Share

Pt. 05 - Maid the Angels

Pagi harinya, pintu kamar Naya terbuka, menampilkan Bibi Marry dan salah satu pelayan muda di sana. Naya langsung melompat dari tempat tidur, seolah menunggu momentum ini.

"Nyonya, selamat pagi. Perkenalkan saya Bibi Marry kepala pelayan di rumah ini. Jika ada yang ingin nyonya ketahui, tanyakan saja pada saya. Dan ini Lusi, dia yang akan melayani anda mulai sekarang."

Naya mengerjapkan mata. Melirik dua orang di depannya. Seumur-umur dirinya tak pernah dilayani, lampu putus sampai selang air bocor saja Naya terbiasa memperbaikinya sendiri. Maklum, setelah jadi anak kos, dia memang dituntut lebih mandiri dari siapapun. Jadi sekarang, dia bingung harus memperlakukan dua orang ini bagaimana. "Hmm baiklah, Bibi. Apa ada hal khusus yang harus aku ingat atau lakukan setelah tinggal di sini?"

Bibi Marry terkejut, Naya sudah menduga respon itu. Di novel, memang sedikit diceritakan kalau Kayasaka punya aturan sendiri untuk semua penghuni rumahnya, termasuk kebiasaan, hal-hal yang boleh dilakukan ataupun tidak.

Itulah yang membuat Kayasaka jadi sosok yang otoriter lelaki itu cenderung suka mengendalikan segala hal dalam genggamannya. Naya sebenarnya malas mematuhi aturan, tapi demi kelangsungan hidup negara dan kemerdekaannya sendiri, maka dia harus patuh dan mulai meneliti ranjau-ranjau yang bisa menjerumuskannya lebih cepat ke dalam kematian.

"Baiklah nyonya, akan saya jelaskan. Pertama, Tuan tidak suka orang lain mengutak ngatik kamar pribadinya. Kamar itu jarang digunakan untuk tidur tapi semua pakaian dan barang Tuan ada di sana. Bahkan dari kami, hanya beberapa pelayan khusus yang beliau izinkan masuk untuk membersihkan kamar itu."

Naya mengangguk-ngangguk. Oke, hal itu cukup masuk akal karena Naya sendiri tak suka barang pribadinya disentuh oleh sembarang orang.

"Ah oke. Ngomong-ngomong di mana kamar keramat miliknya itu?"

Bibi Marry menatap lantai. Lalu menunjuk sekeliling, membuat Naya secara tidak sadar mengikuti arah telunjuk Bibi Marry, "itu tepat di sini, Nyonya. Kamar yang anda tiduri semalam. Ini adalah kamar pribadi Tuan Kayasaka."

Damn!

Naya syok maksimal. Kamar yang ingin dia hindari, malah sudah dia masuki lebih dulu. Kenyataan macam apa ini?

"Apa Bibi tidak bercanda?"

Bibi Marry menggeleng. "Nyonya bahkan orang pertama yang saya tau diizinkan Tuan meniduri kamar ini." Ucap Lusi menambahkan, gadis berusia dua puluhan itu nampak antusias, seolah menyaksikan keromantisan dalam novel.

Tapi ini tidak berlaku bagi Naya sendiri. Dirinya sekarang khawatir akan satu hal. Malam tadi, dia banyak meneliti barang-barang di kamar mewah ini. Dan mungkin saja diantara barang-barang yang dia sentuh, ada barang keramat milik Kayasaka.

Tapi yang paling dia takutkan adalah, pulau-pulau cantik yang takutnya tidak sengaja dia buat di bantal Kayasaka. Naya tak sempat mengeceknya karena Bibi Marry dan Lusi datang tiba-tiba.

Bagaimana jika Naya benar-benar melakukannya dan Kayasaka tau? Habis sudah image dingin Arranaya dalam novel. Tapi semoga saja tidak, karena kalau iya, dia bahkan tak berani lagi untuk tidur.

"Nyonya?"

Naya menoleh, tersadar dari lamunan absurdnya sendiri, dia menatap Bibi Marry lesu, "Bibi, kalau kamar ini keramat, kenapa aku ditempatkan di sini?"

Bibi Marry mengulum senyum, "itu atas perintah Tuan sendiri, Nyonya. Mungkin karena Nyonya istrinya."

Tidak mungkin, tentu saja hal itu tidak mungkin.

Jelas sekali semalam Kayasaka ingin menerkamnya. Mungkin alasan lelaki itu menempatkan dia di sini, karena para pelayan atau pekerja lain tak akan ada yang berani mendekati kamar ini. Jadi, jika sesuatu yang buruk terjadi pada Naya, tak akan ada bala bantuan yang datang.

Selain itu, Naya juga akan sulit kabur dari kamar lapis ganda ini. Semalam, Naya bahkan mengorek-ngorek pintu mencoba menebak pasword untuk keluar, tapi pintu yang lebih tinggi dari tubuhnya itu bahkan tidak bergerak sama sekali. Naya, bahkan gagal di percobaan pertama.

"Lalu ada ruangan di lantai ini yang tak boleh Nyonya masuki bahkan disituasi apapun." Ucap Bibi Marry seolah menyimpan misteri.

Naya menghela napas malas,

"Masih ada lagi? Apa ruangan itu lebih keramat dari kamar ini?" Tanya Naya sembari melihat sekeliling, belum apa-apa sudah kesal dengan aturan ini.

"Bisa dibilang begitu, Nyonya. Dari semua ruangan di rumah ini, ruangan paling pojok lantai ini adalah ruangan terlarangnya. Selain ruang kerja, Tuan suka menyendiri di sana, tidak ada yang tau apa yang beliau lakukan. Jadi saran saya, Nyonya harus menjauhi ruangan itu sebisa mungkin." Sesuai usianya, Bibi Marry menasehati Naya seperti almarhumah ibundanya.

