"Adakah di sini yang berani bertaruh 1 Milyar Dollar denganku?!" Arsenio menantang para pengunjung hotel berdompet tebal di sana. Di antara mereka tidak ada satupun yang menjawab atau menerima tantangan Arsenio yang terbilang nekad dan gila. 1 Milyar Dollar, bukanlah jumlah yang sedikit. Mungkin, hanya orang-orang tertentu saja yang berani mengeluarkan uang sebanyak itu."Ada!" Seseorang pun berteriak lantang dari arah belakang Arsenio, sambil mengangkat sebelah tangannya, sedangkan tangan lainnya sengaja disembunyikan di dalam saku celana. "Aku berani bertaruh 2 Milyar Dollar!" teriaknya lagi, ketika seluruh pasang mata mengarah padanya. Termasuk Arsenio dan Bastian.Arsenio menatap lekat pemuda itu dari ujung rambut sampai ujung kaki. Jika dilihat-lihat lagi, kira-kira usia Pemuda itu sebaya dengannya. TRING!Layar notifikasi pun muncul, seperti biasa memunculkan sebuah informasi.[NEW DATA][Nama: Leonardo][Nama panggilan: Leo atau Kucing Hitam][Usia: 30 tahun.][Skill: 200
"Jadi ini adalah rencana kalian untuk menjebakku, ah?" Tatapan dingin mengisyaratkan keseriusan. Bahkan hembusan napasnya mengandung kemarahan dan dendam dalam satu waktu. Leonardo bergeming begitu juga dengan Malik, masih duduk santai di tempatnya sambil menikmati tontonan gratis yang tersaji. Kedatangannya memang untuk melihat-lihat saja. Namun, anak buah yang dibawa tidaklah main-main. Di kepung dari segala arah, tidak mematikan akal Tuan Muda dari keluarga Guan itu. Arsenio bergeming sambil menghitung jarak setiap anggota Setan Merah dan Kampak Kembar yang mengepung.Setiap incinya tidak luput dari perhatian. Satu per satu data bermunculan. Arsenio tersenyum miring dan bersorak kemenangan dalam hati, saat mendapati bahwa musuh yang ada di depan mata hanyalah mafia kelas rendah. Skill dan stamina mereka bukan apa-apa. Meski senjata yang mereka bawa laras panjang. Beberapa menit memindai data, "Sekarang!" Teriakan terdengar ambigu.Gerakan tanpa keraguan, Arsenio balik menggengga
"Tidak akan kubiarkan kau keluar dari tempat ini hidup-hidup!" Malik menghadang bersama beberapa anak buahnya yang bersenjata.Arsenio menahan tawa, "apa kau yakin, mampu menahanku lebih lama di sini?"Belum sempat Malik mengartikan sepenuhnya kalimat itu, Arsenio sudah lebih dulu berlari cepat ke arahnya. Kemudian telentang karena lantai yang dipijak begitu licin, memudahkan Arsenio meluncur meski tanpa alat sekalipun. Persis film-film di layar lebar. Ketika jarak hanya beberapa jengkal saja, Arsenio memutar kedua kakinya cepat. Kemudian berdiri dengan stabil. Di waktu bersamaan, dia melayangkan pukulan serta tinju kepada setiap anak buah Malik.Saking kerasnya pukulan dan tinju, mengakibatkan mereka kehilangan konsentrasi.Senjata yang dibawa seolah hanya hiasan belaka karena kenyataannya, tidak ada satu pun dari mereka yang berhasil menarik pelatuk. Gerakan bela diri Arsenio yang lincah, cepat dan mengandung banyak tenaga dalam, membuat mereka kesulitan menghindar. Ada yang mencob
Beberapa menit sebelum insiden mobil menerobos pembatas jalan dan terjun bebas ke sungai yang ada di bawahnya."Pergi kemana mereka?!" Sekuat tenaga dan pantang menyerah, Leonardo mengejar Arsenio yang sudah lebih dulu melarikan diri itu.Ingatan serta penglihatan yang dimiliki begitu tajam, sehingga ia hafal plat nomor mobil yang Arsenio dan Bastian kendarai. Kemampuan Leonardo dalam mengendarai mobil tidak kalah hebat, hampir menyamai pembalap F1, padahal tidak ada darah pembalap mengalir dalam raga. Leonardo menyalip kendaraan demi kendaraan di depannya tanpa kesulitan. Kecepatan mobilnya menembus angka 100 km/jam. Padahal kondisi jalanan malam ini cukup ramai. Leonardo tidak merasa risih sama sekali. Setiap incinya sudah diperhitungkan."Itu, mereka!" Leonardo berseri-seri karena setelah beberapa menit berlalu dan bergelut dengan jalanan beraspal Sky Blue City, ia melihat mobil Arsenio melaju cukup kencang juga.Leonardo tidak melepaskan kemudinya. Namun, ia juga tidak mengalihk
