Share

Pt. 06 - ENAM

"Tuan, Nyonya sudah siap."

Kayasaka terdiam di tempat, untuk beberapa detik dia terpesona akan kecantikan istrinya. Ah, sifat kekanakannya mungkin tidak hilang, tapi rumor soal kecantikannya tak bisa dibantah. Gadis dengan dress navy itu terlihat segar dan cantik. Dengan pita putih yang mengikat rambutnya dengan ikatan pita.

"Bolehkah aku berganti baju?" Naya bertanya dengan takut-takut, berulang kali menarik ujung dress renda selututnya yang terasa tidak nyaman. Seumur-umur dia tidak pernah memakai dress sependek ini. Saat wisuda pun dia memakai rok panjang dengan kebaya longgar. Tapi dress ini sepertinya terlalu ketat, Naya rasa sebentar lagi tulang-tulangnya akan remuk terhimpit dress sempit ini.

"Kenapa harus ganti baju? Apa menurutmu dressnya kurang mahal? Aku tau, kau pasti tidak pernah memakai dress sederhana bukan?"

Naya mencibik kesal, menatap Kayasaka garang.

"Ini bukan soal harga tau. Aku hanya tidak nyaman karena dress ini terlalu pendek. Bisakah ganti hoodie atau piyama saja?"

Kayasaka sedikit terkejut, seingatnya gadis ini bercita-cita menjadi model. Dan tentu saja hidup dikeluarga kaya membuatnya tak mungkin tak terbiasa dengan dress selutut itu. Apalagi, Whillys Group juga bergerak dibidang industri Fashion dan Entertaiment, tak mungkin Naya sebagai anak pemiliknya tak dikenalkan dengan mode sedari dini.

Lalu sekuno apa istrinya sampai-sampai protes begini?

"Bukankah itu pakaian yang biasa kau pakai?"

Naya mencibik, "biasa pakai apanya sih? Aku bahkan selalu memakai hoodie di rumah. Kenapa kau berkomentar seolah tau kehidupanku?" Naya tak berbohong, dulu di tempat kostnya, gadis itu memang senang memakai hoodie atau piyama. Separuh dari lemarinya bahkan hanya berisi kedua jenis pakaian itu.

Lagipula keduanya adalah pakaian yang nyaman dan sederhana. Naya bukan tipe gadis yang suka mengoleksi gaun-gaun indah ala putri kerajaan. Hidupnya terlalu sederhana untuk gaun-gaun rumit seperti itu.

"Bagaimana, apa aku bisa ganti baju?"

"Tentu saja tidak. Untuk pertemuan ini dress itu adalah pilihan terbaik."

Naya menatap Kayasaka kesal. Sudah dia duga dirinya tak akan bisa memprotes hal ini. Baiklah, mari belajar berpakaian anggun untuk sehari saja.

Setelah perdebatan itu, keduanya langsung diantar Louis ke sebuah restoran mewah di tengah kota. Sepanjang jalan, Naya sibuk memerhatikan pemandangan yang dilewatinya.

Naya rasanya masih tak menyangka, kalau sekarang dirinya hidup dalam dunia novel, karena apa yang dia lihat semuanya terlalu realistis.

Ini agak gila jika benar-benar disebut kehidupan dalam novel. Karena semuanya begitu hidup dan tampak normal.

"Tuan,"

Kayasaka menatap punggung belakang Louis yang mengemudi, "hm, ada apa?" Tanyanya dengan nada datar.

"Itu ... saya ... saya punya informasi penting," kata Louis dengan sedikit terbata. Naya yang tadinya sibuk menatap jendela jadi ikut penasaran, karena sepertinya informasi yang akan disampaikan oleh Louis sangat penting.

"Jangan bertele-tele katakan." Naya salut pada Louis yang tak terkejut mendengar kalimat ketus nan dingin itu. Naya juga heran kenapa lelaki berkacamata itu bersedia bekerja untuk siluman iblis seperti lelaki di sampingnya.

"Barusan saya mendapat informasi dari kantor soal Nona Faniya."

Faniya? Pemeran utama wanita? Ada apa dengannya?

"Teruskan,"

" ... Nona Faniya ... hari ini mengundurkan diri."

