera Masa Lalu
- Luxavar, Negeri di Dasar Samudera Berjuang Hidup
- Luxavar, Negeri di Dasar Samudera Lobus Kaca
- Luxavar, Negeri di Dasar Samudera Kenyataan yang Terungkap