"Ada apa ini? Mengapa kalian berkumpul di sini?"Pertanyaan tersebut, sontak membuat panik semua orang. Terutama Arsenio, baru saja keluar dari rumah sakit dua hari yang lalu, kini sudah mengalami cidera lagi. Entah bagaimana reaksi sang ayah setelah melihatnya?Alexander Guan memasuki ruangan dengan dibantu Cale karena beliau duduk di kursi roda. Pria paruh baya itu, baru saja pulang setelah perjalanan bisnis beberapa hari terakhir.Raut wajah Alexander Guan, seketika berubah tatkala melihat Arsenio bertelanjang dada, tepat di belakangnya ada Bastian, serta beberapa kotak obat tergeletak di atas meja, menimbulkan pertanyaan besar di benak."Apa yang terjadi?" Pertanyaan yang sama lolos begitu cepat dari mulut Alexander Guan. Semua tertunduk kecuali Arsenio."Ayah ... Ayah sudah pulang." Langkahnya tertatih-tatih dan terseok tanpa dibantu Bastian karena ia yang meminta, lalu menghampiri Alexander Guan yang berjarak lima meter di sana. "Mengapa jalanmu seperti orang pincang?"Pertany
"Bagaimana bisa, notifikasi itu muncul berbarengan dengan aku menyatakan perang kepada Malik di hadapan Ayah?" Pertanyaan yang mengusik pikiran. Namun, coba untuk dilupakan sejenak.Tubuh yang sudah sangat lelah, terasa lebih segar saat berendam dalam air hangat. Pikiran coba dinetralisir supaya lebih tenang."Ah, rasanya segar sekali ..." Arsenio berdecak sambil memejamkan mata. Merasakan setiap sistem sarafnya mulai kendur. Bukan apa-apa, pertarungan di Casino, sungguh menguras tenaga dan pikiran. Kondisi yang memang belum pulih sepenuhnya, serta jam terbang yang belum banyak, menjadi kendala besar. Salah satunya saat melompat dari lantai lima hotel Berlian. Arsenio membuka matanya. Mengubah posisi menjadi duduk dan bersandar. Teringat satu hal yang tiba-tiba mengusik isi kepala. "Mengapa notifikasi soal Casino itu, tidak ada? Seharusnya aku mendapatkan hadiah karena sudah menang?"Keningnya mengerut sehingga ada beberapa guratan di wajah. "Apa sistemnya eror?"Bukan itu saja yang
Di tempat terpisah, sesaat setelah Malik menghubungi Alexander Guan. "Kau mendengarnya sendiri bukan? Aku sudah melakukan apa yang kau perintahkan. Jadi, lepaskan adikku sekarang juga!" tegas Malik, sambil melempar ponselnya ke atas meja. Geram disertai marah. Tatapan nanar itu, diarahkan pada sosok pemuda tiga puluh tahun yang tak memiliki hati dan perasaan.Leonardo beringsut dari sofa, mengeluarkan ponsel dari saku celana. Kemudian menekan satu kontak dari ribuan nomor yang tersimpan.[Cepat, lepaskan gadis payah itu!]Leonardo begitu saja mengakhiri sambungan telponnya. "Kau dengar? Aku sudah meminta anak buahku untuk melepaskan adik tersayangmu itu." Dia berkata dengan nada mengejek.Malik mengepalkan sebelah tangannya. Leonardo melirik dan tersenyum miring. "Ingat! Kerja keras kita belumlah selesai sampai di sini. Aku bisa melakukan lebih dari ini, jika kau berani berkhianat!" ancamnya, sebelum akhirnya melenggang pergi dari ruangan tersebut. Malik masih terpaku di posisinya.
Beberapa hari telah berlalu. Kondisi Arsenio pun telah pulih sepenuhnya. Kejadian di Hotel Berlian, akan menjadi pembelajaran sangat berarti bagi Tuan Muda Keluarga Guan itu.Melompat dari ketinggian, bukanlah cara yang ampuh untuk meloloskan diri. Akan tetapi, jika sudah sangat mendesak, tidak salahnya untuk dicoba. Hari ini Arsenio memilih outfit santai. Kaos polos lengan pendek warna hitam, celana yang panjangnya hanya sebatas lutut warna coklat muda. Sedangkan Bastian, kali ini pun berpenampilan cukup berbeda. Mungkin biasanya, kemeja putih, jas hitam dan celana panjang, selalu melekat di tubuh Bastian, tapi untuk sekarang, Arsenio ingin Bastian bergaya santai. Kemeja lengan pendek, tapi celana tetap panjang. "Sepuluh hari berlalu, bagaimana kabar All Star Group sekarang? Kapan Ayah membuka All Star Group lagi?" tanya Arsenio santai sambil menyeruput secangkir kopi, tepat di tepi kolam renang. "Tuan Alex, masih belum mengatakan apa-apa soal membuka kembali gedung All Star Grou