Kayasaka terdiam, cengkramannya pada dokumen yang sedang dia baca mengerat. Naya bisa melihat mata hazel itu menatap jalan dengan tak tenang. Seolah dopamin dalam tubuhnya tak bisa lagi diproduksi. Apa pengaruh pemeran utama wanita memang sehebat itu?

"Berhenti."

Satu kata itu cukup membuat mobil mewah dengan harga 10 rumah terparkir di bahu jalan. Naya sendiri merasa Dejavu atas kejadian yang menimpanya ini. Kejadian yang persis sama seperti adegan novel.

Apa kehadirannya bahkan tak merubah apa pun? Naya benar-benar punya firasat buruk untuk nasibnya beberapa menit ke depan.

"Turunlah." Ujar Kayasaka datar tanpa melihat istrinya sama sekali.

"Kau menyuruh aku turun?" Tanya Naya terkejut menunjuk dirinya sendiri.

"Ya. Kau tidak tulikan?"

Naya melotot menatap Kayasaka meminta penjelasan, tapi lelaki itu bahkan tak mau menatap matanya. Dan justru terlihat sibuk dengan telponnya yang sedari tadi tak mendapatkan jawaban.

Kayasaka menatap Naya yang nyaris tak bergerak,"tunggu apalagi? Turun."

"Jangan bilang kau akan meninggalkanku? Aku tak tau jalanan di sini. Izinkan aku ikut saja ya? Kumohon ... aku janji akan menuruti perkataanmu jika kau membiarkanku untuk ikut." Naya memohon dengan terpaksa. Tapi Kayasaka tentu tak mendengarkannya sama sekali.

"Tidak. Kau turun, pertemuannya batal dan aku akan pergi ke rumah Faniya, calon istriku yang sebenarnya." Ujar Kayasaka dengan percaya diri. Dalam hati Naya mendecih, pede sekali tokoh antagonis satu ini.

"Dan lagi ... apa kau ingin aku percaya kalau seorang Arranaya Aleta Whillys tak tau jalanan kota? Jangan konyol, kau sudah hidup di kota ini selama 23 tahun. Berhenti menarik perhatianku dengan bersikap kekanak-kanakkan seperti itu." Lanjutnya dengan nada rendah yang menusuk.

Wahhh.

Lelaki di depannya benar-benar menyebalkan. Apa dia tidak tau kalau sekarang yang ada di tubuh ini bukan Arranaya?!

Menyebalkan.

"Kau membuang waktuku terlalu lama, Nona."

Naya membanting pintu mobil dengan kasar. Keluar dari mobil hitam yang membawanya itu. Dan tanpa basa-basi Kayasaka menyuruh Louis melanjutkan perjalanan mereka. Dengan tanpa merasa berdosa, meninggalkan Naya begitu saja.

Dengan berat hati, Louis berkali-kali melihat spion, merasa tak tega pada Nyonya barunya itu. Tapi apa boleh buat, Kayasaka tak bisa dibantah.

"Tuan ... apa tidak apa-apa meninggalkan Nyonya sendirian seperti itu?" Tanya Louis memberanikan diri. Entah kenapa melihat Naya, Louis seakan melihat adik perempuan yang ingin dia lindungi.

"Dia bukan anak-anak Louis. Bahkan jika gadis itu kabur, aku juga akan bisa menemukannya walau ke ujung dunia. Fokuslah menyetir, jika kau tak ingin menemui kematian lebih cepat."

Louis terdiam tak bisa merespon lagi. Diam-diam melirik pantulan Naya di spion mobil yang terlihat semakin kecil lalu menghilang dari pandangannya. 

***

"Wahhh dia benar-benar menyebalkan, bagaimana bisa dia meninggalkanku dengan kejam seperti ini?! Dia memang bukan manusia! Dasar Kayasaka iblis!" Naya misuh-misuh sendiri, berjalan di trotoar dengan alas kaki yang sudah terlepas.

Sepatu hak tinggi berkilau yang dikenakannya sudah tak mau gadis itu pakai lagi, karena sepatu cinderella itu hanya menyulitkan pergerakannya. Saat ini, Naya sungguh rindu dengan sepatu sneakers yang biasa dia gunakan sehari-hari.