Tak Naya sangka, di samping Kayasaka yang teratur, otoriter dan ketus. Terdapat Bibi Marry yang punya jiwa keibuan dan hangat. Memang tak ada yang lebih paham Kayasaka dan mansion mewah ini ketimbang dirinya.

Semua pelayan dan orang-orang di rumah ini bahkan menyebut Bibi Marry juru kunci. Wanita paruh baya itu sudah seperti ibu yang mengasuh Kayasaka dan segala hal yang dia punya.

"Sudah? Aturannya tak ada lagikan?" Naya melirik Bibi Marry dan Lusi bergantian. Namun, keduanya malah sibuk berpandangan seolah mencoba membaca pikiran masing-masing.

"Ada satu hal penting lainnya yang harus Nyonya ingat,"

Naya diam menanti jawaban, sudah pasrah jika akan ada lagi 100 etiket aturan di rumah ini. Memangnya apa yang dia harapkan? Tinggal serumah dengan antagonis sakit jiwa memang tak akan mudah. Hanya saja, melihat ekspresi Lusi dan Bibi Marry saat ini membuat Naya berdebar, rasanya seperti hendak dibagi raport atau nilai ulangan harian yang diumumkan langsung di kelas.

"Aturan penting lainnya adalah, setiap tanggal 14, nyonya harus keluar dari rumah ini."

Naya mengerjapkan mata, mencoba mencerna perkataan Bibi Marry yang masuk ke telinganya, "Eh? Apa? Keluar? Maksudnya aku diusir?" Tanya Naya polos menunjuk dirinya.

Tapi Bibi Marry tak tertawa seramah tadi, ekspresinya tetap serius,"tidak nyonya, tentu saja anda tidak diusir, hanya saja, pada tanggal itu ... Tuan suka menyendiri. Tak peduli ada rapat penting, atau acara apapun, Tuan hanya akan berdiam diri di rumah dan menyuruh kami semua pergi. Biasanya, kami para pelayan menggunakannya untuk pergi ke rumah masing-masing atau paling tidak mengunjungi kerabat dekat. Saya sarankan, jika tanggal itu tiba pada setiap bulannya. Nyonya pulang saja atau menginap di hotel dan jangan pernah masuk ke rumah ini sampai hari berganti."

Bulu kuduk Naya meremang seketika. Naya merasa mendengar dongeng secara langsung, dongeng yang berisi mitos-mitos wejangan para leluhur dan semua hal pamali yang tak boleh dilanggar. Novel sendiri tak begitu mengurus detail kehidupan Kayasaka, tapi kebiasaan ini cukup terdengar gila di kepala kecil Naya.

Memangnya kenapa dengan tanggal 14? Naya bahkan suka tanggal itu karena itu adalah tanggal lahirnya sendiri. Lantas apa yang membuat Kayasaka sedemikian aneh pada tanggal itu?

Daebak.

Ternyata kehidupan pemuda ini lebih misterius daripada gambaran dalam novel yang hanya menjelaskan sisi jahat dan kelamnya. Entah kenapa Naya jadi antusias mengulik kehidupan lelaki yang berstatus sebagai suaminya itu.

"Baiklah Bibi, aku mengerti. Aku akan bersikap baik mulai sekarang. Kalau begitu, apa yang harus aku lakukan pagi ini?"

Bibi Marry hendak membuka mulut namun di dahului oleh suara bariton rendah dibelakangnya.

"Mandi dan ganti baju. Kita temui rekan bisnisku 3 jam lagi."

Naya terkejut, begitupula dengan Bibi Marry dan Lusi yang sama-sama menoleh kebelakang dengan reflek, lantas keduanya langsung termundur, membiarkan Kayasaka berada tepat dihadapan Naya. Naya jadi bisa melihat jelas lelaki dengan kemeja putih dan vest hitam yang sangat cocok ditubuh atletisnya itu.

Bahkan sepagi ini, lelaki itu tetap menawan. Ini tidak bisa dibiarkan, lain kali Naya akan menanyai skincare apa yang lelaki itu gunakan.

"Apa tidak bisa sarapan dulu? Atau kalau boleh, aku izin saja dipertemuan ini ya? Aku kan masih tahap pemulihan."

Bibi Marry dan Lusi terkejut atas respon berani Naya. Mereka berdua melirik Kayasaka takut-takut, pasalnya selama ini tak ada yang berani menentang ucapan lelaki itu.

"Jika kau ingin dikurung di sini seharian, maka dengan senang hati akan aku kabulkan. Bila perlu, beristirahatlah sampai minggu kedepan." Dengan santainya Kayasaka mengucapkan kalimat itu. Kalimat datar tanpa nada, namun terdengar sangat menyeramkan bagi Naya.

Tanpa menunggu lagi. Naya berbalik, mulai masuk ke kamar mandi dengan wajah kesal diikuti Lusi dibelakangnya.

"Aku serahkan padamu, Bibi." Ujar Kayasaka kemudian, Bibi Marry mengangguk lantas menyusul Naya ke kamar mandi.

Tapi tak lama, ketenangan Kayasaka dalam memilih jas terganggu, Naya terdengar berteriak heboh dari kamar mandi.

"AAAAAAaaaaa!!! Kenapa aku harus dimandikan segala Bibi?! Aku bukan anak kecil lagi. Tahukah kalian yang namanya aurat?!"

Kayasaka menghela napas, dia sepertinya salah menikahi wanita. Jelas sekali sikap kekanakan gadis itu sangat jauh dari sosok Arranaya Aleta Whillys yang terkenal akan keanggunan dan kecantikannya. Atau mungkin, penyelidikan Louis selama ini salah?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status