Lama berjalan, Naya memilih melihat-lihat ke dalam pusat perbelanjaan yang tidak jauh dari tempat dia ditinggalkan oleh Kayasaka. Meski dirinya tak membeli sesuatu, tapi ini cukup untuk menyegarkan pikirannya dari semua kejadian gila yang menimpanya dari kemarin.

Masa bodohlah untuk pulang, akan lebih bagus jika dia tidak bertemu dengan Kayasaka lagi. Persetan dengan cerita novel, mari nikmati jalan-jalan santai ini sejenak.

Di sisi lain Mall yang sama, seorang pemuda dengan status mahasiswanya tengah bersantai disalah satu cafe. Sesekali dia menyeruput ice americano yang dia pesan.

Tangannya sibuk dengan laptop, di sana dia sedang sibuk mengutak-ngatik sesuatu, mencari informasi lebih lanjut soal seseorang.

"Situs Fernandes Company sudah aku retas, tapi informasinya terlalu sedikit. Apa aku harus memakai taktik lamaku? Hyung bisa meremehkanku jika aku tak dapat informasi yang menguntungkannya sampai besok."

Pemuda dengan wajah korea yang tampan nampak sibuk berpikir. Sambil bersantai, dia mengedarkan pandangan ke seisi cafe, tanpa sadar ice americano yang disesapnya sudah habis. Membuatnya dengan kesal menutup laptop dan mulai meninggalkan cafe berniat mencari inspirasi baru.

Dengan jaket blue jeans yang tersampir di pundaknya, lelaki itu seakan menyedot perhatian seluruh Mall. Lelaki dengan piercing di alisnya itu terlihat seperti model yang bersinar di tengah-tengah kerumunan banyak orang.

Zavier Atlanta.

Lelaki yang mendapat julukan playboy internasional karena terkenal dapat menaklukan hati semua gadis. Zavier--biasa dia dipanggil, terkenal sebagai lelaki ramah dan baik hati yang disukai semua orang.

Tanpa orang lain tau kalau sebenarnya .... Zavier tak bisa disebut 'lelaki baik'.

Zavier, dibesarkan sebagai mata peluru tajam yang tak terlihat milik Kayasaka. Lelaki berdarah korea dengan tingkah kekanak-kanakkan itu seperti bayangan iblis yang meruntuhkan musuh Kayasaka melalui jari-jari lentiknya.

Selama ini dialah dalang dibalik bocornya rahasia perusahaan besar. Selama ini dialah orang yang menyumbangkan 90% informasi yang digunakan Kayasaka untuk meruntuhkan kepercayaan diri lawan-lawannya.

Dia ... adalah iblis kecil yang bisa jadi lebih licik dari si tokoh antagonis itu sendiri. Apalagi dengan wajah innoncent yang dia miliki, menjadikannya sebagai salah satu penjahat yang tak bisa dibenci.

Senyumannya membunuh.

Ketertarikannya padamu adalah bencana.

Zavier adalah perwujudan api yang bisa menerangi sekaligus membakar secara bersamaan. Dia tak boleh kamu dekati, tapi pesonanya tak bisa kamu jauhi.

Brukk!

Zavier menatap kemeja dan celana jeansnya yang sudah basah oleh kopi. Laptopnya terselamatkan, tapi semua pakaiannya basah kuyup. Rasanya, amarahnya akan meledak sebentar lagi.

"Sorry it's my fault. Are you Okay?"

Zavier mendongak, mendapati wanita berambut pendek dengan mata biru terang yang cantik. Amarah yang tadinya siap meluncur dari dadanya seketika hilang.

Digantikan perasaan menggelitik, menyaksikan wanita dihadapannya nampak panik dan berusaha menyentuh tubuhnya yang basah akibat kesalahan yang dia perbuat.

Tapi, perasaan menyenangkan yang aneh itu seketika sirna, sesaat setelah wanita di hadapannya menyebutkan nama lengkapnya guna mengganti rugi.

"Apakah kau baik-baik saja? Aku Emily, kau tau? Emily Fernandes dari Fernandes Group, aku akan mengganti semua kerugianmu. Bisakah kau menyebutkan nomor rekeningmu sekarang?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status